Jumat, 29 Maret 24

Breaking News
  • No items

Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19

Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19
* Ilustrasi - PSBB

Penulis: Suhardi Suryadi
Editor: Abdurrahman Syebubakar

(Institute for Democracy Education)

Thailand merupakan salah satu negara dengan jumlah korban meninggal dunia akibat serangan COVID-19 cukup kecil yaitu 56 dari 3.017 orang yang terkena. Bahkan pemerintah Thailand mengklaim bahwa terhitung 13 Mei 2020 tidak ada warga yang meninggal (Kompas, 14 Mei 2020). Karena itu, dalam upaya pemulihan ekonominya, Perdana Menteri Thailand telah mengajak 20 warga terkaya di Thailand untuk membantu pemulihan ekonomi sehingga dapat menghambat peningkatan kemiskinan.

Apa yang diharapkan PM Prayuth Chan-Ocha adalah menginginkan keikutsertaan warganya yang kaya dalam kegiatan produktif dan bukan sumbangan cuma-cuma (karitatif dan bersifat sinterklas). Ajakan ini diharapkan dapat merangsang kegiatan ekonomi dan mempertahankan pekerjaan bagi masyarakat lapis bawah. Sekalipun masih dalam pembahasan tentang bentuk kongkritnya, namun tanggapan dan respon dari masyarakatnya cukup positif, terutama untuk menghindari rentenir, keberlanjutan ketahanan pangan dan meningkatkan kehidupan sosial ekonomi warga akar rumput. Hal ini sangat penting mengingat tahun 2020 ekonomi Thailand mengalami kontraksi terbesar sejak 1990-an, dan kemiskinan yang meningkat.

Salah satu yang dilakukan pemerintah adalah menyiapkan dana sebesar US$ 3 milyar untuk membantu pemulihan usaha kecil yang sebagian besar terpuruk akibat dari virus corona. Upaya menggerakan kembali roda ekonomi melalui usaha kecil nampaknya telah menjadi pola di berbagai negara. Di Singapura misalnya, pemerintah mendukung inisiatif e-commerce yang membantu 2.000 usaha kecil dalam mendirikan toko virtual dan mendapatkan akses pelanggan yang lebih banyak. Demikian pula di Filipina, dimana lebih dari 1,5 juta karyawan dari usaha kecil ini mendapatkan bantuan tunai dari pemerintah melalui Program Subsidi Upah Bagi Usaha Kecil (Chris C. Anderson, Editor at Linkedin, 14 Mei 2020).

Virus COVID-19 yang mengguncang ekonomi di Tiongkok dan kini telah menyebabkan kondisi ekonomi global turut terjerembab. Perkembangan ekonomi di Asia Timur dan Pasifik nampaknya menuntut pemerintah untuk berjuang lebih keras dalam memulihkan dan mengatasi guncangan dan resesi finansial. Terutama negara-negara yang memiliki hutang luar negeri yang berlebihan seperti Indonesia.

Terlebih pada tahun 2020 kondisi ekonomi diperkirakan berkontraksi dan mengarah pada peningkatan jumlah kemiskinan. Sehingga rumah tangga yang miskin dan paling terkena dampak menjadi semakin menderita. Berbagai negara di Asean menyadari situasi ini dan telah mengambil kebijakan dan langkah kongkrit untuk memulihkan situasi sosial-ekonominya sebagaimana yang dilakukan di Thailand.

Apa yang terjadi dan dilakukan oleh Prayudh Chan-Ocha terlihat belum terjadi di Indonesia. Sejumlah pengusaha sukses – dengan track record bagus dan komitmen untuk membangun ekonomi rakyat – nyaris tidak menyampaikan gagasannya untuk mengatasi ekonomi di era covid – 19. Sebaliknya pemerintah sendiri juga tidak meminta dan mengajak mereka dalam mengatasi masalah dan dampak ekonomi yang diakibatkan. Justru yang dilakukan oleh pemerintah lebih banyak memfasilitasi para taipan atau oligark – pialang ekonomi-politik – mengambil kesempatan dalam kesempitan rakyat saat maha krisis sekarang ini.

Kesannya pemerintah merasa berkuasa dalam menentukan arah kebijakan ekonomi pasca covid-19 dan tersandra untuk balas jasa kepada oligark yang mengitari istana presiden. Padahal mendengar masukan dan melibatkan peran serta serta tanggungjawab pengusaha sukses yang tidak menghalalkan segara cara adalah penting dalam mengatasi masalah ekonomi negara yang sedang krisis.

Pemerintah seolah gagap dan kurang mengerti dengan apa yg dilakukan. Soal bantuan sembako saja terlihat kisruh dengan aparat dibawahnya. Sehingga jangankan berfikir tentang apa yang harus dilakukan nanti, melaksanakan yang sekarang terjadi saja terkesan bingung.

Karena itu, sejumlah pihak menilai bahwa PSBB sesungguhnya kurang effektif dalam mengatasi pandemi covid-19. Bahkan membludaknya warga yang berniat pulang kampung di Bandara Sukarno-Hatta menjadi cermin atas ketidakmampuan pemerintah mengatasi masalah ini. Sehingga terkesan pemerintah membiarkan karena tuntutan kepentingan ekonomi yang belum tentu benar. Yang lebih ironis lagi, ditengah kesulitan ekonomi, masyarakat mendapat hadiah lebaran berupa kenaikan iuran BPJS.

Akhirnya, terlalu sombong dan angkuh jika pemerintah tidak mendengar suara rakyat dan masukan para pelaku usaha yang berkomitmen membangun bangsa dalam mengatasi ekonomi baik selama maupun pasca covid-19.

Jakarta, 16 Mei 2020

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.