PDIP: Reshuffle Jelang Akhir Jabatan, Jokowi Jalankan Agenda Terselubung

PDIP: Reshuffle Jelang Akhir Jabatan, Jokowi Jalankan Agenda Terselubung
* Presiden Jokowi. (X)

Obsessionnews.com – Presiden Jokowi dianggap menjalankan agenda terselubung dengan merombak kabinet (reshuffle) jelang berakhir masa jabatan. Sekalipun reshuffle merupakan hak prerogatif, Jokowi seharusnya memerhatikan tanggung jawab melaksanakan konstitusi dan menunjuk sosok yang sesuai kompetensi menjabat anggota kabinet.

Jubir PDIP Chico Hakim mengatakan, momentum reshuffle yang dilakukan menjelang 43 hari berakhirnya masa jabatan Jokowi tidak efektif. Dalam waktu singkat, anggota kabinet yang baru menjabat dikhawatirkan tidak optimal memberikan kinerja.

Baca juga: Jawab Isu Reshuffle, Yasonna Laoly Siap Dicopot

“Dalam waktu yang sangat singkat tersebut, sangatlah sulit untuk mewujudkan efektivitas pemerintahan, kecuali ada agenda-agenda politik tersembunyi di dalamnya. Jadi, reshuffle ini lebih kuat motif politiknya dibandingkan dengan menjalankan perintah konstitusi,” kata Chico di Jakarta, Senin (19/8).

Jokowi melantik Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM  menggantikan Arifin Tasrif, pada pagi tadi. Posisi Bahlil sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM dijabat Rosan Roeslani, yang pada Pilpres 2024 menjadi Ketua TKN Prabowo-Gibran.

Jokowi juga melantik politisi Gerindra Supratman Andi Agtas sebagai Menkumham menggantikan Yasonna Laoly. Selain itu, Jokowi juga menunjuk Taruna Ikrar menjabat Kepala BPOM serta melantik Dadan Hindayana memimpin Kepala Badan Gizi Nasional dan Hasan Nasbi sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan.

Baca juga: Jokowi Lantik Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM

Chico mengingatkan, hak prerogatif yang dimiliki Jokowi selaku presiden dibatasi konstitusi. Reshuffle juga membutuhkan persyaratan waktu (timing) dan kompetensi sosok yang ditunjuk menjadi pembantu presiden.

“Menteri haruslah sosok yang menguasai hal ihwal kementerian yang dipimpinnya, karena menteri adalah representasi pemerintahan dalam pengertian sehari-hari. Di sini, hak prerogatif dibatasi oleh ketentuan tentang kompetensi yang mengharuskan menteri untuk memahami bidang kementeriannya,” kata Chico.

Menurutnya, dengan sisa waktu 43 hari menjelang berakhirnya pemerintahan, seharusnya Jokowi tidak mengambil keputusan strategis, termasuk merombak kabinet. Sebab, pemerintahan sejatinya sedang mengalami proses transisi. Sedangkan pemerintahan Jokowi sudah masuk tahapan demisioner.

Baca juga: Jokowi Lantik Supratman Andi Atgas sebagai Menkumham

Langkah reshuffle Jokowi, kata Chico, tidak etis. Bahkan cenderung mendahului langkah Prabowo selaku presiden terpilih, dengan menunjuk orang-orang pilihan untuk konsolidasi kekuasaan Jokowi pada akhir masa jabatan.

“Secara etika, seharusnya pemerintahan tidak mengambil keputusan strategis dalam masa transisi ini. Pak Jokowi tampaknya meragukan kapasitas Pak Prabowo dalam membentuk pemerintahan yang akan datang, sehingga dilakukan tindakan mendahului,” katanya.

“Dalam konteks ini, reshuffle dimaknai sebagai upaya Presiden Jokowi menempatkan orang-orangnya, yang nantinya akan menimbulkan persoalan ewuh pakewuh, ketika pemerintahan baru terbentuk dan presiden baru harus membentuk kabinetnya sesuai hak prerogatifnya,” lanjut Chico. (Erwin)