Bandung, Obsessionnews – Kurban modern yang kini berkembang sebenarnya mengikuti sarana dan prasarana, seperti pengemasan dan pendistribusian. Demikian dijelaskan Ketua Baznas Jabar KH. Arif Ramdhani, Kamis (24/9).
“Hukumnya kalau kita melihat dari hadits nabi, transaksi asal jangan ada ghoror (tipu menipu), hewan harus sehat, tidak cacat, cukup umur, bobot dan memenuhi syarat lainnya, maka hal itu sudah tepat,” ujar Arif.
Ia menyontohkan, transaksi pengeluaran hewan qurban tidak melalui foto karena tidak mencerminkan hewannya, bisa saja foto hewan terlihat gemuk di foto, tapi yg dipotong kurus. Kalau pekurban mempercayai lembaga yang mengemas daging menjadi kornet tersebut, tapi yang paling afdhol disaksikan semua orang.
Menurut Arif, daging qurban boleh diberikan kepada siapapun bukan hanya yg miskin, begitupun bagi yang mengeluarkan qurban boleh memakannya asal tidak melebihi 1/3 daging yang dikurbankan tersebut.
“Qurban dikalengkan saya pikir lembaga tersebut sudah mempunyai lembaga syariahnya, dari sisi hukum ada para ulama yang membolehkan kornet, karena dapat menjangkau tempat yang lebih jauh, bahkan ke pengungsian, jadi tergantung akad saat mengeluarkan qurban. Kalau percaya kepada lembaga tersebut, silakan saja karena sebagian ulama juga membolehkan,” tandasnya.
Arif menegaskan kalaupun di jaman Nabi Ibrahim, kemudian dilegetimasi Rosulullah sehingga diikuti umat nabi muhammad penyebaran qurban tidak seluas saat ini, dari sisi ijtihad karena di jaman nabi saat itu kurang begitu luas, namun seperti Saudi Arabia daging menjadi mubadzir tidak termakan, sementara di pelosok banyak yg tidak kebagian, kalaupun dikornetkan itu hanya pengemasan.
“Saya melihat di negara-negara tertentu seperti Arab Saudi agar dapat banyak hewan qurban tidak termakan hal itu mubazir, sehingga didistribusikan dalam bentuk kornet agar kualitas daging tetap baik,” ujarnya.
“Bahkan kita bisa berdosa, apabila daging membusuk tanpa dikirim dan tidak terkonsumsi masyarakat, untuk di Jawa Barat, kornet qurban memang belum diperlukan karena hanya distribusi saja yang masih belum merata,” tambahnya.
Dalam akad penitipan hewan kurban menurut Arif, semuanya harus dilaksanakan bukan untuk dijual seperti kulitnya, dihadiahkan ke yayasan, orang miskin atau yang lainnya, panitia kurban tidak boleh memperjualbelikan hewan kurban baik kulit maupun kepala dan kaki. “Kalau sebagai pemberian boleh, tapi kalau dijadikan upah tidak boleh,” ujar Arif. (Dudy Supriyadi)