Jumat, 19 April 24

Pertanyakan Remisi Koruptor, Komisi III Panggil Menkumham

Pertanyakan Remisi Koruptor, Komisi III Panggil Menkumham

Jakarta, Obsessionnews – Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin mengatakan, setelah sidang paripurna selesai pada masa sidang ketiga Senin (23/3/2015), pihaknya akan memanggil Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk dimintai keterangan terkait pemberian remisi atau pembebasan bersyarat bagi terpidana kasus korupsi dan narkoba.

“Hari ini kita undang, Menkumham bahas soal remisi. Jadi yang nggak boleh dapat remisi kan korupsi, narkoba dan terorisme‎ karena masuk dalam kejahatan luar biasa,” ujarnya di DPR.

Menurut Aziz wacana itu bagus, tapi harus tetap melalui pembahasan DPR untuk dilakukan kajian dan penelitian yang matang. Sebab, sesuai mekanisme DPR punya kewenangan untuk membahas setiap peraturan baik, Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah (PP).

“Apa lagi ini yang dibahas adalah remisi untuk kejahatan ‎luar biasa,” terangnya.

Politisi Partai Golkar itu juga mengingatkan, Kemenkumhan ‎agar tidak sewenang-wenang dengan seenaknya sendiri bisa mengeluarkan Remisi. Menurutnya, remisi tetap harus melalui prosedur dari Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan. “Jadi jangan sampai menteri mengeluarkan surat tanpa rekomendasi Ditjenpas,” jelasnya.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly menyatakan semua narapidana memiliki hak untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat, termasuk salah satunya bagi terpidana kasus korupsi.

Peraturan Pemerintah No 99 No 2012 sudah mengatur mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan untuk pemberian remisi dan pembebasan bersyarat (PB) bagi para  terpidana korupsi, narkoba, terorisme, kejahatan HAM berat serta kejahatan transnasional yang terorganisasi.

Bagi terpidana kasus korupsi dijelaskan, bahwa remisi bisa diberikan dengan syarat terpidana ‎pada saat menjalani proses persidangan mau bersikap kooperatif terhadap penyidik dan hakim. Selain itu, terpidana turut membantu penegak hukum untuk membongkar kejahatannya (whistle blower) dan telah membayar lunas uang pengganti serta denda sesuai dengan perintah pengadilan.

Namun Yasonna tidak setuju dengan aturan tersebut dan menilai PP itu diskriminatif. Ia mewacanakan akan mengubah persyaratan pemberian remisi untuk terpidana koruptor tersebut apalagi karena pemberian remisi harus memperoleh persetujuan KPK atau kejaksaan sebagai pihak penyidik dan penuntut.

Ia mengungkapkan, secara filosofi penahanan para terpidana tidak bisa diartikan sebagai pembalasan maupun pencegahan, melainkan sebagai upaya perbaikan tindakan. Karena itu, bila seseorang sudah divonis hukuman penjara maka selesailah fungsi hukuman, dan beralih ke fungsi rehabilitasi dan pembinaan. (Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.