
Imar
Jakarta– Pernyataan Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Mustafa Bin Ibrahim al-Mubarak yang mengatakan kekerasan yang terjadi pada tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia di Arab Saudi dibesar-besarkan oleh media menuai kecaman anggota Komisi IX DPR RI Poempida Hidayatulloh. Poempida menilai hal itu sebagai bentuk pengkambinghitaman terhadap media.
“Media selama ini memberitakan fakta yang terjadi di lapangan, dan awak media bekerja dengan mengedepankan kode etik
jurnalistik yang berlaku. Dubes jangan kambinghitamkan media dong!,” tegasnya, Jakarta, Kamis (25/4/2013).
Sebelumnya diberitakan di beberapa media, Mustafa Bin Ibrahim al-Mubarak mengatakan sebenarnya kasus kekerasan yang terjadi pada tenaga kerja sebagai masalah kecil, tetapi media massa terlalu membesar-besarkan.
Akibatnya terjadi pembentukan opini dari masyarakat dan mereka mulai marah akibat opini yang dibentuk tersebut. Meskipun diakui adanya tindakan kekerasan terhadap para TKI oleh warga Arab Saudi, tetapi di negara tersebut ada pengadilan
dan ada polisi yang telah menanganinya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Poempida mengatakan kalau pemerintah merasa dirugikan oleh media yang selama ini
membesar-besarkan permasalahan TKW, seharusnya Pemerintah melakukan mekanisme
klarifikasi pemberitaan, misalnya melalui hak jawab terhadap media terkait, atau mengadukan ke Dewan Pers.
“Jika pemerintah merasa dirugikan
pemberitaan media, seharusnya ikuti mekanisme yang ada dalam UU Pers,”
ujarnya.
Berkaitan dengan permasalahan TKI, kata Poempida dikarenakan lemahnya perlindungan pemerintah terhadap TKI selama ini.
Karena itu dibutuhkan pengawasan yang luar biasa untuk melindungi
TKI/WNI di luar negeri.
“Satgas TKI yang dibentuk pemerintah juga belum memberikan solusi konkrit dalam perlindungan TKI di luar negeri,”kritiknya.
Sebagai fungsi pengawasan, kami
mengusulkan untuk dibentuk Tim Pengawas Perlindungan TKI di Luar Negeri agar permasalahan yang merugikan TKI tidak berlangsung terus menerus dan
berlarut-larut.
“Pembentukan Timwas ini juga harus bekerja sejalan dengan Pansus RUU Perlindungan Pekerja di Luar Negeri,” katanya.
Politisi Partai Golkar ini juga mengkritik sikap pemerintah RI yang sangat lemah merespon permasalahan WNI. Jika kebijakan
politik luar negeri Indonesia lemah dan tidak bersikap dengan melakukan tindakan tegas, maka
dikhawatirkan akan terjadi anarkisme balik di Indonesia.
“Kepada seluruh elemen pemerintahan RI harus juga bertindak, jangan hanya membuat statemen yang bersifat menenangkan dan berupa wacana belaka atau justru menyalahkan pihak tertentu,” terangnya.
Jika pemerintah tidak bertindak sesegera mungkin, maka hampir dapat dipastikan trend kekerasan terhadap TKI/WNI akan terus terjadi.
“Kredibilitas pemerintah akan semakin dipertanyakan jika tidak segera melakukan tindakan tegas untuk melindungi TKI/WNI,” katanya.
Sementara peneliti For Migran, Jamal
menilai pernyataan Dubes Arab Saudi untuk Indonesia Mustafa Bin Ibrahim
al-Mubarak sebagai bentuk pelecehan terhadap buruh migran Indonesia.
Dubes Arab Saudi tidak berpikir bahwa buruh migran disiksa atau dianiaya sama saja dengan menginjak harga diri bangsa.
“Dubes tidak mempunyai sensitifitas
terhadap persoalan buruh migran, karena itu dia seharusnya dipulangkan dan dicopot dari jabatannya karena gagal melindungi buruh migran di Arab Saudi,”
tegasnya. (IMR)