Sudah Saatnya Messi Juara Piala Dunia Bersama Argentina

Sudah Saatnya Messi Juara Piala Dunia Bersama Argentina
Suporter Argentina generasi lawas mungkin lebih suka membicarakan prospek juara Piala Dunia dengan nada pelan, namun para pemain tim nasional mereka membuat penegasan kuat pada Kamis (2/6) lalu di Wembley. Sudah menjuarai Copa America dan juga Finalissima, kini waktunya bagi Messi dan kawan-kawan melanjutkan kesuksesan di panggung yang lebih tinggi. Memang, pesannya terdengar jelas dan nyata oleh semua yang hadir: Argentina adalah favorit juara Piala Dunia 2022 di Qatar. Mustahil untuk menarik kesimpulan lain dari kemenangan 3-0 atas Italia, dengan Lionel Messi dan pasukannya memberi juara Eropa pukulan menyakitkan selama 90 menit. Mereka yang hadir di Wembley sangat mendukung Albiceleste, dengan nyanyian tim yang menggelegar sepanjang malam saat mereka membuat rekor nasional baru untuk melewati 32 pertandingan tanpa terkalahkan. Dan begitu trofi Finalissima diserahkan, para pemain sendiri terlarut dalam perayaan, mengangkat kapten mereka sembari berteriak: "Dan di tangan Lionel Messi, kita semua akan melakukan putaran penghormatan." Hasil-hasil positif belakangan ini tentu saja memunculkan optimisme yang begitu besar. Italia, misalnya, adalah tim yang mengalahkan Inggris untuk memenangkan gelar Euro 2020 tahun lalu. Bermain sangat tidak efektif dan rapuh dalam menangkal serangan Argentina yang tepat dan cepat, dengan para pemain seperti Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini akhirnya mulai menunjukkan tergerogoti oleh usia. Namun, terlepas dari kegagalan mereka untuk mencapai Piala Dunia, pasukan Roberto Mancini tetap menjadi tim top Eropa: tim yang diduga akan menjatuhkan Albiceleste dari euforia juara Copa America dan lolos ke Piala Dunia dengan mudah. Selama tiga tahun terakhir, Argentina nyaris tidak pernah menang mudah atas lawan dari benua biru dan hasil tersebut jelas menjadi penegasan mereka akan rekor impresif tanpa kekalahan. Sekarang, bagaimana pun, tidak ada ruang untuk keraguan: Argentina adalah tim internasional elite yang lebih dari mampu untuk berbuat banyak di Qatar. Selain itu, terlepas dari masa-masa kejayaannya yang berlalu dan musim di level klub yang biasa-biasa saja, kapten mereka tetap menjadi momok bagi para lawan dan ia memiliki rekan-rekan yang siap mendukungnya sepenuh hati. Seperti yang dikatakan penjaga gawang Emiliano Martinez, "Kita semua adalah singa yang berjuang untuknya." "Sangat mudah untuk memahami mengapa. Messi tidak hanya memimpin dengan memberi contoh di lapangan;ia berbicara seperti kapten sejati." "Kami tidak peduli siapa yang kami hadapi," katanya berapi-api ketika ditanya apakah Argentina membutuhkan lebih banyak menit bermain menghadapi tim Eropa. "Kami tahu persis siapa kami. Kami memainkan setiap pertandingan dengan cara yang sama tetapi itu adalah ujian yang bagus karena Italia adalah tim besar." "Kami akan terus berkembang, itulah yang kami coba lakukan. Kami melihat dari hari ke hari, untuk terus berkembang dan kami akan terus mengatakan kami bukan favorit utama [untuk Piala Dunia]." Tiga minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-35, sang kapten menunjukkan mengapa 2022 bisa berakhir sebagai tahun kejayaan. Seperti di PSG, Messi telah mengadopsi peran tak lagi sebagai pencetak gol, melainkan kreator yang lebih mengandalkan inteligensi ketimbang permainan eksplosifnya di dalam kotak penalti. Mungkin perannya tidak terlalu diapresiasi oleh para pendukung PSG selama setahun terakhir terlebih setelah klub melakukan investasi besar-besaran. Tapi bagi fans Argentina yang mencintainya, sang pemain No.10 yang didukung oleh banyak pemain yang sepenuh hati bermain bersamanya, Messi tetaplah figur yang didamba-dambakan bisa membawa negara mereka berjaya. Jadi, meski pun kini ia tak lagi sering mencetak gol, sang bintang berubah fungsi menjadi pengatur serangan terbukti dengan dua assistnya yang mampu dituntaskan oleh Lautaro Martinez dan Paulo Dybala untuk membungkam Italia. Angel Di Maria juga mencetak gol, melanjutkan performa briliannya di internasional sejak memenangkan Copa America tahun lalu. Memang, penyelesaian chipnya dari umpan Martinez mengingatkan pada gol yang menjatuhkan Brasil di final turnamen tersebut. Dominasi Argentina bisa dirasakan di lapangan, dengan Emiliano Martinez nyaris tidak berkeringat menjaga gawangnya dan Rodrigo De Paul sekali lagi mengamankan lini tengah dan membuat absensi Leandro Paredes nyaris tidak diperhatikan. Albiceleste secara historis tidak terlalu terkesan dengan status unggulan. Pada 1958, setelah mengesankan di Copa America di Peru, tim saat itu hancur lebur ketika bermaterikan nama-nama seperti Omar Sivori, Antonio Angelillo dan Humberto Maschio berangkat ke Italia dan, setelah kekalahan 6-1 di tangan Swedia memastikan mereka tersingkir dari Piala Dunia, skuad waktu itu dilempari koin oleh sekitar 10.000 penggemar yang marah saat mereka kembali ke Buenos Aires. Maju cepat ke 2002 dan Argentina asuhan Marcelo Bielsa sekali lagi sangat diunggulkan setelah lolos dari kualifikasi dengan rekor kampanye yang brilian hanya untuk tersisih memalukan di fase grup untuk pertama kalinya sejak 1962. Sebaliknya, ketika Diego Maradona dan timnya tiba di Meksiko pada 1986, tidak ada yang terlalu mempedulikan mereka, bahkan presiden Raul Alfonsin mendesak agar pelatih Carlos Bilardo dipecat karena tidak memiliki catatan mengesankan. Namun Diego dan sang pelatih kemudian membuat sejarah. Untungnya bagi pasukan Lionel Scaloni, mereka juga tidak terlalu diekspos besar-besaran, sampai-sampai rekan setim Messi di PSG, Kylian Mbappe mengecilkan peluang mereka dan Brasil merebut kembali Piala Dunia untuk Amerika Selatan. Tapi jika mereka bisa melanjutkan performa menawan seperti di Wembley, akan ada lebih banyak yang memperhatikan langkah mereka, yang tak hanya memainkan sepakbola menarik tapi juga menunjukkan kekompakan sebagai tim. Jadi, kalau bukan sekarang, kapan lagi? Mungkin tahun ini adalah waktu yang pas bagi Messi dan kawan-kawan untuk mengakhiri penantian lama menjadi juara Piala Dunia. (Goal.com/Red)