Kamis, 25 April 24

Pesan Natsir kepada Umat: Jawablah Kata dengan Amal

Pesan Natsir kepada Umat: Jawablah Kata dengan Amal
* Mohammad Natsir . (Foto: Ist/palontaraq)

Oleh: Lukman Hakiem, Peminat Sejarah, Sekretaris Majelis Pakar PP Parmusi

 

SALAH satu kepedulian Mohammad Natsir sejak masa paling awal sampai mengembuskan napasnya yang terakhir ialah melakukan kaderisasi.

Sejak masih sebagai pelajar  Algemene Midelbare Schoolen (AMS, sekarang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas), Natsir telah menerjunkan diri ke dunia perkaderan dengan memberi pelajaran agama Islam kepada para pelajar Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, sekarang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama).

Menulis Buku

DALAM memberi pelajaran kepada para siswa MULO, Natsir menyiapkan bahan-bahan tertulis berupa buku tentang agama Islam yang ditulis dalam bahasa Belanda.

Mengapa dalam bahasa Belanda? Karena di masa itu hanya buku berbahasa Belanda yang dihargai dan dibaca. Pada awal 1930-an oleh “orang sekolahan” bahasa Indonesia masih dianggap bahasa rendahan.

Kesibukannya di dalam mempersiapkan kader-kader umat tidak berkurang, meskipun aktivitas Natsir sebagai pemimpin umat dan bangsa makin meningkat.

Kumpulan ceramah Natsir di dalam berbagai kegiatan perkaderan, kemudian dikumpulkan oleh aktivis Masyumi dari Jawa Timur, Saleh Umar Bajasut, menjadi buku Fiqhud Da’wah.

Dalam berbagai kesempatan Prof. Ahmad Syafii Maaarif menganjurkan agar generasi muda membaca dan meresapi isi Fiqhud Da’wah. Buya Syafii menganggap Fiqhud Da’wah sebagai salah satu buku terbaik Natsir.

Ketika dalam “interogasi” seputar rencana sebuah universitas di Malaysia memberi gelar doktor kehormatan untul M. Natsir, Duta Besar RI untuk Malaysia, Brigjen Soenarso, menyebut Natsir tidak layak mendapat gelar itu, Buya Syafii spontan membantah pernyataan Dubes dengan mengajukan pertanyaan: “Apakah Anda sudah membaca buku Fiqhud Da’wah karya M. Natsir?”

Mendapat pertanyaan tidak terduga, sang Dubes gelagapan, dan mulutnya langsung terkunci.

Menulis, menuangkan pemikiran dalam tulisan yang runtut, tertib, dan sarat argumen, kemudian menjadi ciri para pemimpin bangsa Indonesia di awal kemerdekaan.

Seperti halnya Natsir, tokoh-tokoh seperti Sukarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka,  H. Agus Salim, dan Prawoto Mangkusasmito dikenang karena warisan tulisannya yang sangat berharga.

Halaman selanjutnya 

Pages: 1 2 3

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.