Kamis, 18 April 24

Quo Vadis ICMI?

Quo Vadis ICMI?

Oleh:  Chazali H. Situmorang, Ketua Umum Orsat ICMI Pematang  Siantar 1991-1993

 

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ( ICMI) adalah sebuah organisasi cendekiawan muslim di Indonesia yang dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990. Di pertemuan itu juga dipilih Baharuddin Jusuf Habibie sebagai ketua ICMI yang pertama. Dan saat ini Ketua Umum ICMI periode 2015-2020 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H terpilih dalam Muktamar VI dan Milad ke-25 ICMI di Hotel Lombok Raya, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu (13/12/2015).

Kelahiran ICMI bukankah sebuah kebetulan sejarah belaka, tetapi erat kaitannya dengan perkembangan global dan regional di luar dan di dalam negeri. Menjelang akhir dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, dunia ditandai dengan berakhirnya perang dingin dan konflik ideologi.

Kebangkitan umat Islam ditunjang dengan adanya ledakan kaum terdidik (intelectual booming) di kalangan kelas menengah kaum santri Indonesia. Program dan kebijakan Orde Baru secara langsung maupun tidak langsung telah melahirkan generasi baru kaum santri yang terpelajar, modern, berwawasan kosmopolitan, berbudaya kelas menengah, serta mendapat tempat pada institusi-institusi modern.

Seiring dengan itu juga terjadi perkembangan dan perubahan iklim politik yang makin kondusif bagi tumbuhnya saling pengertian antara umat Islam dengan komponen bangsa lainnya, termasuk yang berada di dalam birokrasi.

Kelahiran ICMI berawal dari diskusi kecil di bulan Februari 1990 di masjid kampus Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang. Sekelompok mahasiswa merasa prihatin dengan kondiri umat Islam, terutama karena berserakannya  para  cendekiawan muslim, sehingga menimbulkan polarisasi kepemimpinan di kalangan umat Islam. Masing-masing kelompok sibuk dengan kelompoknya sendiri, serta berjuang secara parsial sesuai dengan aliran dan profesi masing-masing.

Dari forum itu kemudian muncul gagasan untuk mengadakan simposium dengan tema Sumbangan Cendekiawan Muslim Menuju Era Tinggal Landas yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 29 September –  1 Oktober 1990. Mahasiswa Unibraw yang terdiri dari Erik Salman, Ali Mundakir, M. Zaenuri, Awang Surya dan M. Iqbal berkeliling menemui para pembicara, di antaranya Muhammad Imaduddin Abdulrahim dan M. Dawam Rahardjo.

Dari hasil pertemuan tersebut pemikiran mereka terus berkembang sampai muncul ide untuk membentuk wadah cendekiawan muslim yang berlingkup nasional. Kemudian para mahasiswa tersebut dengan diantar Imaduddin Abdurrahim, M. Dawam Rahardjo dan Syafi’i Anwar menghadap Menristek Prof. Bacharuddin Jusuf Habibie dan meminta dia untuk memimpin wadah cendekiawan muslim dalam lingkup nasional. Waktu itu B.J. Habibie menjawab, sebagai pribadi dia bersedia tetapi sebagai menteri harus meminta izin dari Presiden Soeharto. Dia juga meminta agar pencalonannya dinyatakan secara resmi melalui surat dan diperkuat dengan dukungan secara tertulis dari kalangan cendekiawan muslim. Sebanyak 49 orang cendekiawan muslim menyetujui pencalonan B.J. Habibie untuk memimpin wadah cendekiawan muslim tersebut.

Pada tanggal 27 September 1990, dalam sebuah pertemuan di rumahnya, Bacharuddin Jusuf Habibie memberitahukan bahwa usulan sebagai pimpinan wadah cendekiawan muslim itu disetujui Presiden Soeharto. Dia juga mengusulkan agar wadah cendekiawan muslim itu diberi nama Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia disingkat ICMI.

Tanggal 7 Desember 1990 merupakan lembaran baru dalam sejarah umat Islam Indonesia di era Orde Baru, secara resmi Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dibentuk di Malang. Saat itu juga secara aklamasi disetujui kepemimpinan tunggal dan terpilih Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama. Dalam sambutannya dia mengatakan bahwa dengan berdirinya ICMI tidak berarti kita hanya memperhatikan umat Islam, tetapi mempunyai komitmen memperbaiki nasib seluruh bangsa Indonesia, karena itu juga merupakan tugas utama. (sumber Wikipedia).

Dari sekelumit sejarah lahirnya ICMI,  jelas bagi kita bahwa kehadiran ICMI dimotori oleh para mahasiswa generasi muda yang gelisah atas persoalan intelektual muslim yang terkesan hanya merupakan kerumunan  bukan barisan dan kehadiran ICMI diharapkan menjadi barisan yang terorganisir untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia intelektual muslim indonesia.

***

Dan lihatlah sejarah masa kini, banyak organisasi yang dulunya diperjuangkan oleh tokoh muda, dalam perjalannya dikerdilkan sendiri dari dalam oleh tokoh-tokoh tua yang bertengger pada pucuk pimpinan. Kondisi ini bukan saja melanda organisasi sosial kemasyarakatan, tetapi juga di partai politik yang sudah menjadi oligarki yaitu  kekuasaan  yg dijalankan oleh beberapa orang yg berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.

Habibie  yang salah satu pendiri dan Ketua Umum pertama ICMI masih menyaksikan sampai saat ini bagaimana ICMI berkiprah. Dalam batin saya berbisik perasaan, jangan-jangan  beliau mungkkin  “menangis”  melihat perjalanan ICMI yang di nakhodai oleh Jimly Asshiddiqie yang sudah menuju tanda-tanda “kehancuran”.

Dalam “tangisan”  beliau sebagai seorang demokrasi sejati mungkin paling hanya bisa bertanya “ mau ke mana engkau pergi Jimly membawa ICMI ini”?. ( maaf ini hanya khayalan saya).

Kenapa ICMI sedang  menuju tanda – tanda “ kehancuran”?.

Mari kita cermati apa yang disampaikan Jimly pada acara pembukaan Silaknas ICMI di Istana Bogor yang dihadiri oleh Habibie dan Presiden Jokowi tanggal 8 Desember 2017 yang lalu. Kita kutip dari berbagai media online,  berbunyi antara lain:

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menyatakan dukungannya kepada Joko Widodo untuk kembali memimpin pada periode 2019-2024.

Hal itu diungkapkan pengurus ICMI disela silaturahmi dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/12/2017).

Jimly mengatakan, dirinya ingin pembangunan yang sudah dijalankan Jokowi terjamin kelanjutannya.

“Dengan tetap senantiasa berpikir kritis, dan konstruktif, ICMI tidak pernah ragu, tidak perlu dan tidak boleh ragu untuk mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo selama sepuluh tahun,” kata Jimly.

Menurutnya, hal ini bukan semata-mata untuk kepentingan orang per orang.

Dukungan diberikan untuk kemajuan bangsa dalam jangka waktu yang panjang, pembangunan.

Jimly menjelaskan, ada proses panjang yang memerlukan estafet kepemimpinan antargenerasi secara berkesinambungan.

Lebih lanjut Jimly memahami bila kepemimpinan bangsa akan pasti tergantikan dalam proses pemilu lima tahunan.

Namun, dirinya tak ingin segala yang sudah dilakukan di pemerintahan sebelumnya justru kembali ke titik nol dengan kepemimpinan baru.

Hal ini berbahaya bagi kemajuan bangsa.

“-Untuk itu, diperlukan pemerintahan yang stabil, pada setiap sepuluh tahunan dengan kepemimpinan yang sungguh-sungguh. Pertama, bekerja nyata untuk rakyat. Kedua, bersikap konsisten. Ketiga, predictable-,” katanya.

***

Secara keseluruhan pernyataan Jimly itu menunjukkan “kegelisahannya”  sebagai Ketua Umum ICMI atas kondisi bangsa ini yang akan terganggu momentum pembangunan yang sudah dilakukan oleh Jokowi jika tidak dilanjutkan sampai dua periode. Jimly juga menyadari bahwa periode Presiden itu 5  tahun sesuai dengan Konstitusi, tetapi karena kepentingan “pembangunan berkelanjutan” menurut pakar hukum tata negara ini disepakati saja supaya rakyat memilih kembali untuk 5 tahun berikutnya pada tahun 2019.

Magna lainnya, Jimly berasumsi atau  berprasangka bahwa saat ini tidak ada figur lain yang mampu melaksanakan/meneruskan  kepemimpinan Presiden Jiokowi, walaupun dari kalangan ICMI sendiri.

Suatu cara berfikir yang sempit, unfair, dan tidak berkarakter kenegarawanan.

Bahkan yang membuat orang tidak habis pikir, yang Jimly katakan bahwa  sekarang ini adalah  “kepemimpinan yang sungguh-sungguh , bekerja nyata untuk rakyat, bersikap konsisten, dan prdictable”.  Suatu ungkapan yang perlu di dukung dengan fakta dan data dimasyarakat terhadap situasi liberalisasi ekonomi, oligarki politik, iklim hubungan sosial masyarakat, konflik sosial, ketidakadilan, kesenjangan ekonomi dan kedalaman kesenjangan. Dan konsisten menambah utang yang sudah mencapai Rp. 1.200 triliun.

Dari sisi organisasi,  sebagai seorang pakar hukum tata negara,  Ketua Umum ICMI Jimly pasti sudah paham dan mengerti betul, bahwa pernyataan yang disampaikan didepan Presiden  Jokowi itu adalah pernyatan strategis dan bersifat politis. Sehingga tidak boleh diputuskan oleh seorang Ketua Umum. ( One man show). Tetapi ada mekanisme organisasi yang diatur dalam AD/ART ICMI. Bukan saja standar moral dan etika organisasi yang ditabrak tetapi juga menyangkut arah haluan dan kebijakan organisasi kedepan. ICMI saya yakin tidak pernah memberikan mandat begitu saja seperti cek kosong yang sesuka hati Jimly untuk diisi apa saja. Apalagi kemudian digadaikan dan dijadikan jaminan pada pihak ketiga.

Bukti nyata  bahwa pernyatan Jimly bukan kebijakan organisasi, diberbagai media cetak dan media sosial, sudah banyak Pengurus ICMI Orwil mulai dari Sumatera sampai ke Sulawesi yang protes dan menyesalkan isi pidato Jimly tersebut, bahkan suasana heboh terjadi dalam forum Silaknas.

Para pengurus Orwil mensinyalir ada agenda tersembunyi Jimly untuk kepentingan pribadi dengan menggunakan kendaraan ICMI. Sebab saat ini memang Pak Jokowi sedang senang-senangnya mencari dukungan politik dari berbagai kalangan  untuk meningkatkan elektabilitasnya dalam Pemilu 2019.

Ada yang mengusulkan agar Jimly mengundurkan diri, Muktamar luar biasa sampai ada yang mengajak demo ke kantor ICMI untuk mendesak Jimly mundur. Saya tidak berpraduga buruk pada Prof Jimly, tetapi anda harus melakukan kraifikasi, clean and clear atas pernyataan anda tersebut. Jika tidak akan menjadi bola panas yang “membakar” kita semua keluarga besar ICMI.

Kita tidak ingin orang tua kita Prof. Habibie terus bersedih. Jangan kita perburuk kondisi fisik dan mentalnya dengan blunder yang dibuat Ketua Umum ICMI. Kita yakinkan beliau bahwa ICMI tetap akan hidup dan jaya sepanjang masa. Kita yakinkan beliau agar di sisa- sisa hidupnya beliau tersenyum memandang  kita semua. Amiin YRA.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.