Kamis, 28 Maret 24

Breaking News
  • No items

Perlu Badan Adhoc untuk Tangani Sengketa Pilkada

Perlu Badan Adhoc untuk Tangani Sengketa Pilkada

Jakarta – Tidak bisa dipungkiri kasus konflik gugat menggugat atau sengketa dalam momen politik pemilihan kepala daerah (pilkada) selama ini begitu banyak. Namun dengan kebijakan baru pilkada serentak belum tentu dapat mengurangi konflik, apalagi money politik dan oknum-oknum KPU ikut bermain, maka perlu pemerintah mengantisipasi kemungkinan yang akan timbul.

Menurut Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI La Ode Ida, perlu badan adhoc untuk tangani sengketa pilkada. Jika pernyataan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali benar, bahwa sengketa pilkada perlu ditangani oleh lembaga khusus, maka tentu harus segera diseriusi persiapan lembaga itu.

“Karena jika pilkada serentak dilakukan pada tahun ini atau pun tahun 2016, maka akan sangat mengganggu tugas MA karena ada keniscayaan potensi konflik dan gugat menggugat sangat besar,” ungkap La Ode kepada Obsessionnews, Rabu (7/1/2015).

La Ode menilai, sumberdaya MA sekarang masih sangat terbatas untuk sekaligus menangani ratusan kasus yang harus dilakukan secara serentak dan cepat tersebut. Menurutnya, jika sengketa yang ada dipaksakan ditangani oleh MA maka potensi merusak moralitas para hakim kian rusak padahal diketahui citra MA di sini sangat besar.

“Kondisi ini bisa memicu pertama, kasus pilkada boleh jadi akan ditangani secara sembarangan dan kedua, transaksi kasus-kasus politik pun akan sulit dikendalikan,” ungkapnya.

Sebab, lanjut dia, harus diakui bahwa fakta yang terjadi selama ini, penangan sengketa pilkadalah yang jadi faktor perusak moral yang ditandai turut dijebloskannya Ketua MK Akil Mochtar ke penjara sekarang ini.

“Dalam konteks ini, sikap Ketua MA adalah bagian dari kebijakan antisipatif agar praktik politik di negeri ini tidak kian menciptakan kerusakan moralitas dan citra lembaga yang dipimpinnya,” tandas La Ode.

Namun siapa yang harus tangani kasus-kasus sengketa itu? “Harusnya bukan dari unsur KPU atau Bawaslu, melainkan dari panitia penyelesai sengketa pilkada yang dibentuk dengan sifat sementara atau adhoc,” jelasnya.

Dalam tim adhoc, menurut La Ode, harus memenuhi unsur keterwakilan dimana  terdiri dari Ahli hukum tata negara yang kredibel, Akademisi kampus, Tokoh masyarakat yang kredibel, Aktivis LSM yang punya concern pada pemilu,Hakim serta Jaksa dan Kepolisian.

“Tidak perlu memasukan unsur KPU dan Bawaslu karena justru yang akan diadili adalah bagian dari kerja kedua pihak yang tidak selesai ditangani,” paparnya.

Dalam kaitan itu pula La Ode menyarankan agar persiapan pemilu serentak oleh KPU dilakukan secara cermat sehingga potensi sengketa bisa terhindarkan.

Pada saat yang sama, ia pun mengusulkan dalam pilkada serentak itu perlu digunakan sistem e-voting sebagai bagian dari antisipasi sengketa pilkada, di mana biasanya oknum-oknum KPU turut bermain. (Asm)

Related posts