Sabtu, 20 April 24

Unsoed Kembangkan ‘Obat Kuat’ Purwoceng

Unsoed Kembangkan ‘Obat Kuat’ Purwoceng
* Purwoceng

Teknologi hidroponik dan greenhouse untuk pengembangan produksi purwoceng dalam rangka mendukung obat unggulan daerah dan mencegah kepunahan di sentra pariwisata Dieng Banjarnegara

Sebelum mengenal purwoceng, orang memakai viagra sebagai obat kuat. Selama ini, viagra cukup populer digunakan sebagai obat disfungsi ereksi bagi kaum pria. Namun, viagra menimbulkan banyak efek samping yang cukup berbahaya, terutama bagi yang memiliki masalah ginjal, penurunan fungsi hati, tekanan darah rendah, stroke dan penderita penyakit jantung.

Purwoceng alias ‘viagra tradisional’ relatif aman untuk dikonsumsi, mengingat tidak adanya efek samping yang terbukti dari tanaman ini. Tanaman purwoceng tumbuh di pegunungan Dieng, Jawa Tengah. Penelitian menunjukkan purwoceng dapat meningkatkan gairah seksual pria. Kebanyakan penelitian tentang purwaceng hanya fokus kepada fungsi purwaceng untuk meningkatkan gairah seksual saja.

Purwaceng relatif aman untuk digunakan, asalkan masih dalam porsi yang tidak berlebihan. Purwaceng atau purwoceng umumnya tersedia dalam bentuk jamu atau dapat juga disajikan dalam bentuk kopi atau susu. Selain itu, terdapat juga ekstrak purwaceng yang tersedia dalam bentuk suplemen kapsul.

Pada umumnya purwoceng lebih dikenal sebagai obat untuk meningkatkan kejantanan pria. Namun, ternyata Purwoceng juga mengandung berbagai manfaat untuk kesehatan. Diantaranya, meningkatkan gairah seksual wanita, mengatasi infeksi jamur, menjaga fungsi saluran kemih, melancarkan peredaran darah,mencegah penyakit hipertensi, pereda nyeri dan demam, mencegah kanker dan tumor, menjaga kesehatan otot, baik untuk kesehatan syaraf, meningkatkan stamina, menyembuhkan pegal linu, dan obat anti masuk angin.

Tim Unsoed Bersama Reviewer Ristekdikti

Budidaya Purwoceng
Alief Einstein Koordinator Sistem Informasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto memaparkan, Unsoed Skema Pengabdian Bagi Masyarakat Hi Link tahun 2017 melakukan transfer teknologi dalam rangka mendukung pengembangan purwoceng di sektor hilir (produksi simplisia, ekstrak, dan suplemen minuman), melalui pengembangan sektor hulu, yaitu teknologi budidaya yang baik, sehat, dan kontinyu.

Budidaya purwoceng di lahan terbuka memiliki kendala faktor iklim yang fluktuatif akibat hujan dan angin. Kondisi ini juga menyebabkan hasil panen purwoceng belum seragam tiap tanaman. Curah hujan yang tinggi di lahan terbuka dengan kuantitas air yang banyak dapat mengakibatkan sebagian atau seluruh tanaman rusak, dan memicu hama dan penyakit tanaman.

Selain itu, setiap tahun di sentra produksi purwoceng mengalami musim kemarau yang dapat menyebabkan cekaman lingkungan dan dapat berdampak negatif bagi tanaman purwoceng. Oleh karena itu perlu upaya untuk pengembangan tanaman purwoceng sekaligus mendukung pariwisata daerah Banjarnegara.

Upaya peningkatan produksi purwoceng di Sentra Banjarnegara dilakukan melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat Hi-Link (Kemenristekdikti) antara Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dan Kelompok Tani Grend Potato. Program Hi-Link ini mendorong produksi purwoceng secara terencana, terkendali, bebas pestisida dan memperhatikan konservasi lahan.

Produsen/sentra-sentra produksi purwoceng akan tumbuh dengan adanya transfer teknologi dari Universitas Jenderal Soedirman, rancang bangun greenhouse terkendali untuk iklim tropika basah seperti Indonesia, konservasi lahan akan mendorong kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pengusahaan purwoceng dalam rangka mengurangi status kepunahan purwoceng.

Dr Eni Sumarni dan Kemasan Purwoceng siap saji

Pengembangan Purwoceng
Berdasarkan penelusuran data, Indonesia memiliki ketergantungan yang besar terhadap obat impor, sehingga perlu alternatif substitusi produk dalam negeri. Produk ekstrak herbal seperti ginseng memiliki pasar terbesar di dunia.

Berdasarkan klaim terhadap khasiat yang dimiliki, prospek pengembangan serta trend investasi ke depan, dipilih komoditas tanaman obat potensial yaitu purwoceng.

Purwoceng dapat dikembangkan untuk komplemen dan substitusi ginseng impor. Namun, purwoceng memiliki permasalahan, yaitu status kelangkaan (endangered species).

Saat ini purwoceng ± 90% digunakan untuk keperluan domestik, sedangkan penggunaan untuk industri farmasi masih terbatas. Industri jamu kekurangan bahan baku dan beralih ke ginseng impor.

Tim pengabdi dari Unsoed yang diketuai Dr Eni Sumarni STP MSi (bidang keahlian Teknologi Pertanian) dan anggota tim Dr Ir Noor Farid MSi (bidang keahlian Pemuliaan dan Bioteknologi), Hanif Nasiatul Baroroh S.Farm Apt,MSc (bidang keahlian Farmasi). dan Prof Ir Loekas Soesanto MS PhD (bidang keahlian Hama dan Penyakit Tumbuhan). melalui skema pengabdian Hi Link Kementrian Ristekdikti melakukan pengabdian kepada masyarakat dengan membina kelompok tani purwoceng serta bermitra dengan Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara untuk membantu peningkatan produksi purwoceng dan olahanya.

Dari penelusuran data, Eni Sumarni memaparkan, populasi purwoceng saat ini sudah langka karena mengalami erosi genetik secara besar-besaran. Kondisi tersebut terutama disebabkan oleh kegiatan eksploitasi berlebihan tanpa upaya konservasi. Perusahaan obat tradisional (jamu) sebagian besar memanen purwoceng secara langsung dari habitatnya tanpa usaha peremajaan.

Bahan utama tanaman purwoceng yang dipanen adalah akarnya, maka tindakan pemanenan secara otomatis merusak tanaman secara keseluruhan. Permasalahan lain adalah mahalnya harga bibit purwoceng yang mencapai Rp4.000 – Rp10.000 per batang, bahkan harga benih dapat mencapai jutaan rupiah setiap ons.

Atasi Permintaan
Fluktuasi produksi tanaman obat purwoceng menjadi salah satu kendala pemenuhan permintaan. Oleh karena itu itu perlu penerapan teknik budidaya yang baik dan pengembangan sentra produksi purwoceng dalam rangka peningkatan produksi dan alternatif substitusi produk untuk mengurangi ketergantungan yang besar terhadap obat impor.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan penanaman yang terkontrol di dalam greenhouse. Sampai mulai 40 Hari setelah tanam nampak perbedaan pertumbuhan antara tanaman yang dikontrol di dalam greenhouse dengan purwoceng yang ditanam di luar greenhouse. Teknik irigasi yang diberikan di dalam greenhouse menggunakan irigasi drip.

Irigasi tetes adalah metode pemberian air pada tanaman secara langsung, baik pada areal perakaran tanaman maupun pada permukaan tanah melalui tetesan secara kontinu dan perlahan. Efisiensi penggunaan air dengan sistem irigasi tetes dapat mencapai 80%.

Nutrient Film Tehnique (NFT) merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh di dalam larutan nutrisi sangat dangkal yang membentuk lapisan tipis nutrisi (nutrient film) dan tersirkulasi.

Dengan demikian, tanaman dapat memperoleh unsur hara, air, dan oksigen yang cukup. Beberapa keuntungan sistem aeroponik dan NFT yaitu kemudahan panen (akar dapat dipanen sesuai ukuran dan dapat dilihat melalui slab/talang), kontrol nutrisi, efisien dalam penggunaan lahan sehingga menguntungkan.

Teknologi greenhouse dan penanaman secara irigasi drip dan NFT menghasilkan sayuran yang bebas pestisida setelah diuji di Laboratorium Sucofindo (Sumarni, 2015) dan untuk purwoceng tahun 2017.

Dari hasil tersebut maka pengembangan sentra produksi purwoceng dengan aplikasi irigasi drip dan NFT melalui program Hi-Link dapat mendukung ketersediaan obat unggulan daerah dan mencegah kepunahan di sentra pariwisata Dieng Banjarnegara.

Pegunungan Dieng. (dzofar)

Irigasi
Penggunaan greenhouse dengan irigasi tetes telah berhasil untuk budidaya kembang kol dan sayuran lainya dengan hasil panen mencapai tanaman 58 g/tanaman. Irigasi drip juga telah diaplikasikan pada stroberi dan bunga krisan, selada, bawang putih, tomat, jagung, dan penggunaanya terus meningkat di Amerika Serikat.

Irigasi drip juga dianjurkan dan telah diaplikasikan untuk tanaman lavender, tanaman purwoceng di dataran medium karena dapat membantu pengendalian gulma.

Dr Eni Sumarni dan tim masih terus melakukan monitoring terhadap transfer teknologi yang dilakukan, semoga kedepannya teknologi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan petani purwoceng khususnya.

Rencana kegiatan tahun selanjutnya adalah penyempurnaan olahan purwoceng, kemasan purwoceng dan diversifikasi produk purwoceng. Produk purwoceng berupa minuman, keripik daun purwoceng. Produk khas purwoceng dengan campuran sidat merupakan produk untuk stamina dan vitalitas pria.

Produk ini juga mendapatkan perhatian dalam program pengabdian ini, yaitu untuk label komposisi atau kandungan secara jelasnya dan selanjutnya perlu dilakukan pendaftaran sertifikasi halal dalam rangka persiapan pemasaran dan juga perbaikan kemasan agar berdaya saing.

Produk purwoceng perlu ditingkatkan lagi, yaitu penambahan varian rasa untuk produk minuman, seperti purwoceng rasa stroberi, vanilla, atau coco pandan.

Menurut Dr Eni Sumarni, kandungan Purwoceng, di antaranya ada saponin, alkaloid, tonik (untuk stamina), dan afrodisiak bisa melancarkan air seni (deuretik). Purwoceng yang dijual umum masih banyak campuran, sehingga efek viagranya masih kurang.

Selain itu, lanjutnya, untuk mendapatkan efek viagra – purwoceng murni dicampur sidat. Beberapa rekan Eni Sumarni sudah mencoba produk (purwoceng murni dicampur sidat) ada khasiat ke arah Viagra. “Bila ingin membeli untuk mengetahui produk kami, bisa order atau beli dulu ke petani,” tandas Eni Sumarni. (Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.