Selasa, 26 September 23

Parah! Indonesia Juara Dunia Penyiksa Hewan

Parah! Indonesia Juara Dunia Penyiksa Hewan
* Tayo dibesarkan Sonia Rizkika sejak kecil. (BBC)

Kasus penjagalan kucing bernama Tayo yang berujung vonis 2,5 tahun penjara pada pelakunya di Medan, Sumatera Utara, diyakini akan berdampak terhadap berkurangnya kasus kekerasan terhadap hewan.

Menurut Asia For Animals Coalition, Indonesia adalah negara nomor satu di dunia yang paling banyak mengunggah konten kekejaman terhadap hewan di media sosial.

Dari 5.480 konten yang dikumpulkan, sebanyak 1.626 konten penyiksaan berasal dari wilayah Indonesia.

Sudah hampir sembilan bulan, bayang-bayang Tayo masih melekat di benak Sonia Rizkika.

Apalagi ketika perempuan 22 tahun ini pulang kerja. Biasanya kucing kesayangannya itu sudah menegakkan ekor, menunggu di depan rumah.

“Biasanya selalu nongol di depan pintu, sekarang sudah nggak ada lagi,” kata Sonia kepada BBC News Indonesia.

Tayo hilang 25 Januari 2021 silam. Waktu itu, Sonia dibantu tetangganya, membawa foto Tayo dan mencarinya keliling perumahan “pagi-siang-malam”.

“Sampai akhirnya ada yang nampak langsung datangi rumah si pelaku ini,” kenang Sonia.

Si pelaku adalah Rafeles Simanjuntak alias Neno Simanjuntak, sudah divonis 2,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Medan atas kasus pencurian, 31 Agustus lalu. Rumahnya tak jauh dari kediaman Sonia, yang baru tiga bulan tinggal di kawasan Tegal Sari Mandala II itu.

Sonia sebelumnya mendapat informasi dari warga sekitar tentang pelaku yang sudah 11 tahun menjadi penjagal kucing dan anjing. Setiap hari, pelaku disebutnya bisa menjual sekitar 2 kilogram daging kucing dari sekitar enam ekor kucing yang dipotong.

“Bayangkan, setiap hari, selama 11 tahun sudah berapa ribu kucing yang dibunuhnya?” kata Sonia sambil menghela napas dalam.

Kepala Tayo dalam karung, rumah dilempar batu
Saat ke rumah Neno, Sonia bertemu dengan kakak pelaku. Saat itu, ia sempat cekcok mulut, karena “si abang ini mengelak”.

Sonia akhirnya memeriksa halaman depan rumahnya yang terdapat alas pemotong daging, termasuk “tempat menguliti kucing juga di situ.”

“Di sana itu ada usus kucing. Organ anjing juga. Campurlah. Jadi kami bongkar itu semua isinya,” kata Sonia.

Saat itu, sebuah karung yang terdapat bercak darah menarik perhatian Sonia. “Kami bukalah [karung] goni ini. Rupanya ada banyak kepala kucing, ada empat atau lima kepala kucing waktu itu,” katanya.

Satu dari lima kepala kucing dalam karung itu, memiliki karakter yang sangat dikenal Sonia. “Kucing kampung lainnya itu kecil-kecil kepalanya. Mancung hidungnya, kayak lancip moncongnya. Cuma Tayo yang bulat kepalanya.”

Peristiwa ini sempat viral di media sosial, saat Sonia mengunggah penemuannya itu. Ia lalu melaporkan kasus ini ke kepolisian setempat.

Selama proses hukum, Sonia dua bulan pindah tempat tinggal, karena mendapat teror dikejar orang asing dari kegelapan di depan rumah, termasuk “dilempar batu”.

“Paling sering, rumah dilempar batu,” katanya.

Setelah kasus ini telah berkekuatan hukum tetap, Sonia memutuskan untuk pindah tempat tinggal secara permanen. Bukan hanya untuk menghindari teror yang berlanjut, tapi ia juga tak ingin terus tenggelam dalam kenangan bersama Tayo.

“[Biar] memorinya itu cepat hilang gitu. Teringat-ingat saja, kalau di sini,” kata Sonia.

Tapi apakah hukuman yang dijatuhkan pengadilan sudah setimpal dengan kehilangan Tayo?

Sonia menjawab: “Sebenarnya nggak puas sih, tapi itu sudah hukuman yang terbaik juga, karena kan memang sulit untuk memperjuangkan hak hidup hewan di Indonesia ini. Jadi itu sudah cukup setimpal sama yang diperbuatnya, walau dalam hati, sejujurnya nggak puas.”

Kemenangan hewan yang teraniaya
Doni Herdaru Tona adalah pendiri Animal Defender Indonesia (ADI) yang terlibat advokasi kucing Tayo di Medan. Ia berharap kasus Tayo bisa menjadi patokan hukum bagi pelaku kekerasan terhadap hewan di Indonesia.

“Jadi kita punya acuan, yurisprudensi, bahwa tindakan ini adalah salah di mata hukum,” kata Doni kepada BBC News Indonesia.

Indonesia sudah memiliki aturan tentang hukuman bagi pelaku penyiksa hewan. Di antaranya termuat dalam Pasal 302 dan 406 ayat (2) KUHP.

Berdasarkan aturan ini, ancaman hukuman penjara tiga bulan penjara bagi yang melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan.

Jika penganiayaan itu menyebabkan hewan tersebut sakit lebih dari satu minggu, luka berat, cacat, hingga kematian, maka ancaman hukumannya mencapai sembilan bulan penjara.

Sementara, Pasal 406 ayat (2) menyebut pembunuhan hingga penghilangan hewan milik orang lain mendapat ancaman hukuman dua tahun dan delapan bulan penjara.

Menurut Doni, hukuman dalam aturan tersebut masih terlalu ringan, sehingga tak mampu membuat efek jera bagi pelaku penyiksa hewan. “Dan seandainya terbukti, dia [biasanya] kenanya hukuman percobaan… Dan dia [pelakunya] tidak ditahan,” katanya.

Dalam kasus Tayo, pasal-pasal tersebut digunakan sebagai tambahan dalam penuntutan. Jeratan utama bagi pelaku justru menggunakan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP terkait pencurian di mana ancaman hukuman paling lama tujuh tahun penjara.

Pasal pencurian ini yang menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan hukuman penjara bagi pelaku.

“Kita mesti cermat-cermat memilih kasusnya, dakwaannya, pasalnya,” kata Doni yang lebih mengedepankan pasal pencurian yang lebih berat hukumannya dibandingkan pasal penganiayaan hewan.

Dalam persoalan aturan hukuman bagi penyiksa hewan yang terlalu ringan, Doni menyerukan adanya perubahan regulasi. “Kami ingin ada revisi KUHP, terlebih pada pasal-pasal tentang hewan,” katanya.

Sejauh ini, Animal Defender Indonesia telah menangani tujuh kasus terkait penyiksaan hewan. Namun, sebagian besar kasusnya terhenti.

“Ada yang beberapa mandek, ada yang pelapornya masuk angin, tarik laporannya, karena pendekatan terlapor di luar pengetahuan kita,” kata Doni.

Selain itu, kata dia, umumnya aparat penegak hukum masih “meremehkan” laporan kasus penyiksaan hewan.

“Semua ditertawakan. Jadi, ini memang hal yang remeh buat mereka. Dan biasanya karena ketidaktahuan, lalu menganggap ini remeh,” jelas Doni. (Red)

Sumber: BBC News

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.