
Jakarta, Obsessionnews.com – Kemacetan lalu lintas darat adalah satu isu strategis bagi pembangunan di DKI Jakarta. Pengamat politik Network for South East Asian Studies (NSEAS), Muchtar Effendi Harahap, melalui keterangan tertulis yang diterima Obsessionnews.com, Sabtu (4/3/2017), menyebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI di bawah kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tak mampu mengatasi masalah ini.

Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak mempunyai transportasi publik baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk. Gambaran semacam ini berlaku pada DKI Jakarta.
“Pemprov DKI bukannya bekerja untuk mengurangi tingkat kemacetan, bahkan membuat Jakarta menjadi kota termacet sedunia. Sangat menyedihkan!” ungkap Muchtar.
Alumnus Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP UGM Yogyakarta tahun 1982 ini, menilai Ahok gagal dalam memecahkan masalah kemacetan, bahkan semakin memburuk. Hampir semua tugas jalan arteri mengalami kemacetan.
Sebelumnya Jakarta mendapat predikat buruk “Kota Paling Berbahaya”, kini mendapat predikat buruk lain: “Jakarta menjadi Kota paling macet se Dunia”, diikuti Istanbul (Turki), Meksiko (Meksiko), Surabaya (Indonesia), St Petersburg (Rusia), Moskow (Rusia), Roma (Italia) , Bangkok (Thailand), Guadalajara (Meksiko), dan Buenos Aires (Argentina).
Menurut indeks Stop-Start Magnatec Castrol, rata-rata 33.240 kali proses berhenti-jalan per tahun di Jakarta. Indeks ini mengacu pada data navigasi pengguna Tom Tom, mesin GPS, untuk menghitung jumlah berhenti dan jalan dibuat setiap kilometer. Jumlah tersebut lalu dikalikan dengan jarak rata-rata ditempuh setiap tahun di 78 negara.
Berikut daftar 10 kota dengan lalu lintas terburuk di dunia: 1. Jakarta (Indonesia) – 33.240. 2. Istanbul (Turki) – 32.520. 3. Kota Meksiko (Meksiko) – 30.840. 4. Surabaya (Indonesia) – 29.880. 5. St Petersburg (Rusia) – 29.040. 6. Moskow (Rusia) -28.680. 7. Roma (Italia) – 28.680. 8. Bangkok (Thailand) – 27.480. 9. Guadalajara (Meksiko) – 24.840. 10. Buenos Aires (Argentina) – 23.760.
Biasanya Pemprov DKI mengajukan beragam alasan untuk peryanyaan: mengapa terjadi kemacetan terparah se dunia ini? Beberapa jawaban dimaksud yakni kapasitas jalan tidak mencukupi, terbatasnya kesediaan dan pelayanan umum, dan tidak terintegrasinya sistem dan jaringan transportasi multimoda. Dalih lainnya adalah ketersediaan dan akses prasarana jalan untuk mendukung pelabuhan dan bandar udara, serta kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas.
Khusus alasan terakhir ini, Pemprov DKI mengklaim kemacetan di Jakarta disebabkan juga oleh rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas. Ketidakdisiplinan ini dapat dilihat dari cara berkendaraan tidak tertib, tidak mematuhi rambu lalu lintas dan pelanggaran etika pada lampu pengatur lalu lintas.
Kota Paling Tak Aman Se-Dunia
Pada awal 2015 CNN Indonesia menyajikan hasil survei Economist Intelligence Unit yang menempatkan Jakarta sebagai kota paling tak aman se dunia. Survei yang meneliti 50 kota di dunia itu disponsori oleh NEC. Survei memasukkan 40 indikator kuantitatif dan kualitatif, terbagi dalam empat kategori tematik, yakni keamanan digital, jaminan kesehatan, infrastruktur, dan personal. Setiap kategori terbagi lagi ke dalam tiga hingga delapan subindikator, seperti langkah kebijakan dan frekuensi kecelakaan lalu lintas.
Survei terfokus pada 50 kota yang dipilih Economist Intelligence Unit berdasarkan beberapa faktor.
Dalam survei ini, ibu kota Jepang, Tokyo, menduduki peringkat tertinggi dalam hal keamanan secara keseluruhan. Ini membuktikan, kota penduduk amat padat ternyata bisa masuk ke daftar kota teraman di dunia. Tokyo juga punya skor bagus dalam hal keamanan digital.
Sementara Jakarta menduduki posisi terendah dari 50 kota disurvei dalam hal keamanan secara keseluruhan. Jakarta hanya naik ke posisi 44 untuk kategori jaminan kesehatan. (arh)