Jakarta, Obsessionnews.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan kepada polisi, untuk menembak mati pengedar narkoba yang melawan. Hal ini menjadi kepentingan negara agar tidak merusak generasi bangsa.
Menanggapi hal itu, Peneliti senior Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap menilai perintah Jokowi untuk menembak mati pengedar narkoba sangat tepat dan rasional. “Karena permasalahan narkoba di Indonesia telah melibatkan jaringan international dan juga oknum-oknum penegak hukum yang sangat tertutup,” katanya saat dihubungi Obsessionnews.com, Kamis (27/7).
Bandar narkoba, menurutnya adalah komponen aktor yang strategis dalam jaringan narkoba, selama ini bandar narkoba hanya di penjara tidak membuat mereka jera malah peredaran narkoba semakin merajalela atau meningkat, untuk itu penting menembak mati bandar narkoba karena hal itu bisa memutus jaringan internasional secara cepat dan efektif, meski hal tersebut bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Dari segi penegakan HAM memang tindakan tembak mati bandar narkoba tanpa pengadilan ini bertentangan. Nilai universal mengharuskan hukuman tembak mati seseorang harus melalui pengadilan. Untuk konten Indonesia tembak mati bisa jadi efektif, tetapi tidak bisa memenjarakan pejabat negara yang turut membantu langsung atau tidak langsung operasi jaringan internasional narkoba ini,”ungkapnya
“Karena Bandar narkoba yang ditembak mati tidak bisa menyebutkan nama-nama pejabat negara yang membantunya. Namun, pertimbangan banyaknya manusia korban mati karena narkoba, saya pikir, nilai universal HAM itu bisa dinapikkan.”Pungkasnya
Sebelumnya, gagasan menembak pengedar narkoba tanpa melalui proses pengadilan ini bukan yang pertama disampaikan ke publik. Sebelumnya, pada Oktober 2016, pernyataan bernada sama dilontarkan Ketua BNN Budi Waseso. Di bawah pemerintahan Presiden Jokowi, Indonesia sudah mengeksekusi 18 terpidana, meski pelaksanaannya ditentang masyarakat internasional dan organisasi HAM. (Iqbal)