
Semarang, Obsessionnews – Panas terik tak menyurutkan semangat. Panji-panji dikibarkan, pertanda harapan sekaligus kecemasan kasus yang menimpa wilayah pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang. Sebagian dari mereka menggunakan payung bertuliskan semen Indonesia – simbol dukungan pendirian pabrik semen oleh P.T. Semen Indonesia. Sebagian lain, dengan jumlah lebih besar berjalan bersama mahasiswa, berorasi mengumandangkan aspirasi. Tak sudi bila tanah mereka diambil.
Inilah potret aksi demonstrasi yang dilakukan kedua belah pihak yakni warga pro dan kontra pembangunan pabrik semen. Kamis, (16/4) menjadi hari bersejarah karena hari ini gugatan S.K. Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/17 terkait Izin Lingkungan kegiatan pertambangan P.T. Semen Indonesia akan diputuskan.
Kedua massa berkumpul di pelataran Pengadilan Tata Usaha Negara sejak pagi, sekitar pukul 09:00 waktu setempat. Namun pihak kepolisian sudah mengantisipasi dengan menurunkan berbagai unit. Mulai dari bintara hingga Pelopor Brimob Semarang pun ikut ambil andil. Para aparat penegak hukum itu hadir sedari pukul 08:00 WIB.
Pantauan obsessionnews.com, puluhan massa kubu pro datang terlebih dahulu. Mereka menutup jalan Abdurrahman Saleh sembari membentangkan spanduk mendukung pembangunan pabrik. Dalam orasinya, mereka berharap agar putusan pengadilan memenangkan pihak pemerintah. “Kami ingin warga Rembang tetap damai, kita ingin wilayah Rembang maju!” teriak salah satu orator dengan lantang. Yang menarik tentu saja atribut mereka berlogokan P.T. Semen Indonesia. Sampai-sampai payung yang mereka bawa seakan “Pemberian” dari pabrik semen besar tersebut.
Selang dua jam kemudian, sekitar pukul 11:30 dari arah barat muncul “seekor” naga didampingi ratusan orang. Mereka adalah para warga yang menolak pertambangan semen. Arak-arakan naga sebagai simbol pengingat petinggi negara agar tidak terlena hatinya. “Jadi jangan kaget kalau gunung Kendeng nesu (marah), ibarat nagane nesu!” seru orator massa. Peserta demonstran di dampingi puluhan mahasiswa dari Undip, Unnes, IKIP PGRI, Unwahas dan UIN Walisongo ikut meramaikan suasana siang hari. Yel-yel diteriakan agar majelis hakim mau berpihak pada lingkungan yang lestari.
Beberapa saat kemudian, pukul 13:23 WIB Bambang Widjojanto (BW), mantan pimpinan KPK datang ke lokasi untuk memberikan semangat moriil serta memberikan kuliah singkat tentang bahaya korupsi. Dia menjelaskan salah satu prioritas ialah isu Sumber Daya Alam. “Di kepresidenan sekarang, isu mengenai SDA itu bahkan sudah menjadi bagian prioritas karena kemarin ada MoU antara KPK dengan 29 Kementrian,” tutur pria berjanggut tersebut.
Awalnya, BW tidak dijadwalkan untuk datang, akan tetapi ia turut menghadiri aksi penolakan pabrik semen sebagai bentuk dukungan. “Saya kesini atas rasa keprihatinan saya, jika ada laporan masyarakat tentang korupsi dalam kasus lingkungan, silahkan laporkan saja ke KPK. Saya yakin pimpinan yang sekarang mau menindaklanjuti,” tegasnya dihadapan awak wartawan.
Tepat pukul 14:33 WIB putusan PTUN dibacakan. Majelis hakim pimpinan Susilowati S.H. M.H. menyatakan bahwa gugatan tidak diterima karena alasan pengajuan gugatan telah melewati batas tempo. “Gugatan para penggugat tidak diterima serta menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara,” terang Susilowati di akhir sidang.
Kuasa hukum pihak pemerintah, Sahdli Hasyim Muhadi menjelaskan pihak warga terlambat mengajukan gugatan dalam jangka waktu 90 hari sejak pemberitahuan adanya rencana pembangunan semen,
“Dinyatakan tidak dapat diterima. Alasannya adalah pasal 55 yaitu daluarsa. Pijakan hakim ialah tahun 2012 dan 2013,” ujarnya saat diminta keterangan obsessionnews.com. Tahun 2012 dan 2013 merupakan waktu pengumuman serta sosialisasi akan rencana pembangunan pabrik yang dikaitkan oleh majelis hakim ke bulan September 2014 sehingga pendaftaran gugatan melebihi 90 hari.
“Perlu saya sampaikan juga hari ini tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah. Pada intinya pembangunan pabrik bukan untuk menyulitkan warga tetapi tujuannya untuk pembangunan. Harapannya, kita bisa merangkul seluruh warga agar ekonomi bisa menjadi lebih baik,” timpalnya.
Sedangkan pihak kuasa hukum warga mengutarakan majelis hakim tidak melihat substansi permasalahan dari kasus. “Majelis hakim malahan melihat hal-hal yang sangat formalitas, tidak mencermati secara mendalam permasalah penting dari kasus ini,” terang Sugianto Simandjutak di hadapan ratusan warga. Padahal seharusnya pembahasan persoalan hukum apakah kawasan CAT Watuputih bisa menyediakan sumber air. Namun sangat disayangkan para petinggi pengadilan hanya memutus berdasarkan asumsi keterlambatan pendaftaran gugatan.
Siti Rahma sebagai anggota kuasa hukum juga heran dengan sikap majelis hakim. Ia menjelaskan masyarakat dianggap tahu mengenai pemberitahuan dan sosialisasi pembuatan semen sementara pengumuman izin lingkungan hanya diterbitkan melalui website Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah dan website P.T. Semen Indonesia. Tentu mayoritas warga yang hanya berpendidikan rendah kesulitan untuk mengetahui perihal izin tersebut. “Jadi dianggap sudah tahu. Padahal warga belum tahu, tentu ini akan kami ajukan banding,” terangnya usai sidang di halaman pengadilan.
Beberapa raut muka warga terlihat kecewa setelah mendengar penuturan kuasa hukum. Joko Prianto, warga sedulur sikep berujar dirinya tidak akan patah semangat untuk terus memperjuangkan lokasi pegunungan kendeng terbebas dari bahaya pabrik semen. “Gara-gara pabrik itu, sekarang jadi memecah belah masyarakat,” keluh Joko. Begitu pula Sukinah, penduduk asal Kendeng mengaku dirinya tidak kecewa lantaran yakin suatu saat kebenaran yang akan menang. “Seandainya kita kalah jangan susah, seandainya menang jangan bangga dulu. Jadi kita sudah membekali itu kepada teman-teman. Tetep legowo,” katanya serambi bersiap-siap pulang.
Sebelum pulang, warga Kendeng menyambangi kantor Gubernur Jawa Tengah. Mereka berorasi di depan pelataran dan berusaha menemui Ganjar Pranowo. Beberapa perwakilan demonstran kemudian dipertemukan dengan perwakilan Gubernur karena saat itu Ganjar sedang tidak berada ditempat. Gunretno, anggota pendemo dari Sedulur Sikep menjelaskan kepada masyarakat agar mengikuti proses hukum berikutnya. Ia juga berharap Ganjar Pranowo mau turun kebawah dan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. “Pak Ganjar katanya mengutamakan kebiasaan rembugan, monggo kali ini kami mohon kesediaan bapak untuk membuktikan,” ujarnya berorasi. Massa kemudian membubarkan diri pukul 16:30 WIB dengan tertib. (Yusuf IH)