Jumat, 26 April 24

Presiden Dilarang Tampil Seolah-olah Bawahan Parpol

Presiden Dilarang Tampil Seolah-olah Bawahan Parpol

Jakarta, Obsessionnews – Sejumlah tokoh dan aktivis lintas bidang berdiskusi serius bicarakan khusus gonjang ganjing pengelolaan negara sekarang ini. “Ada beberapa catatan serius,” papar mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI La Ode Ida yang juga mantan aktivis dalam dialog yang digelar di Jakarta tersebut, Kamis (19/2/2015).

Pertama, jelasnya, Presiden Jokowi tidak boleh lagi tampil seolah-olah bawahan Pimpinan Parpol. “Selama ini tampak dari luar, utamanya terkait degan BG dan konfliknya lawan KPK, Jokowi tergiring dalam kendali Parpol tertentu. Padahal sebagai Presiden, kendati harus tetap bangunan kedekatan degan tiap parpol, namun atasan beliau adalah konstitusi dan UU yang berlaku,” bebernya.

Kedua, lanjut La Ode, dikuatirkan KPK akan lumpuh sama seperti halnya KPKPN dibubarkan oleh suatu rezim pemerintah yang lalu. “Dikuatirkan jagan sampai KPK dihabisi karena dianggap sebagai ancaman dan penghalang oleh para pejabat dan politisi untuk perkaya dalam pemerintahan sekarang,” ungkapnya pula.

Menurut La Ode, dikriminalkannya BW dan AS oleh pihak Polri merupakan wujud nyata pelumpuhan KPK itu, karena bagaimana pun selama ini kedua figur tersebut  (termasuk  didalamnya Busyro Muqodas) merupakan simbol kekuatan dari KPK yang sangat bertaring.

Ketiga, sambung dia, kemenangan pihak Polri dalam ‘menghancurkan’ KPK bukan mustahil bias jadikan polisi akan begitu arogan dan sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya, sehingga siapa pun yang tidak disenanginya akan degan mudah dikriminalisasi.

“Menurut kondisi seperti ini merupakan wujud arogansi kekuasaan yang bisa sangat otoriter lebih dari pada orde baru. Jika Presiden Jokowi akan terbawah arus kepentingan politik pihak Parpol yang bersama dengan polisi, maka penegakan hukum akan sewenang-wenang,” tuturnya.

Keempat, lanjutnya, dengan dikriminalkannya AS, dijatuhkan dari posisinya di KPK, bisa jadi merupakan isyarat “penghabisan secara sistematis” figur-figur utama dari Kawasan Timur Indonesia — bagian dari penyingkiran dengan hanya berdasarkan kepentingan politik yang pro pada oknum-oknum yang bermasalah yang memperoleh ruang dari parpol dan kekuasaan di tingkat nasional.

“Kondisi ini bukan mustahil akan memunculkan sentimen komunitas kawasan terhadap parpol dan
kekuasaan di negeri ini. Kelima, republik ini fenomenanya sedang berjudi tentang nasib rakyat,” tandas La Ode di depan para ektivis. (Asma)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.