Jumat, 26 April 24

Password Iblis.com

Password Iblis.com

(Pokoknya Saya yang Benar)
Oleh: Emha Ainun Nadjib, Budayawan

Kali ini saya benar-benar marah kepada Iblis. Marah besar. Tidak bisa saya tahan lagi. Tak ada stok kesabaran lagi. Apalagi kompromi. Saya harus segera menemukan si raja bangsat ini. Kemungkinan besar saya akan tantang dia berkelahi.

Terus terang semakin udzur usia saya semakin kacau hidup saya, karena polah Iblis, bukan karena yang lain, misalnya Malaikat atau Tuhan. Banyak anak-anak saya di sana sini yang usianya masih muda tapi mengalami benturan besar dalam hidupnya, misalnya terpaksa bercerai dengan suami atau istrinya. Mereka bilang “Yaaah, sebenarnya saya maunya tetap berkeluarga baik-baik, tapi Tuhan yang di atas sana berkehendak lain…

Masih lumayan yang mengacau hidup mereka adalah Tuhan. Pasti ada hikmahnya kalau Tuhan yang berinisiatif. Tuhan memang Maha Menyesatkan (Al-Mudhill), tetapi pasti ada kebaikan yang ditabiri rahasia di balik penderitaan. Toh Tuhan juga Maha Memberi Petunjuk (Al-Hadi). Pun jelas Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. Jadi semenderita apapun, tetap ada menit atau hari atau bulan atau tahun berikutnya yang memuat solusi dan kebahagiaan untuk manusia.

Kalau durasi waktu permainan sepakbola adalah 90 menit, maka menit ke-90 hidup kita kan nanti di ujung keabadian. Kehidupan di dunia ini hanya detik-detik awal di menit pertama permainan sepakbola kehidupan. Sesudah mati kita lepas dari babak penyisihan, masuk ke perdelapan final. Kalah atau menangnya hidup kita masih harus kita tunggu kelak di “kholidina fiha abada”: di bagian akhir dari kekekalan dan keabadian.

Kita ini penduduk asli Sorga. Disuruh “Malioboro” (dadio Wali kang ngumboro) sejenak. “Mampir ngombe”, kata orang Jawa. Menempuh perjalanan rindu, sampai ke love meeting point di Sorga kembali. “Katakan: kalau memang kalian mencintai Allah, maka ikutilah jalanku”. “Barangsiapa kangen untuk berjumpa dengan-Ku, maka berbuat baiklah selama di dunia”. Kehidupan yang berat di dunia dan kesengsaraan sedahsyat apapun tidak masalah selama di dunia, karena toh itu baru detik-detik awal Permainan Abadi. “Asalkan Engkau tidak marah kepadaku, wahai Maha Kekasih, aku tidak peduli nasib apapun yang harus kujalani di dunia”. Pokoknya kalau sekadar urusan di dunia: aku gak pathéken!

Masalahnya, kesengsaraan yang saya alami ini bukan Tuhan inisiatornya, melainkan Iblis. Baik kesengsaraan sebagai individu, penderitaan sebagai seorang Muslim, maupun keterpurukan sebagai bangsa Indonesia. Iblis benar-benar menjalankan apa yang dulu dia tuduhkan kepada Adam dan anak turunnya: “Untuk apa Engkau ciptakan manusia, wahai Allah, toh sudah selalu jelas profesi mereka adalah merusak bumi dan berbunuh-bunuhan” di antara mereka, dengan berbagai cara dan dalam berbagai level, segmen, konteks dan nuansa. Iblis memang bandit, preman, korak, gali, munyuk, menyun, bangsat, taek lintung, dobol, demit, sèmpel, pekok, ahmaq

Nah, Ahmaq ini utamanya. Semua orang tahu apa itu Ahmaq. Sejak kecil saya berjuang, tirakat, lelaku, puasa nasi dan hanya makan gaplek atau bugik, latihan menaklukkan diri sendiri, mencintai Tuhan, alam dan manusia. Tapi di usia tua sekarang ini malah saya jadi Ahmaq. Iblis melakukan rekayasa, penelusupan, perongrongan, subversi, terorisme intelektual dan berbagai formula lagi, sehingga berhasil membuat saya menjadi Ahmaq.

Saya frustrasi karena tiba-tiba menjumpai saya adalah Ahmaq: manusia yang tidak memenuhi syarat untuk disebut manusia. Manusia yang sudah tidak bisa diajak omong. Tidak bisa mendengarkan. Tidak mau bermusyawarah. Tidak bisa menerima apapun selain yang sudah ada pada dirinya. Manusia yang terkurung di dalam kotak kebenaran subjektifnya sendiri, sehingga kalau ia berekspresi, berinteraksi atau berdebat dengan manusia lain, yang ia bawa bukan kebenaran, melainkan pembenaran atas (yang ia sangka) kebenarannya sendiri.

Pokoknya yang benar adalah saya. Siapa saja dan apa saja yang tidak sama dengan saya, pasti tidak benar. Pandangan yang bukan sebagaimana pandangan saya, berarti sesat. Pikiran yang tidak persis seperti pikiran saya, berarti kafir atau musyrik. Tindakan yang bertentangan dengan kemauan saya, berarti makar. Kata dan kalimat yang tidak cocok dengan kepentingan saya, berarti hoax. Kalau saya bilang a-b-c-d, maka alif-ba-ta adalah radikal. Kalau ketetapan saya adalah Sunday-Monday, maka Pahing-Kliwon adalah intoleransi. Kalau kebenaran saya adalah Abajadun-hawazun, maka Honocoroko adalah penghuni neraka.

Kalau saya bilang Pemerintah benar, maka kebenarannya absolut sebagaimana Tuhan dan Nabi. Kalau saya nyatakan Pemerintah salah, maka kesalahannya mutlak seperti Iblis, Setan, Dajjal, Druhun. Dan anehnya, justru Iblis yang mendidik cara berpikir, mental dan budaya saya untuk ber-ahmaq ria seperti itu. Lebih tidak gampang dimengerti lagi aplikasi absurd itu kabarnya memang merupakan bagian dari klausul kontrak antara Iblis dengan Allah swt. Yang berlaku hingga Hari Kiamat. Yaumul Qiyamah. Hari Kebangkitan. Momentum Transformasi dari babak penyisihan di Bumi menuju babak berikutnya, dengan sistem nilai yang sama sekali berbeda. Entah dari jasmani mengefisien menjadi rohani. Jasad ke roh. Atau raga ke sukma. Atau Sukmo Nguntal Rogo. Entah bagaimana. Saya harus segera cari referensi tentang itu di Perpustakaan Universitas. Ada yang bilang bisa googling: Iblis.com. Password-nya: indonesiaraya.

Akan saya lihat. Harus segera saya lakukan penelitian dan pendataan. Karena bukan hanya menyangkut kehancuran diri saya, tapi Iblis juga sangat menguasai seluruh perangkat perusakan dan penghancuran atas NKRI. Sedangkan menurut Nabi Isa As dan Sayidina Ali bin Abi Thalib, obatnya penyakit Ahmaq hanya satu: kematian.

Yogya, 28 September 2017

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.