Rabu, 24 April 24

Penjual Tusuk Sate Dibui Karena Menghina Jokowi di FB

Penjual Tusuk Sate Dibui Karena Menghina Jokowi di FB

Jakarta – Sungguh naas, seorang pembuat tusuk sate ‎berinisial MA (24) warga Ciracas Jakarta Timur harus mendekam di tahanan Bareskrim Mabes Polri hanya gara-gara dianggap menghina Presiden Joko Widodo di media sosial Facebook pada saat kampanye Pemilu Presiden beberapa bulan yang lalu.

Kuasa hukum MA, Irfan Fahmi, mengatakan, MA sudah terbawa arus dalam panasnya situasi politik pada saat Pilpres berlangsung. Ia ikut melakukan kampanye hitam dengan memuat gambar-gmbar dan teks mengenai kejelekan Jokowi yang berbau SARA.

“Padahal sebenarnya ia tidak tahu apa-apa hanya ikut-ikutan saja,” ujar Irfan saat dihubungi, Rabu (29/10/2014).

Pria yang hanya lulusan SMP itu, ditangkap Polisi sejak Kamis 23 Oktober 2014. Ketika itu MA didatangi oleh empat orang berpakaian sipil di rumahnya. Setelah menanyakan beberapa hal mengenai dirinya, ia langsung diamankan ke Mabes Polri. ‎Irfan sendiri tidak tahu siapa pihak yang sudah melaporkan MA ke Polisi.

“Dia dilaporkan tanggal 27 Juli 2014 berdasarkan dokumen yang saya lihat. Kemudian prosesnya bergulir terus dari penyelidikan, penyidikan hingga sekarang,” .terangnya.

Atas perbuatannya tersebut, MA ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal berlapis yaitu pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE dan UU Pornografi. Ancaman hukuman untuk MA mencapai 10 tahun penjara.

Kontroversi UU Pencemaran Nama Baik
Persoalan tindak pidana pencemaran nama baik ‎tidak hanya kali ini saja terjadi di Indonesia. Penegak hukum punya dasar yang kuat untuk menjerat mereka sebagai tersangka. Setidaknya ada empat payung hukum yang dijadikan landasan oleh para aparat.

Keempat payung hukum tersebut yakni, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektokronik (ITE), Undang-Undang Penyiaran, dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah.

Namun pemberlakukan UU tersebut masih menuai kontroversi. Pasalnya, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan kepada pemerintah dari negara-negara anggotanya termasuk Indonesia untuk menghapus aturan pidana pencemaran nama baik.

Alasanya, aturan-aturan mengenai semacam itu dianggap, hanya akan menghilangkan kebebasan warga sipil dalam berekspresi dan menyuarakan pendapatnya di depan publik, serta menghilangkan kemerdekaan pres di seluruh dunia.

Untuk itu setiap tahun, Komisi Pelapor Khusus untuk Kebebasan Berekspresi PBB juga mengeluarkan seruan serupa yakni hapuskan kriminalisasi kasus pencemaran nama baik. Di Indonesia sendiri, dianggap belum ada definisi yang pas mengenai apa yang dimaksud dengan pencemaran nama baik.

Ada yang berpendapat, yang dimaksud “menghina” dalam KUHP adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang biasanya merasa malu. “Kehormatan” yang diserang di sini maksudnya hanya mengenai kehormatan tentang nama baik, bukan kehormatan dalam lapangan sexual.

Toby Daniel Mendel, pakar hukum Internasional pernah mengatakan, sanksi pidana untuk kasus pencemaran nama baik dianggap sudah tidak relevan lagi, karena dibanyak negara modern sudah mulai meninggalkannya.

“Banyak negara sudah meninggalkan ketentuan itu dan menggantinya dengan sanksi perdata. Sanksi pidana dinilai tidak proporsional dan berlebihan untuk menghukum suatu tindak pencemaran nama baik,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pers, Sabam Leo Sutanto, pernah mengatakan bahwa Undang-Undang ITE mengancam kebebasan pers. Pasalnya, apabila pencemaran nama baik disebut sebagai omongan yang menjelekkan orang lain. Maka sudah banyak pekerja pres yang dipenjara karena pihak yang tidak suka atas isi pemberitaan tersebut.

Meski sudah banyak desakan dari berbagai pihak, untuk meniadakan undang-undang tersebut. Pemerintah Indonesia masih menanggap kebebasan seseorang dalam menyuarakan pendapatnya harus dibatasi. Jangan sampai atas nama kebebasan dan hak asasi manusia seseorang dengan semena-mena menghina, menjelekkan, dan menjatuhkan kehormatan orang lain, tanpa didasari dengan landasan hukum yang kuat. (Abn)

 

Related posts