
Bandung, Obsessionnews – Guru besar hukum tatanegara Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Prof Dr Asep Warlan Yusuf SH MH menegaskan, rencana pembangunan gedung baru DPR RI harus melalui pengkajian mendalam. Yakni, perlu dipastikan apakah anggaran untuk pembangunan gedung tersebut sudah masuk APBN atau belum.
“Harus dilihat apakah pembangunan tersebut prioritas atau tidak, sehingga walaupun bagaimana harus masuk kedalam APBN tidak bisa mendadak,” tandasnya, Selasa (2/4/2015).
“Kalaupun ada persetujuan Presiden secara lisan, belum dapat menggambarkan keharusan dibangun. Namun tetap harus menjadi kajian terlebih dahulu, apakah sudah dikaji anggarannya ataupun kajian lainnya. Sudahkah saatnya pembangunan gedung baru itu dibangun, itu semua harus ada kajian,” tambahnya.
Asep menuturkan, parlemen (DPR) yang bagus harus memiliki sumber daya manusia yang bagus dan berkualitas, manajemen transparan tidak korupsi, kolusi dan nepotisme, terbuka dengan informasi publik, teknologi serta finansial yang baik. “Skala prioritas harus didahulukan, sesuai dengan kajian yang harus dilakukan,” paparnya.
Ia menambahkan, modern bukan berarti kemewahan gedung, namun patut, layak, tidak subyektif dan sustansinya selalu mendahulukan skala prioritas dan melihat keadaan masyarakat yang saat ini tengah terjadi.
“Bila DPR sudah berpikiran jangka panjang, maka harus dapat menampung para tenaga ahli di dalam penelitian tersebut, kalau memang itu tujuannya, maka tetap harus melalui pengkajian,” tegasnya.
Tunjukkan Prestasi Parlemen
Asep menjelaskan, di Amerika memang ada staf ahli sebanyak 19 ribu untuk parlemen. Dua hal yang penting adalah tunjukkan prestasi parlemen, tentang undang-undang, pengawasan dan budgeting yang bagus. Hal itu akan terjadi apabila sumber daya manusianya pun bagus. “Apabila sudah dilakukan pengkajian silakan jangan mengganggu anggaran lain yang diprioritaskan untuk rakyat,” tuturnya.
Ia mengingatkan, jangan sampai dibangun gedung komputer nantinya dipakai untuk games, perpustakaan dibiarkan berdebu. “Ada urgensinya tidak perpustakaan yang akan dibangun tersebut, apakah perpustakaan saat ini belum memadai, apakah ada anggaran untuk itu sementara saat ini masyarakat menjerit. Ada anggaran untuk pegawai, untuk pembangunan dan tidak mengambil dari hak rakyat,” jelasnya.
Menurut Asep, harus ada pendekatan pengalaman dan fakta untuk mengetahui kinerja parlemen apabila gedung tersebut jadi dibangun, yang sekarang saja belum dimanfaatkan dengan baik, termasuk IT, tenaga ahlinya juga harus ada. “Intinya kepatutan dan kelayakan harus dikedepankan jangan sampai ada anggaran yang digunakan selain peruntukannya,” paparnya.
Ditegaskan pula, untuk dapat meyakinkan rakyat dilihat dari APBN itu sudah ada atau belum tentang anggaran pembangunan gedung tersebut. “Kalau belum masuk maka masih wacana, kalau sudah ada berarti tetap dikaji aspek prioritas atau bertahap saja, proyek pembangunan tersebut sudah ada jaman sebelumnya, sekarang muncul lagi,” terangnya.
“Kalau tidak wajar tunda saja, cukup dengan perpustakaan di kampus atau di tempat lain. Prosesnya harus betul dan intens, didayagunakan atau tidak, hasilnya harus baik,” imbau Asep.
“Apa jaminan terhadap rakyat, maka apabila tidak dapat digunakan maka jangan dipilih lagi, sehingga media juga harus mampu mensosialisasikan hal tersebut untuk dapat mengawasi kinerja dewan atas fasilitas gedung tersebut. Nilai moral harus tampak pada diri seorang parlemen sebagai pemegang amanat rakyat, satu sisi adalah negarawan, satu sisi juga harus menjalankan amanat rakyat,” tuturnya pula. (Dudy Supriyadi)