
Jakarta, Obsessionnews.com – Nasib naas menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Wajah perwira polisi yang dikenal jujur ini disiram air keras oleh seseorang tak dikenal di dekat masjid di sekitar rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (11/4/2017) pukul 05.10 WIB.
Setelah melakukan tindakan kekerasan, pelaku mengambil jurus langkah seribu. Sementara Novel dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, untuk menjalani perawatan intensif.

Pengamat politik Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap mengatakan, sejarah Novel bekerja di KPK sarat dengan kekerasan, antara lain kekerasan psikologis, kekerasan polisional, kekerasan administrative, dan bahkan kekerasan fisik.
“Sebagai penyidik senior di KPK, tentu banyak koruptor atau pendukung koruptor yang tidak suka pada Novel. Dia sendiri terkesan tak terpengaruh terhadap berbagai kekerasan dan ketidaksukaan koruptor. Tetap bekerja keras dan profesional mengurus penyidikan terhadap siapa pun, termasuk kader-kader parpol berkuasa terkait kasus dugaan korupsi,” kata Muchtar ketika dihubungi Obsessionnews.com, Selasa (11/4).
Tindakan kekerasan, lanjutnya, boleh juga dinilai kejahatan, terhadap Novel hanya dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa pihak-pihak yang diduga koruptor sedang disidik Novel berupaya menghentikan pekerjaan penyidikan atas diri mereka. Tentu dengan maksud agar Novel berhenti meneruskan penyidikan yang sedang berlangsung.
Menurut Muchtar, tindakan kekerasan terhadap Novel merupakan tindakan kekuatan raksasa dalam politik Indonesia yang tidak mau mengalami penurunan atau kemerosotan legitimasi politik untuk Pilpres 2019. Kekerasan fisik ini merupakan salah satu riak dari gelombang pertarungan kekuasaan dua kekuatan raksasa.
“Saya menduga, tindakan kekerasan ini berkaitan dengan kegiatan Novel mengurus pengungkapan kasus spektakuler korupsi E-KTP oleh sejumlah anggota DPR dan kader parpol besar. Ada pemikiran kasus kekerasan terhadap Novel untuk mengalihkan isu terdakwa dugaan penistaan agama Islam, Ahok, hari ini di pengadilan, kurang masuk akal,” tandasnya.
Publik tentu ingin tahu apa motif pelaku kekerasan itu. Tetapi, Muchtar kurang percaya kalau pelakunya orang sipil biasa. Alasannya, untuk masuk ke kompleks perumahan Kelapa Gading, lokasi rumah Novel, harus melalui satpam dan meninggalkan kartu pengenal diri.
“Bagaimana bisa orang sipil, apalagi dua orang, melewati pos keamanan di pintu masuk. Sulit bagi orang sipil awam bisa keluar masuk kompleks tanpa berhubungan dengan petugas keamanan kompleks. Selain itu untuk melakukan kekerasan terhadap seorang perwira polisi seperti Novel membutuhkan keberanian atau nyali. Sangat sulit ditemukan orang sipil terbebas latihan kekerasan mampu melaksanakan kekerasan terhadap seorang perwira polisi,” tegas mantan aktivis mahasiswa 1977-1978 ini.
Muchtar berpendapat kekerasan fisik semacam ini akan terus berlaku bagi penyidik KPK jika tidak mau disogok atau mengikuti kehendak kelompok koruptor.
“Untuk ke depan, sebaiknya orang-orang seperti Novel ini yang sedang menangani kasus korupsi besar yang melibatkan kekuatan raksasa dan kartel politik, perlu diproteksi dengan pengawal pribadi resmi dari KPK,” pungkasnya. (arh)
Baca Juga:
Novel Disiram Air Keras oleh OTK, Ini Kronologisnya
Pemuda Muhammadiyah Desak Polisi Tangkap Pelaku Kekerasan Terhadap Novel
Kejagung Masih Mengkaji Kasus Novel Baswedan