
Imar
Jakarta-Meski upaya penyelamatan hutan dirasakan semakin kompleks, dunia usaha berkomitmen untuk mendukung program zero net deforestation di tahun 2020. Hal ini selaras dengan komitmen pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) tentang moratorium hutan yang digagas sejak 2010 dan telah diperpanjang hingga dua tahun ke depan.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sebagai perwakilan sektor swasta telah mengambil langkah-langkah dan tindakan dalam proses penyelesaian permasalahan lingkungan untuk mendukung usaha yang berkelanjutan dengan melakukan terobosan kerjasama dengan pihak-pihak strategis seperti Golden Agri Resources, Asia Pulp and Paper, Tropical Forrest Trust, Greenpeace, hingga Aliansi Hutan Tropis. “Kami menyoroti dinamika perubahan dalam penggunaan lahan sektor swasta agar semua memiliki gambaran dan pedoman yang bermanfaat bagi keberlangsungan lingkungan dan bisnis” ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Lingkungan Hidup Shinta Widjaja Kamdani dalam acara the Tropical Forest Alliance 2020 Indonesia di Jakarta, (27/6/2013).
Meski demikian, kata Shinta, upaya yang sudah dilakukan semua pihak terkait memang belum bisa memecahkan permasalahan, terbukti dengan masih adanya hutan Indonesia yang terbakar hingga menimbulkan asap dan kabut yang mengganggu aktivitas manusia yang secara tidak langsung membawa kerugian ekonomi. “Penyelesaian masalahnya harus komprehensif, sehingga perlu
pendekatan-pendekatan yang inovatif tentang tata kelola hutan,” kata dia.
Di sisi lain, Indonesia tidak hanya sebagai salah satu produsen terbesar dan eksportir sumber daya alam, tetapi juga sebagai konsumen terbesar dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia. “Indonesia adalah rumah bagi pemodal, produsen, pengolah dan pembeli dalam rantai ekonomi, tak hanya domestik tetapi juga memasok pasar luar negeri. Oleh karenanya isu lingkungan dan keberlanjutan harus diperhatikan dengan cermat” kata Shinta.
Shinta mengatakan bahwa baru-baru ini pihaknya tengah berkoordinasi untuk mencari keseimbangan antara pembangunan ekonomi, keamanan pangan dan masalah lingkungan di negara yang padat penduduknya seperti Indonesia.
“Pelaku usaha berupaya untuk tetap memenuhi pasokan dan kompetitif, tapi secara bersamaan kita juga turut serta menciptakan kondisi yang diperlukan untuk penggunaan lahan yang berkelanjutan dan konversi hutan”.
Lebih jauh shinta menjelaskan, langkah upaya yang bisa dilakukan itu adalah melalui klarifikasi penggunaan lahan konsesi dan perizinan yang mengacu pada satu peta kehutanan, memfasilitasi pertukaran lahan dan perencanaan penggunaan lahan bersama, mengidentifikasi dan memberikan insentif bagi perlindungan hutan dengan nilai konservasi tinggi. “Insentif harusnya juga
bisa diberikan untuk proyek-proyek REDD (Reducing emissions from deforestation and forest degradation)” tandasnya.
Shinta mengaku, pihaknya telah melakukan kampanye dengan menyerukan kepada para investor dan pemodal untuk bisa menciptakan skema pembiayaan yang cocok untuk mendukung produktivitas perkebunan berkelanjutan dan perlindungan yang efektif untuk sumber daya yang sangat berharga.
“Kadin akan mendukung bagian penting ini untuk merasionalisasi penggunaan lahan dengan memfasilitasi konsolidasi peta tata guna lahan, dan menengahi pertukaran lahan. Kami juga himbau agar perusahaan memiliki skema pembiayaan untuk mendukung pelestarian hutan dan lingkungannya,” papar Shinta.
Pihaknya juga berniat untuk mengembangkan proyek REDD + bekerja sama dengan perusahaan terkemuka Indonesia, LSM, dan masyarakat lokal untuk melestarikan sebagian besar ekosistem dengan harapan program-program tersebut bisa menjadi ajang pengujian untuk berbagai pendekatan dan praktek bagi pendanaan konservasi yang efektif.