Jakarta, Obsessionnews.com – Masa kampanye Pemilu 2019 dinilai masih membuka ruang terjadinya praktik politik uang. Hal itu dipicu oleh pola kampanye yang tidak tepat. Para calon anggota legislatif lebih mengutamakan pendekatan personal seperti mendatangi satu per satu rumah pemilih daripada mengumpulkan massa.
“Dalam konteks pertemuan tatap muka yang sistemnya door to door, lalu kemudian pertemuan terbatas, tetapi intensitas praktik politik uang pasti meninggi menjelang masa akhir kampanye dan masa tenang,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Selasa (25/9/2018).
Titi mengatakan interaksi para caleg dengan pemilih di ruang tertutup dan di akhir masa kampanye dilakukan untuk membangun ingatan komitmen final para pemilih melalui politik transaksional.
“Potensi politik uang sebelum akhir masa kampanye, godaan praktik politik uang akan muncul dalam blususkan-blusukan, karena merasa perlu memberikan sesuatu tetapi di luar dibolehkan,” sambung Titi.
Menurut Titi, praktik politik uang cerminan bentuk dari ketidak percayaan diri para caleg terhadap hubungan yang sudah dibangun dengan para konstituen atau pemilih. Selain itu, praktik politik uang juga mencerminkan ketidakpercayaan pada sistem pengawasan, pencegahan, dan penegakan hukum yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu serta aparat penegak hukum.
“Politik uang merefleksi ketidakyakinan bahwa terjadi penegakan, pencegahan, dan pengawasan yang baik terhadap praktik politik uang, makanya terus terjadi,” kata Titi. (Has)