A.Rapiudin
Jakarta- Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 harus menjadi pilpres terakhir yang calon presidennya terbatas hanya pada pimpinan struktural partai politik. Ke depannya, mulai Pilpres 2019 capres harus terbuka untuk semua kalangan.
Demikian dikemukakan Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA di Jakarta, Sabtu (20/4).
“ Ini hanya mungkin jika kita bersama-sama mendorong UU Pilpres yang mewajibkan semua partai politik membuat konvensi capres,” katanya.
Menurut penggiat demokrasi ini, melalui konvensi yang sifatnya terbuka maka akan muncul capres dari luar partai politik. Sebab, cara ini bisa menjadi pintu masuk bagi tokoh-tokoh non partai untuk maju menjadi capres melalui kendaraan politik yang membuka konvensi tersebut.
Seperti diketahui, konvensi capres dimulai Partai Golkar menjelang Pilpres 2004 silam.Belakangan cara Partai Golkar ini diadopsi Partai Demokrat. Menjelang Pilpres 2014, partai berlambang bintang mercy ini akan membuka konvensi untuk menjaring capres. Namun, soal model konvensi, hingga kini masih digodok internal Partai Demokrat.
Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa mengatakan, pemilihan capres melalui mekanisme konvensi bertujuan untuk mendapatkan capres terbaik. “Konvensi Demokrat akan berbeda dengan konvensi dengan partai lain. Kami punya mekanisme sendiri,” terangnya.
Tak hanya Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga berancang-ancang menggelar konvensi untuk menjaring capres. Meski belum menjadi keputusan resmi, namun wacana mengelar konvensi semakin menguat di internal partai berlambang Ka’bah tersebut.
Ketua DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz menyebut, konvensi sangat baik untuk mengakomodasi atau menampung tokoh-tokoh yang belum mempunyai kendaraan politik. Dalam konteks ini, partai harus bisa menerima potensi dari luar.
Menurutnya, pemimpin ideal ke depan harus bisa menyerap aspirasi rakyat dan inovatif. Selain itu, ia harus mampu bertindak tegas di tengah keragaman bangsa ini. (rud)
