
Bandung, Obsessionnews – Pemerintah Kota Bandung berencana menerapkan aturan ketat terhadap Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di kota Bandung saat Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) berlangsung. Hal itu diungkapkan Walikota Bandung Ridwan Kamil, Kamis (3/9).
Menanggapi pernyataan itu Akademisi dan Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pasundan Bandung DR Deden Muhammad Ramdan mengaku salut dengan gagasan tersebut. Deden mengatakan , adanya aturan ketat tersebut merupakan kekhawatiran yang sangat beralasan, karena akan banyak tenaga kerja lokal yang tersingkirkan. “Saya berharap aturan itu tidak bertentangan dengan aturan diatasnya,” ujar Dengan.
Upaya pengetatan aturan ini dinilai sebagai bentuk perlindungan bagi tenaga kerja lokal. Deden mengaku kondisi saat ini sangat mengerikan dengan banyaknya PHK, ribuan buruh asing se Asean akan datang ke indonesia. “Serbuan atau eksodus termasuk dari China yang datang ke tanah air artinya sama dengan membangunkan gunung api yang sedang tidur,” ucap Deden.
Seharusnya keputusan Pemerintah pusat untuk mendatangkan tenaga asing dibatalkan, Pemerintah seperti panik dengan melonggarkan aturan seperti halnya kepada mereka yang akan berinvestasi. Deden mencontohkan China paling agresif untuk mendapatkan proyek Kereta Api cepat, padahal syaratnya cukup berat, yakni tenaga kerja proyek kereta api cepat ini seluruhnya dari warga negara China. “Kita sudah cape dengan kegaduhan politik selama ini ditambah dengan kondisi ekonomi yang serba tidak menentu,” ujarnya.
Idealnya menurut Deden Pa Jokowi mau tidak mau harus mencermati dan mengubah aturan yang menyebutkan akan mendatangkan TKA ke Indonesia pada MEA ini. Meskipun kita butuh investasi agar rupiah menjadi kuat, namun harus tetap memiliki aturan sendiri, tanpa harus diatur negara lain.
“Ancaman 26 ribu pekerja akan di PHK seharusnya di recoveri, dalam konteks lain yang seperti kita lihat saat ini, standar kualifikasi memang perlu namun tetap menjadikan warga negara Indonesia sebagai tenaga kerja diprioritaskan,” ucap Deden .
Mental negatif makan ora mangan kumpul juga harus ditinggalkan, esensinya ada langkah yang harus dilakukan agar meninjau ulang bagi tenaga asing bekerja di Indonesia. “Kita yang harus menentukan bukan mereka yang menentukan aturan,” tegasnya.
Deden mengutif data dari Ditjen Binapenta RI yang menyebutkan jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia pada tahun 2014, yaitu Republik Rakyat Tiongkok 15.341 orang, Jepang 10.183 orang, Korea Selatan 7.678 orang, India 4.680 orang, Malaysia 3.779 orang, Amerika Serikat 2.497 orang, Thailand 941 orang, Australia 2.503 orang, Filipina 2.509 orang, Inggris 2.092 orang. Sementara jumlah dari negara Lainnya 12.401 orang dan Total TKA 64.604 orang.
Di awal 2016 akan terjadi transaksi dan pertukaran tenaga kerja, karena MEA tidak bisa dibantah, maka harus punya komitmen. Rasa-rasanya birokrasi kita masih lemah, karena sebenarnya masih banyak yang bisa dilakukan oleh negara kita, seperti banyaknya alumni yang pintar di berbagai Politeknik dan SMK yang mampu mengerjakan pekerjaan.
Pada tahun 2015 di Indonesia diprediksi ada 6,1 persen pengangguran diatas pengangguran Asia Tenggara, yakni 5,8 persen pengangguran terbuka. “Pak Jokowi harus memikirkan serbuan asing tersebut, upaya Nawa Cita ternyata tidak selaras, termasuk Pak Menaker hanya isapan jempol dan tidak cukup dengan retorika belaka, sehingga fenomena serbuan TKA tersebut jangan dianggap biasa. Saya senang, kan tentunya ada tim hukum yang nantinya membuat aturan ketat tersebut, saya senang ke Kang Emil,” ujar Deden.
Atas nama otonomi daerah peraturan ketat dapat dilakukan, sehingga dapat melakukan langkah dan mendorong, meskipun mustahil Pemerintah pusat dilawan, namun apabila masuk ke Bandung tetap harus ada aturan ketat. Deden berharap impor pekerja asing dibatasi, hanya tenaga yang tidak bisa dilakukan oleh orang lokal saja, termasuk juga kerjasama dengan migrasi, agar tidak menjadi wilayah yang diserbu TKA. (Dudy Supriyadi)