Pengantar
Kehutanan adalah salah satu urusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Meski tak termasuk isu strategis, tetapi tetap menjadi penting terutama untuk lingkungan hidup dan tata ruang DKI.
Tulisan ini lebih terfokus pada penyerapan anggaran alokasi APBD, diikuti penilaian kritis realitas objektif bidang kehutanan. Pemprov DKI tak peduli urusan kehutanan dan membiarkan hutan kota tak diurus dan sebagian telantar.
Dari sisi penyerapan anggaran juga Pemprov DKI tak mampu dan gagal meraih 100% target capaian. Kondisi kinerja Pemprov DKI tergolong buruk. Untuk itu ikutilah data, fakta dan angka di bawah ini.
Alokasi APBD dan Realisasi
Untuk urusan kehutanan Pemprov DKI pada tahun 2013 di bawah kekuasaan Gubernur Jokowi anggaran dialokasikan di dalam APBD sebesar Rp 9.080.000.000,00 (Rp 9 miliar). Kemampuan Jokowi menyerap anggaran tersebut sebesar Rp 8.424. 950.000,00 (Rp 8 miliar) atau 92,79%. Angka capaian penyerapan anggaran 92, 79% ini relatif tinggi, tetapi masih di bawah target capaian 100% dan tergolong buruk.
Pada tahun 2014 Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Ahok dialokasikan APBD urusan kehutanan sebesar Rp 6.177.280.395,00 (Rp 6 miliar). Kemampuan Gubernur Ahok menyerap anggaran tersebut hanya Rp 4.772.465.420 (Rp 5 miliar) atau 77,26%. Angka 77,26 % ini menunjukkan kondisi kinerja Pemprov DKI yang dipimpin Ahok lebih buruk ketimbang Jokowi.
Pada tahun 2015 Pemprov DKI masih di bawah kekuasaan Ahok, anggaran dialokasikan APBD urusan pertanian sebesar Rp 6.807.091.176,00 (Rp7 miliar). Kemampuan Ahok menyerap anggaran tersebut sebesar Rp 5.423.379.183,00 (Rp 5 miliar) atau 79,66%. Angka 79,66% ini menunjukkan kondisi kinerja Pemprov DKI lebih buruk.
Rata-rata kemampuan Pemprov DKI menyerap anggaran APBD urusan pertanian ini tiap tahun sekitar sekitar 81% atau tergolong buruk.
Kondisi Hutan Kota
Luas DKI sekitar 650 Km persegi dengan penduduk mencapai 9 juta jiwa. Mobilitas warga DKI cukup tinggi. Realitas objektif menunjukkan Jakarta kekurangan paru-paru kota. Karena itu, sangat dibutuhkan lebih banyak hutan kota. Untuk mengimbangi produksi berbagai macam polusi di Jakarta, perlu pohon serta kawasan serapan air yang banyak dan luas. Taman-taman baru seperti hutan kota atau juga kawasan hijau.
Tetapi, hutan kota terlihat tak diurus dan telantar. Acap kali ditemui sampah plastik, kertas pembungkus makanan, dan puntung rokok di dalam hutan kota di DKI.
Pemprov DKI harus melakukan kontrol dan memastikan hutan kota berfungsi sebagaimana mestinya. Hal itu perlu dilakukan demi kelangsungan hidup warga Jakarta. Tidak boleh lagi Pemprov DKI membiarkan kondisi hutan kota tak diurus dan telantar.
Pemprov DKI tak peduli atas urusan kehutanan ini. Lebih peduli dengan urusan pembangunan pulau-pulau palsu/reklamasi di pantai utara Jakarta yang berdampak negatif berupa hilangnya 16.000 mata pencaharian nelayan orang atau 80.000 jiwa rakyat DKI
Di DKI hanya ada hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan kota. Hutan lindung karena sifat alamnya diperuntukkan secara khusus untuk melindungi tata air, pencegahan erosi, banjir, abrasi pantai serta pelindung terhadap tiupan angin.
Hutan konservasi adalah hutan produksi dicadangkan untuk dilepas guna memenuhi kepentingan di luar kehutanan, seperti untuk pertanian, perkebunan, pertambangan, kawasan industri atau permukiman penduduk.
Hutan kota tersebar di beberapa lokasi yang tidak dimasukkan dalam kategori hutan konservasi. Jumlahnya cukup besar.
Kebijakan Hutan Kota
Prioritas pembangunan dilakukan Pemprov DKI bidang kehutanan meliputi pemeliharaan hutan alam sudah ada dan pengembalian fungsi lahan ke rencana tata ruang sudah ada.
Pemprov DKI memang terus berusaha memperluas atau setidaknya mempertahankan ekosistem mangrove yang masih ada. Namun, juga telah mengorbankan kawasan hutan mangrove. Salah satunya kawasan mangrove di wilayah Ancol hingga Bandara Soekarno-Hatta.
Kini DKI hanya memiliki hutan mangrove 376,02 Ha. Umumnya berada di kawasan hutan lindung dan taman nasional di Kepulauan Seribu.
Kesimpulan
Dari sisi penyerapan anggaran untuk urusan kehutanan walaupun hanya milaran rupiah jumlahnya pertahun, Pemprov DKI tak juga pernah meraih target capaian 100%. Kondisi kinerja Pemprov DKI, termasuk era Ahok, masih tergolong buruk. Ahok juga tak mampu dan berhasil dari sisi penyerapan anggaran sekalipun masalah kehutanan ini tergolong sangat ringan.
Dari sisi fisik, sungguh Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Ahok tidak mampu menambah luas hutan, bahkan untuk hutan mangrove mengalami pengurangan.
Di lain pihak, hutan kota masih ada, tetapi sebagian tak diurus dan terlantar. Pemprov DKI juga tak peduli dengan urusan kehutanan. (*)