
Dalam UU no 18 tahun 2012 tentang Pangan memberikan mandat bahwa impor pangan hanya dilakukan jika produksi dalam negeri tidak mampu terpenuhi, itupun dilakukan bukan saat panen raya petani.
“Justru dalam RUU OBL pemerintah mengusulkan bahwa impor pangan bisa dilakukan kapan saja demi memenuhi kebutuhan dalam negeri, ini sangat berbahaya bagi petani. Prakteknya sering terjadi pemerintah melakukan impor di saat petani panen raya, akhirnya harga jatuh dan petani makin sengsara,” ujar Riyono
Pasal 33 dalam RUU OBL menghapus ketentuan dalam UU no 19 tahun 2013 yang menjadikan petani sebagai soko guru bagi produksi pangan dalam negeri dengan lebih mengutamakan impor.
Riyono menjelaskan jika impor pangan selalu menjadi kebijakan utama maka kesejahteraan petani hanya utopia, importirlah yang akan mendapatkan nilai plus dan keuntungan ekonomi. Ini jelas tidak adil dan melawan spirit nasionalisme kita untuk bangga dengan produksi dalam negeri.
Halaman selanjutnya