Pemerintah Melawan Konstitusi, Jokowi Layak Dimakzulkan

Pemerintah Melawan Konstitusi, Jokowi Layak Dimakzulkan
* Presiden Jokowi. (X)

Obsessionnews.com – Presiden Jokowi bisa dimakzulkan (impeachment) setelah pemerintah bersama DPR sepakat merevisi UU Pilkada yang kini tinggal menunggu waktu untuk diundangkan. Jokowi selaku kepala negara dan kepala pemerintahan dianggap melawan konstitusi karena tidak patuh pada dua putusan MK terkait UU Pilkada.

Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan Presiden Jokowi bisa dikategorikan melakukan pelanggaran hukum atau mengkhianati negara bahkan melakukan tindakan tercela, karena membangkang putusan MK. Dia menilai sudah terang pelanggaran yang dilakukan Jokowi.

Baca juga: Duh, Jokowi Anggap DPR Begal Putusan MK Tindakan yang Biasa

“Melawan konstitusi itu adalah kesalahan besar dalam praktik ketatanegaraan kita. Presiden itu bisa di-impeach kalau terbukti melakukan pelanggaran terhadap konstitusi,”kata Lucius kepada Obsessionnews.com di Jakarta, Kamis (22/8).

Dia juga meminta seharusnya DPR dikenakan sanksi tidak hanya Jokowi selaku kepala pemerintahan. DPR bersama pemerintah sudah terang-terangan menunjukkan arogansi kekuasaan melawan konstitusi. Padahal publik sudah memberi kecaman bahkan siap turun ke jalan melawan kesewenang-wenangan.

Baca juga: Aksi DPR Begal Putusan MK Picu Resistensi Publik

Lucius menganggap sudah jelas dan terlihat siapa yang berkepentingan mengebut atau menggarap UU secara kilat. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 60/PUU-XII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 ditafsirkan ulang, bahkan tidak dilaksanakan.

Putusan nomor 60 menurunkan ambang batas mengusung calon. Sedangkan putusan nomor 70 membatalkan ketentuan syarat umur dalam pencalonan. Putusan nomor 70 kalau dilaksanakan, membuat putra sulung Presiden Jokowi yakni Kaesang Pangarep gagal melenggang.

“Ketahuan sekali siapa pemesannya ini,”ujarnya.

Menurutnya, teatrikal yang terjadi dalam rapat Panja Baleg, Rabu (21/8), mengejutkan baik dari proses maupun substansinya. Pembahasan kilat menandakan DPR bersama pemerintah tidak menyerap aspirasi publik, bahkan berupaya menghindar sekaligus menandakan kepentingan revisi bukan bertujuan untuk kebutuhan hukum nasional.

“Pembahasan kilat ini selain karena dorongan kepentingan politik, tetapi nampaknya juga dilakukan sebagai taktik untuk menghindari aspirasi dan partisipasi publik. Itu yang sangat telanjang dipertontonkan DPR dan Pemerintah,”ujarnya. (Erwin)