
Imar
Jakarta-Sebagian kalangan diketahui menyatakan penolakannya terhadap RUU Komponen Cadangan yang saat ini tengah dibahas DPR. Padahal, keberadaan RUU itu penting untuk pertahanan negara Indonesia.
“Pertahanan Indonesia wajib mempunyai komponen utama, komponen cadangan, komponen pendukung untuk pertahanan militer dan unsur utama untuk pertahanan non militer,”kata Pengamat militer dari Universitas Indonesia, Andi Widjajanto dalam diskusi Forum Legislasi.
Menurut Andi pembentukan komponen cadangan harus dilakukan hingga tahun 2024. “Kira-kira nanti 2014 akan mencapai angka 35 sampai 40 persen pencapaiannya,”ujarnya.
Meski demikian, terhadap suara-suara yang menolak keberadaan RUU Komponen Cadangan, Andi menganjurkan mereka untuk mengajukan uji materi undang-undang yang menjadi dasar RUU Komponen Cadangan.
“Suara yang menolak RUU Komponen Cadangan untuk saya solusinya simpel yang ditabrak bukan RUUnya tapi bubarkan pasal 8 UU 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, pergi ke MK ke Mahkamah Konstitusi bahwa pasal yang ada di UU Pertahanan Negara yang mengharuskan negara membentuk komponen cadangan dan komponen pendukung itu salah, itu melanggar konstitusi sehingga pemerintah tidak harus membentuk dua komponen tersebut,”terangnya.
Langkah lain untuk penolakan RUU Komponen Cadangan, lanjutnya adalah dengan melakukan proses legislasi di DPR untuk UU Pertahanan Negara yang menjadi dasar RUU Komponen Cadangan.
“Kalau ini ditolak silakan merombak UU Pertahanan Negara-nya atau dalam proses legislasi lain silakan dibongkar pasal tersebut,”usulnya.
Dengan demikian, lanjutnya kalau pasal dalam UU Pertahanan tidak dibongkar saya bisa lebih tegas mengatakan pemerintah Indonesia dari masa Ibu Megawati ke SBY gagal membentuk sistem pertahanan semesta, gagal total. “Karena dari empat yang harus dibentuk cuma satu yang dibentuk,”ketusnya.
Sedangkan Koordinator Kontras Haris Azhar lebih mengedepankan penguatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) daripada Komponen Cadangan dalam sistem pertahanan Indonesia. “Kita teman-teman di hak asasi manusia mau nggak mempunyai TNI yang kuat? Mau sekali, karena kita percaya TNI yang kuat itu TNI yang profesional yang dia punya sistem atau akuntabilitas yang baik dan sistem dan transparansi yang baik juga,”kata Haris.
Meski demikian, Haris melihat ada satu kegagalan TNI dalam membangun perangkatnya seperti dalam masalah pembelian alat utama sistem persenjataan yang dinilai tidak transparan. “Nah itu menandakan cara kita membangun melalui prosesnya tidak melegakan hati,”tegasnya.