
Jakarta, Obsessionnews.com – Ahoker. Itu sebutan populer untuk para pendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Namun, pengamat politik Network for South East Asian Studies (NSEAS), Muchtar Effendi Harahap, lebih suka menyebut pendukung buta Ahok. Yang dimaksud Muchtar adalah mereka buta data.
Muchtar mengungkapkan, selama ini Ahok dan para pendukung buta Ahok acap kali menampilkan indikator kebersihan sebagai bukti telah berprestasi mengurus pemerintahan. Kebersihan yang dimaksud adalah kebersihan sungai dan kebersihan wilayah kelurahan, terutama mobilisasi pasukan oranye yang berseliweran di wilayah kelurahan setiap hari.

“Yang penting aktivitas terlihat rakyat. Namun, kebanggaan kebersihan ini cuma sepihak di media massa dan medsos, sementara di mata pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tidak diakui,” kata Muchtar dalam keterangan tertulis yang diterima Obsessionnews.com, Rabu (1/3/2017).
Muchtar menyodorkan data Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Ahok gagal meraih penghargaan Adipura.
“Ini maknanya dalam urusan lingkungan hidup Pemprov DKI tergolong sangat buruk. Padahal Jakarta adalah Ibukota Republik Indonesia, dibanggakan sebagai smart city dan metropolitan. Bahkan, APBD sekitar Rp.65 triliun per tahun. Jadi, apa saja kerjaan Pemprov DKI selama ini dalam mengurus lingkungan hidup?” kritik alumnus Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tahun 1982 ini.
Muchtar berpendapat penilaian pemerintah terhadap kinerja Pemprov DKI tersebut objektif dan dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel). Pemerintah tentu punya Standar Operating Procedure (SOP) untuk menilai suatu daerah layak atau tak layak mendapatkan penghargaan Adipura.
“Jika Ahok dan para pendukung buta Ahok mengunakan isu kebersihan sungai dan wilayah kelurahan sebagai prestasi Ahok, pemerintah ternyata tidak menilai hal itu sebuah prestasi,” tegasnya.
Ia menambahkan, untuk menilai kinerja kebersihan, pencemaran udara dan pencemaran air suatu kota, kita seyogyanya menggunakan bukti peraihan penghargaan Adipura dari pemerintah. Hal ini karena Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adipura menggunakan dua parameter penilaian yang meliputi penilaian non fisik dan pemantauan fisik terhadap antara lain pengelolaan sampah, ruang terbuka hijau, pengendalian pencemaran air, dan pengendalian pencemaran udara.
Muchtar lalu membandingkan kinerja Ahok dengan gubernur sebelumnya, Fauzi Bowo alias Foke. Pada tahun 2012 saja Foke berhasil mengantarkan empat kotamadya meraih piala Adipura dan 1 kotamadya sertifikat Adipura, bahkan berhasil meraih penghargaan Adipura terbanyak. Foke juga berhasil memperoleh penghargaan pasar terbaik, taman kota terbaik, status lingkungan hidup terbaik. Dalam urusan lingkungan hidup, Pemprov DKI pernah berprestasi dan membanggakan pada level nasional.
Pada tahun 2013 pemerintah menghadiahkan empat penghargaan Adipura, masing-masing kepada Pemkot Jakarta Utara, Pemkot Jakarta Barat, Pemkot Jakarta Selatan, dan Pemkot Jakarta Pusat. Keempat pemkot tersebut memenangkan kategori Kota Metropolitan Terbersih. Saat itu penilaian hasil pekerjaan Foke.
Menurut Muchtar, dalam konteks peraihan penghargaan Adipura kinerja Ahok sangat buruk, karena sepanjang 2014-2016 hanya satu kotamadya yang meraih Piala Adipura, yaitu Jakarta Pusat.
Dalam urusan bidang lingkungan hidup ( kebersihan, pencemaran udara dan pencemaran air) kinerja Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok tergolong “sangat buruk”. Hal ini dapat dibuktikan dari penilaian lembaga negara berkompeten dan berwenang, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Intinya, Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok gagal urus lingkungan hidup.
Berdasarkan indikator peraihan penghargaan Adipura, adalah layak rakyat DKI membutuhkan gubernur baru, yang mampu meraih penghargaan Adipura untuk setidaknya empat kotamadya ,” pungkasnya. (arh)
Baca Juga:
Habib Rizieq Sebut Ahok Hina Agama Islam
Ahok Dinilai Tak Mampu Atasi Pengangguran
Kemiskinan di DKI Era Ahok Meningkat