
Perana Menteri (PM) PM Inggris Boris Johnson membekukan parlemen menjelang batas akhir keluarnya Inggris dari Uni Eropa, proses yang dikenal dengan Brexit. Akibatnya, berbagai kalangan menyatakan kemarahannya dan massa pun turun ke jalan.
Berdasarkan kesepakatan, Inggris akan keluar dari blok Uni Eropa pada 31 Oktober. Mendekati tanggal tersebut PM Johnson meminta Ratu Elizabeth II untuk membekukan parlemen pada Rabu (28/8), terhitung mulai tanggal 10 September.
Permintaan yang telah diluluskan Ratu ini diajukan hanya beberapa hari setelah masa sidang parlemen dimulai.
Langkah ini bermakna bahwa parlemen kemungkinan besar tidak akan memiliki cukup waktu untuk membahas segala rancangan undang-undang yang dimaksudkan menghalangi Inggris keluar dari Uni Eropa.
Tanggal Inggris keluar dari Uni Eropa sudah ditetapkan dalam undang-undang, jadi jika tidak ada perubahan sama sekali maka secara otomatis Inggris tetap akan keluar dari keanggotaan Uni Eropa, baik dengan kesepakatan atau tanpa kesepakatan.
Pemimpin oposisi dari Partai Buruh, Jeremy Corbyn, menggambarkan tindakan Johnson sebagai “perampokan demokrasi” karena pembekuan pada praktiknya tidak memberi kesempatan bagi parlemen untuk mengawasi pemerintah dalam mengambil keputusan penting seperti Brexit.
Kemarahan juga datang dari partai PM Johnson, Partai Konservatif. Anggota parlemen dari Konservatif, Ken Clarke, menyebut langkah Johnson “sangat tidak pantas”, sementara mantan pejabat di kantor PM, David Lidington, mengatakan pembekuan parlemen akan sangat menyulitkan badan legislatif meminta pertanggungjawaban eksekutif.
Namun tak sedikit juga yang membela langkah Johnson. Para pejabat senior mengatakan bahwa apa yang dilakukan Johnson adalah “konstitusional” dan pemerintah perlu “memastikan semua agenda bisa diterapkan”.
Tak lama setelah pengumuman pembekuan, digelar unjuk rasa di kompleks parlemen di London untuk menentang langkah PM. Sementara itu, petisi untuk menghentikan pembekuan parlemen hingga Kamis (29/8), siang didukung oleh lebih dari 1,3 juta tanda tangan.
Pembekuan tidak hanya berdampak secara politis. Di pasar mata uang, mata uang Inggris, poundsterling, melemah terhadap dolar Amerika. Pengumuman PM Johnson membuat pound tertekan dan melemah satu persen menjadi US$1,2155. (*/BBC News Indonesia)