
Purwokerto, Obsessionnews – Sistem akuakultur ramah lingkungan disebut “Biofloc Technology (BFT)” adalah diakui sebagai suatu sistem alternatif yang efisien karena nutrien-nutrien dapat secara kontinyu di-recycle dan digunakan kembali.
Demikian disampaikan Ir Purnama Sukardi PhD, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Jawa Tengah, kepada Obsessionnews, Minggu (12/4/2015).
Menurutnya, pendekatan berkelanjutan sistem ini adalah didasarkan pada pertumbuhan mikroorganisme dalam media kultur ikan, budidaya ikan diuntungkan dengan penggunaan minimum atau tanpa pergantian air. Organisme-organisme ini (biofloc) mempunyai dua peran utama:: (1) menjaga kualitas air, dengan mengambil senyawa-senyawa nitrogen untuk menghasilkan protein mikroba secara “in situ”;(2) nutrisi, meningkatkan kelayakan (feasibility) budidaya dengan mengurangi konversi pakan (FCR) dan penurunan biaya pakan.
Teknologi bioflok (Biological Floc Technology, BFT) adalah mendapatkan popularitas sebagai strategi budidaya . Teknologi ini diterapkan untuk berbagai jenis sistem dan saat ini paling umum digunakan untuk kultur lele di Indonesia, sedangkan diluar Indonesia perkembangan teknologi ini banyak dikembangkan untuk udang dan ikan nila. Ciri budidaya dengan sistem BFT yaitu pemanfaatan bakteri, kepadatan tebar ikannya tinggi dan pertukaran air terbatas .
Sistem pemeliharaan dengan kepadatan tinggi, sehingga sejumlah besar nutrisi dari pakan berada di air. Pertukaran air dalam sistem ini sedikit sehingga nutrisi menumpuk di sistem tersebut, nutrisi ini memberikan kontribusi bagi perkembangan komunitas organisme mikroskopis. Organisme-organisme tersebut biasanya meliputi bakteri, jamur, ganggang, protista, dan zooplankton. Sebagian besar organisme yang terkandung di dalam partikel dan bioflok yang dapat mencapai diameter hingga beberapa mm. Partikel-partikel dan flok terutama terdiri dari mikroorganisme, kotoran, detritus, dan zat exopolymer.
Mikroorganisme dalam sistem BFT bertanggung jawab untuk detoksifikasi produk-produk limbah, terutama nutrisi yang diekskresikan oleh ikan budidaya, dan telah terbukti memberikan pemanfatan ulang dari nutrisi yang tersedia untuk dikonsumsi oleh ikan kembali, sehingga menurunkan biaya pakan.
Memanfaatkan hasil BFT untuk tingkat biosekuriti tinggi, rasio konversi pakan rendah, budidaya ikan intensif, potensi operasi dalam ruangan, dan potensi produksi spesies laut dalam.
Istilah bioflock adalah berasal dari bahasa Inggris yang secara harafiah bio adalah hidup dan flock adalah kumpulan, jadi kumpulan sesuatu yang hidup. Flok adalah exopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri tertentu yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan zat tersebut. Flok berbentuk jel dan ini bersifat seperti “glue”atau “lem” yang menjadi tempat penempelan bakteri dan lain-lain menjadi satu kesatuan bioflok.
Flock terdiri dari 70-80% bahan-bahan organik,termasuk bakteri heterotrophic, algae (diatom, dinoflagelata), jamur, siliata,flagelata, rotifera, nematoda, metazoa dan detritus. Biological flock technology yang sering disebut teknologi bioflok merupakan penggunaan teknologi yang memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang membentuk flok dalam suatu sistim budidaya ikan.
Pendederan didefinisikan sebagai langkah menengah antarapembenihan postlarva awal dan pembesaran. Fase tersebut menyajikan beberapa manfaat seperti optimasi lahan, peningkatan performance kelangsungan hidup dan pertumbuhan dapat ditingkatkan dalam kolam pembesaran.
BFT telah berhasil diterapkan dalam tahap pendederan spesies udang yang berbeda seperti keuntungan utama yang diamati adalah terkait dengan nutrisi yang lebih baik dengan terus menerus konsumsi bioflok, yang mungkin berpengaruh positif terhadap kinerja pertumbuhan, walaupun tidak selalu terjadi. Selain itu, optimalisasi prasarana budidaya yang disediakan difase pendederan dengan padat tebar tinggi dalam BFT tampaknya menjadi keuntungan penting untuk mencapai profitabilitas di pembudidaya skala kecil, terutama ketika pembudidaya beroperasi di fasilitas indoor.
Kehadiran bioflocs dalam pemeliharaan F. paulensis tahap postlarval awal menghasilkan peningkatan dari 50 % – 80 % berat pada akhir biomassa, bila dibandingkan dengan sistem konvensional. Dalam pendederan L. vannamei dengan BFT dilaporkan tingkat kelangsungan hidup berkisar antara 55,9 % sampai 100 % dan 97 % dan 100 %. Kecenderungan ini diamati bahkan ketika postlarvae tidak makan dengan pakan komersial (bioflok tanpa pakan komersial).
Menurut penelitian yang sama, pertumbuhan dan kelangsungan hidup tidak dipengaruhi oleh padat tebar ( 2500 vs 5000 PL/m2 ), output produksi yang lebih besar karena dicapai pada kepadatan yang lebih tinggi. Selanjutnya ditemukan bahwa postlarva F. brasiliensis tumbuh sama dengan atau tanpa pakan pelet dalam kondisi bioflok selama 30 hari dari fase pendederan. Dalam pembesaran, BFT juga telah menunjukkan manfaat gizi dan zootechnical .
Diperkirakan bahwa lebih dari 29 % asupan makanan sehari-hari dari L. vannamei terdiri dari mikroba flocs, penurunan FCR dan mengurangi biaya pakan\. Pada L. vannamei juvenile yang diberi pakan dengan 35 % protein kasar (CP) pakan pelet tumbuh secara signifikan lebih baik dalam kondisi bioflok, jika dibandingkan dengan pemeliharaan biasa.
Pengendalian partikel-partikel dan flok pada sistem budidaya super-intensif secara signifikan dapat meningkatkan kualitas air dan produksi udang. Pada evaluasi kepadatan tebar, L. vannamei yang dipelihara selama 120 hari kepadatan 150, 300 dan 450 udang per m2, menunjukan hasil kelangsungan hidup yang konsisten 92, 81, dan 75%. Bioflok diketahui berpotensi menyediakan bahan-bahan seperti protein, peptida dan asam-asam amino yang berguna bagi dalam pertumbuhan somatik dan fungsi kekebalan tubuh.
BFT pada Budidaya Ikan Oreochromis Niloticus
Untuk budidaya ikan nila Oreochromis niloticus secara intensif, BFT telah menunjukkan hasil 155 ton/ha/panen. Selain hasil yang tinggi , penurunan FCR dan penurunan kadar protein dalam diet, juga telah diamati. Dengan BFT, pada dapat dihemat 20%, jika dibandingkan dengan sistem pertukaran air konvensional. Pada pembesaran juvenil ikan nila yang diberi pakan 35% dan 24 % kadar protein kasar menunjukkan, bahwa tidak ada perbedaan dalam pertumbuhan ikan (produksi), tetapi keduanya lebih tinggi dari kontrol (pemeliharaan sistem konvensional).
Selain itu, efektivitas BFT untuk mempertahankan kualitas air baik pada musim dingin di kolam untuk ikan nila. BFT muncul sebagai alternatif untuk mengatasi masalah musim dingin, terutama massa kematian ikan akibat suhu rendah. Dalam studi tersebut, diamati bioflok yang dikonsumsi oleh ikan ( nila ) merupakan sumber pakan yang sangat baik, dan sekitar 50 % dari ransum pakan ikan secara reguler.
BFT dalam Budidaya M. Rosenbergii
Dalam pendederan larva M. rosenbergii dievaluasi pengaruh sumber karbon yang berbeda dalam BFT. Dalam studi tersebut ditemukan bahwa menggunakan glukosa atau kombinasi gliserol sebagai sumber karbon dalam bioreaktor dengan Bacillus sp. sebagai probiotiknya menyebabkan kandungan protein bioflok lebih tinggi , lebih tinggi asam lemak ω6 yang mengakibatkan tingkat ketahanan hidup yang lebih baik .
BFT dalam Budidaya Colossoma Macropomum
Sebuah penelitian di Brasil dengan spesies endemik ikan tropis bawal air tawar (Colossoma macropomum) diamati bahwa BFT tidak meningkatkan pertumbuhan ikan (produksi) dibandingkan dengan pemeliharaan di air yang mengalir biasa. Ikan bawal yang diberi pakan dengan kandungan protein 44% dan 28 % dalam perlakuan BTF tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. (*)