Pilkada DKI: Megawati Mainkan Oposisi Palsu

Oleh: Faisal Lohi, Pegiat Media Sosial
Akhirnya Pramono Anung dan Rano Karno menjadi bukti kebenaran peran Jokowi di Pilgub DKI Jakarta melalui rekomendasi PDIP dan Megawati.
Lengkap sudah rangkaian sandiwaranya. Terjawab, Mega adalah bagian dari Jokowi dan Prabowo bersama KIM+ lenyapkan Anies dari Pilkada Jakarta.
Hakikatnya 12 partai yang berkontestasi di Pilkada Jakarta sama semua. Sama-sama berada di bawah kendali kekuasaan. Pilkada Jakarta sudah selesai. Persaingan Pramono, Ridwan, Dharma hanyalah formalitas. Siapa pun terpilih, Jokowo, Mega, Prabowo pemenangnya.
Jempol buat mereka bertiga. Skenario, jalan cerita, plot twist politiknya terbaik.
Apresiasi mendalam pantas diberikan kepada Megawati. Sungguh pintar memainkan drama. Marah-marah seakan-akan berseberangan dengan Jokowi, Prabowo dan KIM+. Ternyata bersekutu.
Dinamika dalam plot twist politiknya indah sekali.
Dorong MK keluarkan putusan. Beri peran Megawati bertindak angkat harapan masyarakat Jakarta lewat kesediaan sokong Anies sebagai kepala daerah.
Lalu dorong DPR ciptakan kontroversi lewat revisi UU Pilkada untuk anulir keputusan MK. Beri peran lagi kepada Megawati politisasi kebangkitan perlawanan rakyat. Megawati dan seluruh elite PDIP memainkan drama politik: apa pun yang terjadi kita akan ke KPU mendaftarkan Anies.
Masyarakat sangat gembira. Menerima PDIP dengan tangan terbuka. Melupakan penindasan politik yang dilakukan PDIP dan kekuasaan selama hampir 10 tahun. Pokoknya, PDIP adalah pahlawan baru rakyat Jakarta, bahkan seantero Indonesia.
Masyarakat makin percaya terhadap PDIP, lewat pidato-pidato Megawati yang terus memercik kemarahan dan perlawanan sampai detik-detik pengesahan PKPU di Komisi II DPR.
Masyarakat begitu gembira dengan militansi oposisi palsu PDIP. Anies pun terlanjur besar hati, percaya diri, mempersiapkan segala sesuatu perihal pencalonan.
Kini masyarakat hanya bisa melongo kebingungan, menyesali diri dijadikan bahan prank politik kekuasaan. Anies terduduk menahan dada. Menyaksikan ujung plot twist politik Jokowi, Prabowo, Megawati yang sakit mengiris daging, mematahkan tulang.
Mereka saling berbagi peran dan tugas. Jokowi-Prabowo membangkitkan perlawanan dan kemarahan masyarakat secara terbuka dengan cara politisasi hukum dan lembaga negara.
Sementara Megawati memainkan peran sebagai oposisi palsu yang bertugas menyiram, memprovokasi, meningkatkan eskalasi kemarahan dan perlawanan rakyat.
Mirisnya bukan hanya masyarakat Jakarta yang jadi korbannya. Perlawanan masyarakat terjadi di mana-mana. Menentang kekuasaan zalim. Demonstrasi hampir di seluruh provinsi. Banyak korban luka.
Inilah cerminan politik demokrasi transaksional. Mereka bergerombol mengorbankan masyarakat demi syahwat kekuasaannya. Masyarakat hanya jadi alat pertaruhan kepentingan elektoral.
Pertanyaan berbalik ke rakyat: sampai kapan diam, sampai kapan rela dipermainkan, diadu-domba? Sampai kapan bersedia jadi korban perilaku politik licik elite atas nama demokrasi dan HAM? Apa nggak ada niat sama sekali untuk bersatu, melawan para elite munafik dalam peliharaan sistem politik demokrasi transaksional yang licik seperti ini?
Rakyat tidak usah pesimis, jangan putus asa. Selalu ada jalan, selalu ada kesempatan baik. Selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Ambil sebagai pelajaran, bahwa Allah sedang menunjukkan kuasanya, memukul saraf sadar kita untuk lekas berbenah ke arah perubahan yang hakiki. []