Satgas Judi Online Jangan seperti Menjaring Angin

Satgas Judi Online Jangan seperti Menjaring Angin
Obsessionnews.com - Rencana pemerintah membentuk Satgas Judi Online jangan seperti upaya menjaring angin. Menjadi sia-sia lantaran tak mampu memetakan dan meringkus bandar besar dan mereka yang membekingi. Pengamat kepolisian, dari ISESS, Bambang Rukminto khawatir, rencana membentuk Satgas Judi Online hanya sebatas memberi janji angin surga. Dirinya menilai perlu upaya serius yang dilakukan untuk memastikan kinerja Satgas Judi Online optimal dan mampu dirasakan masyarakat.   Baca juga:800 Ribu Konten Judi Online Resmi Diputus oleh Kemenkominfo   "Pembentukan Satgas Judi Online ini seolah menjadi angin surga bagi upaya pemberantasan judi online yang lebih serius. Tetapi semua tergantung implementasi di lapangan. Bila tidak ada aksi yang konkret, tentu akan menjadi blunder," kata Bambang, di Jakarta, Jumat (14/6). Pemerintah mewacanakan membentuk Satgas Judi Online menjadi garda terdepan memberantas kejahatan purba ini. Menurut rencana, Presiden Jokowi bakal menerbitkan keppres untuk satgas yang dinakhodai Menko Polhukam Hadi Tjahjanto. Bambang mengingatkan agar satgas bekerja efektif tidak seperti satgas-satgas lainnya. "Pembentukan satgas tentu bukan hanya untuk gagah-gagahan saja, tetapi diharapkan beraksi nyata. Tanpa ada aksi nyata, Satgas Judi Online tentu hanya akan menambah deret kegagalan-kegagalan pembentukan Satgas lainnya," tuturnya.   Baca juga:Jokowi Bentuk Satgas Judi Online   Menurutnya, kalau pemerintah hanya sebatas lip service memberantas judi online, maka upaya yang didengungkan sebatas menabuh genderang tanpa aksi perang. Dia mengakui tak mudah memberantas judi online yang memainkan kekuatan siber dengan jejaring operasional lintas batas negara. Namun bukan berarti tak bisa diberantas. "Judi online tentu tak bisa lepas dari transaksi keuangan yang tetap menggunakan platform-platform yang masih bisa terkendali dan berijin," bebernya. Dengan begitu, Bambang menilai, pemerintah bisa membuktikan keseriusan memberantas judi online dengan menutup transaksi keuangan bukan hanya menutup konten. Transaksi keuangan dari judi online sejatinya sudah terendus sejak lama oleh PPATK namun tindak lanjutnya belum konkret. "Terbukti, bandar-bandar besar tak belum ditangkapi, platform konten judi online juga masih terang-terangan di media online," ungkapnya.   Beking Aparat Keberadaan satgas diharapkan tidak mentok hanya menangkap operator-operator level bawah, tetapi menjangkau bandar besar. Berdasarkan data PPATK, transaksi dari judi online ditaksir mencapai Rp327 triliun. "Direktorat siber Polri yang dibentuk juga masih menyasar konsumen, tak pernah menyentuh pengelola platform judi online. Ini tentu berakibat munculnya persepsi bahwa ada keterlibatan aparat penegak hukum sebagai beking bandar judi online," ujarnya. Bambang menilai, adanya isu aparat menjadi beking bandar judi sudah menjadi sinyalemen sejak kasus Ferdy Sambo. Ketika kasus pembunuhan Brigadir J, muncul grafik Konsorsium 303 yang berisi petinggi Polri melindungi judi online.   Baca juga: Potret Buram Mentalitas Polisi: Depresi Bunuh Diri hingga Bunuh Suami "Isu konsorsium 303 yang menyeret nama-nama petinggi kepolisian, nyaris tak pernah terkonfirmasi kebenarannya oleh otoritas Polri. Isu dibiarkan mengambang seolah dibiarkan sampai publik melupakan karena ditimpa isu-isu lain yang lebih sensional," keluh Bambang. Dirinya juga mengeluhkan, langkah aparat membekuk judi online dengan KUHP dan UU ITE tak memberi efek jera. Perlu langkah progresif untuk meringkus bandar besar dengan sanksi hukum setimpal. "Makanya perlu segera diterbitkan UU terkait perampasan aset hasil kejahatan," kata Bambang. (Erwin)