Oleh: Ustadz KH Luthfi Bashori, Pengasuh Pesantren Ribath Al Murtadla Al Islami Singosari, Malang, Jatim
Diriwayatkan oleh shahabat Ali bin Abi Thalib:
أنَّ يَهوديَّةً كانَت تَشتُمُ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – وتَقَعُ فِيْهِ، فخَنَقَهَا رَجُلٌ حَتَّى مَاتَتْ، فَأَبْطَلَ رَسُوْلُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – دَمَّهَا
“Seorang wanita Yahudi mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mencaci maki beliau, kemudian seorang laki-laki mencekiknya sampai mati, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membatalkan (hukuman) atas pembunuhan terhadap wanita itu.” (HR. Al-Baihaqi).
Dalam riwayat Imam Bukhari terdapat berita, ketika kaum musyrikin kalah dalam perang Badar, maka Ka’ab bin Al-Asyraf membuat syair-syair ratapan yang mengandung celaan dan hujatan kepada Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin. Ia datang ke Makkah menyenandungkan syair celaan di hadapan penduduknya, bahkan ia juga mencela para muslimah pada waktu itu.
Mendengar hal itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ لِيَ بِكَعْبِ بْنِ الْأَشْرَفِ فَإِنَّهُ قَدْ أَذَي اللهَ وَرَسُوْلَهُ
“Siapakah yang mau menyelesaikan urusanku dengan Ka’ab bin Al-Asyraf? Karena sesungguh dia telah menghina Allah dan Rasul-Nya.”
Tanpa basa-basi sahabat Muhammad bin Maslamah langsung menyahut, “Saya yang akan melakukannya wahai Rasulullah, apakah Anda ingin aku membunuhnya?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ya!”
Maka sahabat Muhammad bin Maslamah berjanji di hadapan Rasulullah untuk membunuh Ka’ab, dan Allah pun menolongnya untuk menunaikan janji tersebut, hingga Ka’ab bin Al-Asyraf mati dibunuh oleh sahabat Muhammad bin Maslamah.
Inilah sejatinya panutan umat Islam dalam menyikapi para penghina Nabi Muhammad SAW, yaitu menerapkan sanksi hukuman mati tentunya melalui mekanisme pengadilan Islam. (*)
