Jumat, 29 Maret 24

Breaking News
  • No items

Pergeseran Sentra Geopolitik Bergeser Kembali ke Asia Tengah sebagai ‘Heartland’

Pergeseran Sentra Geopolitik Bergeser Kembali ke Asia Tengah sebagai ‘Heartland’
* Webinar "Tata Dunia di Era Pandemi: Paradigma Geopolitik & Diplomasi Internasional", Minggu (5/9/2021). (Foto: Satu Pena)

Kesimpulan
Menyadari konstelasi dan konfigurasi global yang sepertinya mengarah pada terciptanya pergeseran sentra geopolitik kembali ke Asia Tengah sebagai daerah jantung atau World Island, Indonesia selain harus semakin imajinatif menjabarkan konsepsi Politik Luar Negeri yang Bebas dan Aktif sesuai tantangan zaman, pun juga harus semakin mempertimbangkan input-input geopolitik dalam perumusan kebijakan luar negeri. Khususnya terkait lokasi geografis. Seperti halnya China ketika dalam menjabarkan politik luar negerinya, bertumpu pada Silk Road Maritime Initiatives sebagai Strategi Nasionalnya.

Maka dari itu, sekadar sebagai sumber inspirasi, ada baiknya saya kutipkan kembali pidato Presiden Sukarno pada saat pembukaan Konferensi Asia-Afrika (KAA) Bandung 1955:

“…..bahwa saya pada waktu itu meminta perhatian pada apa yang saya namakan ‘Garis Hidup Imperialisme.’ Garis itu terbentang  mulai selat Jibraltar, melalui Lautan Tengah, Terusan Suez, Lautan Merah, Lautan Hindia, Lautan Tiongkok Selatan (Sekarang Laut Cina Selatan) sampai ke Lautan Jepang. Daratan-daratan sebelah-menyebelah garis hidup yang panjang itu sebagian besar adalah tanah jajahan. Rakyatnya tidak merdeka. Hari depannya terabaikan kepada sistem asing. Sepanjang garis hidup itu, sepanjang urat nadi imperialisme itu, dipompakan darah kehidupan kolonialisme.”

Mengingat gambaran yang disampaikan Bung Karno tersebut sejatinya merupakan lintasan Jalur Sutra (Silk Road) yang beliau gambarkan sebagai garis-garis hidup imperialisme, maka kemudian rangkaian geografis tersebut ditransformasikan menjadi garis-garis hidup Asia-Afrika untuk mengikat kerjasama strategis negara-negara di kawasan Asia dan Afrika. Meski temanya adalah Anti Imperialisme dan kolonialisme, namun skemanya adalah politik luar negeri berbasis geopolitik.

Inilah kerangka pemikiran dan pandangan yang harus jadi landasan penyusunan kebijakan strategis luar negeri kita untuk merespons dinamika dan pergeseran sentra geopolitik di Asia-Pasifik pasca kemenangan Taliban di Afghanistan. Maupun dalam merespons tren yang semakin memanas di Laut Cina Selatan, Asia Tenggara, atau bahkan mungkin juga di Semenanjung Korea, Asia Timur. (arh)

Pages: 1 2 3 4 5

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.