
Jakarta, Obsessionnews – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Prof Dr Farouk Muhammad Syechbubakar (Senator asal Nusa Tenggara Barat) mengingatkan, efektifitas belanja negara untuk pembangunan infrastruktur dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2015 (RAPBNP 2015), karena alokasi anggarannya yang besar. Selama ini, penyerapan belanja infrastruktur tidak optimal atau sekitar 80-90 persen.
“Besarnya alokasi anggaran untuk membangun infrastruktur menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Selama ini, penyerapan belanja infrastruktur tidak pernah optimal, hanya sekitar 80-90 persen,” tandas Farouk dalam diskusi RAPBNP 2015 bersama Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, dan peneliti Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Hidayat Amir di Gedung DPD RI Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/2).
RAPBNP 2015 dibahas usai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dirampungkan. Pokok-pokok perubahannya meliputi pengalokasian tambahan anggaran untuk berbagai program prioritas tahun 2015, yang meliputi dukungan sektor unggulan infrastruktur pendukung pertumbuhan ekonomi (pangan, energi, maritim, partiwisata, dan industri), selain pemenuhan kewajiban dasar (pendidikan, kesehatan, dan perumahan), pengurangan kesenjangan antarkelas pendapatan dan antarwilayah, serta pembangunan infrastruktur konektivitas.
Dipaparkan, realokasi dana subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan penghematan belanja pemerintah untuk pembangunan infrastruktur atau belanja yang produktif, seperti infrastruktur, guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Restrukturisasi belanja subsidi dialihkan antara lain mendukung pembangunan infrastuktur, yang meningkatkan anggarannya dari Rp 190 triliun ke Rp 290 triliun.
Berbagai pelaksanaan program pembangunan infrastruktur terfokus pada perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian, pelabuhan, dan prasarana transportasi, serta infrastruktur ekonomi lainnya. Oleh karena itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Pertanian mendapat alokasi anggaran yang besar, yakni masing-masing sekitar Rp 33 triliun, Rp 20 triliun, dan Rp 16 triliun.
Menurutnya, Pemerintah mesti berhati-hati dalam merancang progam pembangunan infrastruktur, karena prioritas yang mendapat dukungan pembiayaan anggaran. Apalagi, infrastruktur termasuk tiga masalah utama daya saing Indonesia bersama korupsi dan birokrasi. Persoalannya, stimulus pemerintah dalam bidang infrastruktur terkendala faktor nonpendanaan seperti lahan dan regulasi. “Peraturan pendukungnya lemah seperti pembebasan tanah. Apalagi, proses tendernya memakan waktu.”
Dia juga mengingatkan agar Pemerintah menciptakan pusat pertumbuhan baru di daerah melalui alokasi anggaran pembangunan infrastruktur di daerah yang tergolong terpencil, terluar, dan tertinggal. Pembangunan infrastruktur konektivitas akan memudahkan keterhubungan aktivitas dan mobilitas ekonomi dan sumber daya antarwilayah, termasuk daerah yang tergolong terpencil, terluar, dan tertinggal, yang memperlancar distribusi barang dan jasa.
Khusus alokasi dana desa, programnya selaras dengan agenda membangun Indonesia dari pinggiran memperkuat desa dalam kerangka negara kesatuan. Maka, Pemerintah harus mempersiapkan program yang matang, terutama kesiapan aparatur dan masyarakat. “Daerah-daerah itu harus mendapat prioritas pembangunan infrastruktur agar menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru.”
Farouk menyebut posisi strategis APBN 2015, termasuk APBNP 2015, yang merupakan APBN pertama dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ketiga tahun 2015-2019, sehingga perannya penting dalam transisi pemerintahan. Karena baseline budget atau berdasarkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, maka APBN 2015 memberikan ruang gerak bagi pemerintahan baru untuk melaksanakan programnya sesuai dengan visi-misi mereka.
Dia menekankan betapa RAPBNP 2015 bermanfaat untuk menjaga kesinambungan pembangunan yang menggerakkan sektor strategis ekonomi atau memberi peluang untuk pertumbuhan ekonomi pada beberapa sektor prioritas seperti pangan, energi, maritim dan kelautan, serta beberapakawasan prioritas seperti desa, perbatasan negara, dan kawasan timur Indonesia. “Ini momentum melakukan perbaikan,” dia menyambung.
Oleh sebab itu, pembahasan RAPBNP 2015 menjadi momentum yang tepat untuk merealisasikan visi-misi pemerintahan Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla. “Tapi tetap dalam koridor yang realistis, terukur, dan tepat sasaran. Harapan rakyat yang besar terhadap perubahan harus menjadi modal bagi Pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang prorakyat. Optimisme yang muncul dalam APBNP 2015 menjadi sinyal positif dari pemerintah ke rakyatnya, bahwa momentum perbaikan akan segera tiba. Tapi, jangan sampai APBNP 2015 hanya menguntungkan elit-elit tertentu,” paparnya. (Purnomo)