Jakarta – Jaksa Agung M. Prasetyo mengatakan dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SE MA) Nomor 07 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) dalam Perkara Pidana, akan memudahkan Kejaksaan Agung untuk memberikan hukuman mati kepada narapidana narkoba dan pembunuhan berat.
“Jadi, eksekusi hukuman mati lebih jelas landasan hukumnya,” tegasnya saat dihubungi, Kamis (1/1/2015).
Menurut Prasetyo, pelaksana hukuman mati memang harus lebih jelas aturan hukumnya supaya putusnya bisa mengikat. Dengan adanya surat edaran tersebut, secara otomatis telah membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, atau biasa disebut dengan KUHAP.
Dalam pasal tersebut, sebelumnya MK sudah memutuskan untuk membolehkan bagi para narapidana narkoba ataupun pembunuhan berat untuk melakukan Peninjauan Kembali tidak hanya satu kali, tapi berulang kali. Namun, SE MA menganggap putusan MK tersebut cacat hukum, karena dianggap akan melemahkan penegakan hukum di Indonesia.
SE MA meminta pengajuan PK hanya diboleh satu kali. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 ayat (2) dan Undang-Undang Mahkamah Agung Pasal 66. Bukan mengacu pada Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
Dengan begitu kata Prasetyo dengan diterbitkannya Sema itu, terpidana yang sudah pernah mengajukan peninjauan kembali dan ditolak grasinya oleh Presiden kini dapat segera dieksekusi tanpa harus ditunda lagi. Sebelum ada Sema ini, terpidana seringkali menggunakan alasan putusan MK untuk mengulur waktu eksekusi mati dan mencoba mencari celah novum. (Abn)