Jumat, 26 April 24

Pilkada Serentak 2018, PDIP Bisa Masuk Jurang Oleh Seorang Rizieq

Pilkada Serentak 2018, PDIP Bisa Masuk Jurang Oleh Seorang Rizieq

Oleh: Dahlan Watihellu (Ketua Gema Indonesia Bersatu)

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan diselenggarakan pada tanggal 27 Juni 2018 mendatang. Pilkada ini akan diikuti oleh 117 daerah yang terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, serta 115 kabupaten. Situasi politik saat ini, Partai Politik sedang berkonsentrasi menjalankan strategi kemenangan politik serta penjaringan pasangan calon kepala daerah. Ada hubungan yang menarik dari Pilkada serentak 2018 dengan situasi politik tanah air saat ini. Perlu kita sadari, situasi politik tahan air saat ini telah mengalami perubahan dan perubahan ini akan berlanjut ke Pilkada serentak 2018 bahkan hingga ke Pileg dan Pilpres 2019 mendatang. Perubahan ini tidak lain akibat dampak dari kasus penodaan agama yang dilakukan oleh mantan Guberur DKI Jakarta, Ahok dan proses hukum “membidik Habib Rizieq”.

Dari dua kasus tersebut, situasi politik tanah air hari ini mengalami terkotak menjadi dua poros. Poros pertama yaitu kelompok nasionalis religius yang didominasi ormas Islam dan umat Islam sedangkan poros ke dua adalah kelompok kebhinekaan. Khusus untuk kelompok kebhinekaan ini, selalu dikaitkan-kaitkan dengan eksistensi penguasa dan partai politik pendukung penguasa yang didominasi oleh PDIP. Lebih meruncingnya perseturuan politik kedua poros ini, sejumlah pihak menilai ini akibat PDIP belum bisa menerima kekalahan Ahok di Pilkada DKI kemarin hingga menyeretnya ke jeruji besi dengan kasus penodaan agama. Lebih lanjut, tidak terimanya kekalahan Itu, PDIP diduga sedang membalas kekalahannya dengan mendesak tangan Polri untuk membidik Habib Rizieq melalui kasus chat sex. Entah dugaan itu benar atau tidak yang pasti kita percayakan kasus chat sex ini kepada proses hukum yang sedang berjalan.

Selain itu, dari dua kasus di atas, ada satu kasus yang tidak kalah penting dalam mempengaruhi percaturan politik tanah air. Kasus itu adalah dugaan tindakan kriminalisasi ulama. Benar atau tidaknya PDIP sebagai aktor dibelakang layar, secara tidak langsung sudah berdampak kepada eksistensi politik PDIP di tanah air. Dengan kata lain, eksistensi PDIP sedang mengarah ke jurang politik. Jurang politik disini diartikan, PDIP bisa kalah kembali dalam Pilkada serentak 2018 bahkan juga di Pileg dan Pilres 2019. Saat ini saja sudah ada dua daerah yang mulai diprediksi PDIP akan kalah. Pertama, Jawa Barat; kedua, Jawa Tengah. Apalagi jika akan ditambah dengan bumbu pidato Habib Rizieq mempojokkan PDIP dari Luar Negeri lalu disebarkan di media sosial atau youtube, apakah PDIP tidak masuk jurang dengan tontonan itu ?.

Ini bukti bahwa Engineering politik PDIP lemah dan lambat belajar dari kekalahan PDIP di 44 derah dalam perhelatan Pilkada serentak 2017 kemarin. Sebab, terlepas dari dugaan kecurangan, kekalahan PDIP di 44 daerah kemarin terstruktur akibat efek dari kasus penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok. Resolusi yang ingin saya usulkan untuk PDIP adalah sebaiknya PDIP segera mengembalikan citra dan nama baiknya di kalangan ormas Islam dan umat Islam. Selanjutnya, Habib Rizieq dibiarkan pulang ke tanah air. Sebab, hanya dia yang bisa menetralkan sejumlah ormas Islam dan umat Islam yang hari ini telah terkotak secara politik. (*)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.