
Jarum jam bergerak perlahan ke angka dua. Terik siang kian menyengat membuat siapapun sungkan keluar rumah. Tidak demikian dengan warga Semarang. Mereka rela berjubel di depan Masjid Kauman, Semarang. Saling sikut tak terelakkan demi berebut kue “Ganjel Rel”, khas Dugderan. Bukan sekedar kue biasa, tapi sebuah panganan yang konon membawa berkah.

Semarang, Obsessionnews – Inilah puncak acara Dugderan, tradisi turun-temurun semenjak jaman Bupati Semarang, Aryo Purbaningrat. Tabuhan bedug oleh Walikota Semarang, Hendrar Prihadi menjadi pertanda masuknya bulan Ramadhan. Disusul letusan petasan dari atap masjid melengkapi karnaval Dugderan yang berlangsung sejak, Senin kemarin.
Hendi – Panggilan akrab Walikota – menyatakan sangat bersyukur, Kota Semarang masih dapat meneruskan Dugderan walaupun sempat mengalami musibah kebakaran. Pagelaran kali ini digelar secara sederhana untuk menghormati para pedagang pasar Johar yang masih berbenah.
“Tapi makna dari tradisi dugderan adalah bagaimana kita seluruh warga Semarang siap-siap untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan yang penuh berkah ini,” jelasnya usai melakukan sambutan, Selasa (16/6/2015).
Ritual inti dari festival Dugderan adalah penabuhan bedug yang dilanjutkan dengan pembagian kue Ganjel Rel kepada warga. Sebelumnya, arak-arakan ribuan siswa se-Kota Semarang kembali memeriahkan jalanan. Mereka mulai berkumpul di Masjid Agung Kauman pada pukul 12:00 WIB menuju Balai Kota dan kembali lagi ke Masjid. Prosesi tersebut sebagai bentuk napak tilas perjalanan Bupati Aryo Purbaningrat.

Beratus-ratus bunga Manggar seketika membuat jalan pemuda layaknya taman bunga raksasa. Kostum menarik dan tarian atraktif mampu merubah suasana siang menjadi bersemangat. Belum lagi sajian replika Warak Ngendhog – Binatang mitologi campuran Naga, Kambing yang bertelur – menarik minat masyarakat untuk betah berlama-lama.
Hingga akhirnya sekitar jam setengah empat sore, panitia membagikan kue Ganjel Rel dan air putih yang telah dibacakan Al Qur’an sebanyak 30 juz. Ketua Yayasan Masjid Agung Semarang, Khamad Maksum menjelaskan, pembacaan Al Qur’an dilakukan oleh seluruh imam masjid agung se-Semarang. Diharapkan dengan dibacakannya ayat suci mampu memberikan berkah kepada barangsiapa yang memakannya.

Ganjel Rel, lanjut Khamad, memiliki arti dan sejarah tersendiri. Di masa lalu, ketika takmir masjid Kauman selesai menentukan hilal, mereka menyajikan kue Ganjel Rel untuk mengganjal perut sampai sahur tiba. “Pengertian lainnya, Ganjel sebagai ungkapan supaya menjelang puasa hatinya tidak mengganjal dan rela,” terang pria bertubuh tambun ini.
Sedangkan kata “Rel” berasal dari bentuk kue yang memang terlihat layaknya bantalan rel kereta api. Kue Ganjel Rel hanya muncul saat prosesi Dugderan saja. Dulunya, kue ini dibuat secara konvensional tanpa menggunakan peralatan mesin. “Karena belajar dari tahun sebelumnya banyak yang datang, maka sekarang dibuat secara massal dengan oven,”imbuhnya lagi.

Masyarakat langsung menyerbu panggung rakyat di depan Masjid. Tua muda saling berdesak-desakan untuk mengambil jatah kue. Ada yang berteriak karena terjepit, ada pula yang kegirangan karena mendapat kue lebih dari satu. Animo warga memang sangat tinggi saat pembagian kue Ganjel Rel.
Bahkan Jumilah, warga asal Sukoharjo, Kota Solo rela datang jauh-jauh demi kue berwarna coklat dan bertaburkan mijen ini. Dirinya rutin setiap tahun menghadiri acara Dugderan karena berharap doa serta keberkahan selama bulan puasa. “Katanya kue ini dibacain khafid Al Qur’an. Jadi saya mau coba makan kue ini biar dapat kesehatan,” tuturnya tersenyum. (Yusuf IH)

