Rabu, 24 April 24

Presiden Harus Berani Bongkar RAPBN 2105, Banyak Jebakan dan ‘Bom Waktu’

Presiden Harus Berani Bongkar RAPBN 2105, Banyak Jebakan dan ‘Bom Waktu’

Jakarta – Presiden RI ke depan harus berani membongkar RAPBN 2015 yang diajukan pemerintah sekarang. Harus ada kebijakan terobosan untuk menyiasati banyaknya jebakan yang bisa menjadi ‘bom waktu’.

“RAPBN 2015 menunjukkan, di akhir pemerintahannya, tim ekonomi Presiden SBY sama sekali tidak bisa membaca keadaan. Mereka sepertinya tidak mampu melihat adanya dua tantangan startegis yang bakal dihadapi pemerintah berikutnya,” ujar ekonom senior Rizal Ramli pada diskusi bertema “Membedah RAPBN 2015” yang digelar di Pressroom DPR RI, Senayan, Kamis (21/8/2014).

Selain Rizal Ramli, diskusi rutin yang diselenggarakan wartawan unit DPR itu juga menghadirkan Anggota DPR RI Fraksi PDI-P, Prof Hendrawan Supratikno dan pengamat ekonomi John Riyadi. Diskusi kali ini mengambil tema “Membedah RAPBN 2015.”

“Jika pemerintah ke depan canggih, saya yakin ekonomi bisa tumbuh 7%. Tahun berikutnya naik lagi jadi 9%. Pada tahun ketiga kita bisa tumbuh dua dijit. Saat itulah Indonesia akan terbang, rakyatnya hidup sejahtera dan disegani,” kata Rizal Ramli yang juga Menteri Keuangan era Presiden Gus Dur.

Menurut Rizal Ramli, bukti dari ketidakmampuan tim ekonomi pemerintah sekarang dalam membaca tantangan bangsa adalah RAPBN 2015 disusun tanpa ruang gerak fiskal berarti. RAPBN juga tidak mampu memberi stimulus, dan sama sekali tidak ada terobosan yang berarti. Mereka menyikapi tantangan ke depan seperti business as usual. Ini adalah bom waktu yang sangat berbahaya.

“Siapa pun presidennya, harus berani membongkar RAPBN 2015. Sebab, kalau APBN itu dilaksanakan, dipastikan tidak akan ada perubahan berarti. Tahun depan ekonomi hanya akan tumbuh sekitar 5-5,5%. Rakyat akan kecewa dan mungkin malah jadi marah,” ungkap Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini.

Sehubungan dengan itu, dia menyarankan, agar pemerintah ke depan berani membuat terobosan dan inisiatif dalam kebijakan ekonominya. Untuk itu, RAPBN 2015 harus dibongkar dan diperbaiki postur penganggarannya.

“Pos-pos seperti subsidi listrik dan BBM, harus benar-benar dibedah. Apakah benar solusi menyelamatkan APBN adalah dengan memangkas subsidi yang pasti memberatkan rakyat. Saya yakin, yang terjadi adalah inefesiensi, KKN, dan salah manajemen. Pemerintah harus cerdas, jangan selalu mengambil langkah gampang dengan menaikkan harga. Itu tidak kreatif. Kalau menyusun anggaran hanya begitu caranya, cukup anak kuliah semester 1 juga bisa,” kilahnya diiringi derai tawa peserta diskusi.

Hal senada juga disampaikan Hendrawan. Menurut dia, RAPBN yang disodorkan pemerintahan SBY di masa akhir ini sama sekali tidak memberi ruang gerak di bidang fiskal. Begitu ketatnya, lanjut dia, hingga jika pemerintah bermaksud mencari utang baru, maka plafonnya maksimal hanya Rp20 triliun.

“Saya menyebutnya RAPBN kali ini benar-benar buruk, bahkan yang terburuk dalam sejarah kita. APBN miskin stimulus dan miskin terobosan. Seperti kata bang Rizal, tanpa kebijakan terobosan, presiden bisa mati berdiri,” tukasnya.

Hendrawan menjelaskan, setelah APBN disampaikan pemerintah, Fraksi PDIP di DPR setiap Selasa berkumpul untuk menyiasati agar bisa menjadi pendorong perekonomian. “Apa yang disampaikan senior dan mentor saya, bang Rizal Ramli, sudah sangat tepat. Bisa dikatakan masukan-masukan tadi seperti setengah jadi. Tinggal dirapikan dan dieksekusi,” ungkapnya.

RAPBN 2015 Sangat Berat
Anggota Komisi VI DPR Prof Hendrawan Supratikno mengakui jika RAPBN 2015 itu akan sangat berat bagi pemerintahan mendatang, siapa pun presidennya. Karena itu, Fraksi PDIP DPR RI setiap hari Selasa sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan RAPBN di depan paripurna DPR RI, mencoba untuk mebongkar dan mengkritisi RAPBN tersebut.

“RAPBN 2014 yang telah dibacakan oleh Presiden SBY di DPR RI memberatkan pemerintah ke depan, siapapun presidennya. Kalau pidato memang bagus, tapi setelah kita kritisi banyak terjadi defisit. dari defisit utang luar negeri, transaksi pembayaran, dan neraca perdagangan,” tegas Politisi PDIP.

Menurut Hendrawan, kalau dari tiga defisit akan ditambah satu lagi defisit, maka Indonesia akan memasuki krisis. “Kalau itu terjadi, maka akan seperti Yugoslavia, yang terpecah-belah sebelum krisis terjadi. Apalagi, indikator krisis itu ditandai dengan terus melemahnya rupiah terhadap dollar AS,” paparnya.

Hendrawan membandingkan ketika SBY pertama memerintah pada tahun 2004 eksplorasi-lifting minyak 1,07 juta barel, tapi pada 2015 ini tinggal 0,85 juta barel. Nilai tukar rupiah Rp 8.200 (2004),- tapi tahun 2015 menjadi Rp 11.900,-, setimulus ekonomi 18,6 % (2004) menjadi 18 % (2015) dan lain-lain. “Jadi, terjadi penurunan dalam semua indikasi ekonomi,” ujarnya.

Karena itu lanjut Hendrawan, FPDIP terus mencermati untuk menyiasati RAPBN 2015 agar sejalan dengan cita-cita Kemerdekaan RI. “Kunci perekonomian itu ada pada APBN dan BUMN. kalau, APBN dan BUMN mandul, maka akan mundur negara ini, karena tak ada pertumbuhan ekonomi. Apalagi devisa kita tinggal Rp 20 triliun. Untuk itu, bagaimana revolusi mental itu akan menjadi revolusi neraca,” pungkasnya.

Sementara itu, John Riyadi mengakui jika dilihat secara umum dari luar, perekonomian Indonesia baik dan stabil. Tapi, dalam perkembangan belakangan,  banyak hal-hal yang harus dicermati, karena indikator pertumbuhan ekonomi 2014 terus makin melemah. “Pertumbuhan yang semula ditargetkan 7 % menjadi 5,1 %. Indikator ini cukup berbahaya dan bisa menimbulkan gejolak,” kata putra James Riyadi. (Ars)

 

Related posts