Putusan MK Tak Mampu Cegah Kotak Kosong

Obsessionnews.com – Putusan MK yang didukung masyarakat hingga memaksa DPR membatalkan pengesahan RUU Pilkada tidak mampu mencegah adanya kotak kosong. Catatan dari KPU, terdapat kotak kosong di 41 daerah yang terdiri atas satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota pada Pilkada Serentak 2024.
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menilai fenomena kotak kosong menjadi ekses dari manuver elite pada tingkat pusat. Situasi yang terjadi sekarang berbeda dari peristiwa calon tunggal pada 2015.
Baca juga: RK Tolak Lawan Kotak Kosong, Siapa Percaya?
“Kalau calon tunggal 2015 dilakukan untuk memberikan akses pencalonan kepada partai. Pasca-2015, calon tunggal disertai motif untuk menutup akses pencalonan oleh partai dengan memborong semua tiket dari lebih 10 partai, sehingga partai-partai tersisa tidak mampu mengusung calon,” kata Titi dalam acara webinar belum lama ini.
Hegemoni pengurus pusat partai menentukan kandidat membuat aspirasi masyarakat daerah terputus. Situasi ini bisa dilihat dari pencalonan Pilgub Jakarta. Imbasnya, muncul gerakan untuk mencoblos semua kandidat.
“Di Jakarta ada Anies Baswedan, dan Ahok. Kok yang dicalonkan lain? Apalagi diimpor dari gubernur provinsi sebelah,” selorohnya.
Lahirnya calon tunggal di 41 daerah direspons masyarakat bukan hanya mencoblos semua kandidat, tetapi mendaftarkan kotak kosong ketika calon tunggal resmi didaftarkan ke KPUD.
“Di daerah-daerah calon tunggal ada gerakan tandingan mendaftarkan kotak kosong setelah calon tunggal didaftarkan. Misalnya di Kota Pangkalpinang, Asahan, Gresik, serta beberapa daerah lain,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menganggap ada dua faktor yang menyebabkan Pilkada Serentak 2024 melahirkan kotak kosong. Salah satunya situasi sosial yang mengakibatkan tidak muncul tokoh yang bisa diusung. Namun parpol juga turut bertanggung jawab karena gagal melakukan kaderisasi melahirkan tokoh.
“Mungkin ke depan ini PR (pekerjaan rumah)-nya partai politik harus lebih banyak membangun atau membina kader-kadernya,” kata dia.
Selain itu, terdapat pula faktor tingginya ongkos politik. “Kalau ada orang yang merasa mampu, mereka selama ini punya ketokohan yang baik, tapi begitu dihadapkan dengan realitas politik pemilu ini mahal, harus menyiapkan sekian besar logistik, ya mereka jadinya enggak siap,” tuturnya.
Presiden Jokowi turut angkat suara menyikapi fenomena kotak kosong. Kepala Negara menilai hal itu sudah menjadi kenyataan demokrasi Indonesia yang tak terhindarkan.
“Memang kenyataannya di lapangan seperti itu. Kotak kosong pun juga ada proses demokrasi,” kata Jokowi. (Antara/Erwin)