Jumat, 26 April 24

Pantaskah Sunan Kuning Ditutup?

Pantaskah Sunan Kuning Ditutup?
* Resosialisasi Sunan Kuning disinyalir merupakan tempat berkumpulnya PSK terbesar setelah Dolly.

Semarang, Obsessionnews – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang tengah menggodok rancangan aturan terkait prostitusi menggantikan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1956 tentang Penanggulangan Pelacuran yang dinilai telah usang.

Ketua Badan Perancang Perda (BPP) DPRD Kota Semarang, Suharsono menjelaskan, Raperda terbaru akan menyesuaikan dengan kondisi bisnis esek-esek saat ini. “Karena Perdanya sudah lama dan sanksinya juga sangat ringan, jadi sekarang banyak yang harus disesuaikan,” terangnya di kantor, Kamis (4/6/2015).

Pihaknya juga telah mengundang beberapa elemen masyarakat untuk memberi masukan tentang masalah pelacuran di kota Semarang. Perda ini, lanjut Suharsono, disebut-sebut bakal mengatur sanksi, tidak hanya pada mucikari dan PSK, namun juga penyedia tempat bisnis lendir tersebut. Bahkan pemakai jasa wanita malam dan prostitusi online yang sedang marak terjadi akan ikut dikenai hukuman.

“Yang tidak kalah penting mengenai prostitusi online yang sekarang lagi booming di masyarakat,” tutur politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Dia membandingkan dengan kota besar lainnya yang berani menutup lokalisasi. Karenanya Teguh berharap Walikota Semarang mampu bersikap tegas dalam menangani prostitusi di kota Atlas.

Seperti diketahui, salah satu tempat berkumpulnya PSK terbesar di Semarang adalah Resosialisasi Argorejo atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kuning. Tiap malam berdatangan berbagai pria hidung belang untuk memuaskan nafsu di daerah pinggiran kota ini.

Terkait rancangan perda prostitusi, Ketua Resosialisasi Argorejo, Suwandi, menegaskan wilayah yang dipimpinnya selama ini bukanlah lokalisasi seperti masyarakat bayangkan.

“Bukan itu (lokalisasi). Disini Resosialisasi, semua PSK dibina dan diberi pelajaran ketrampilan khusus. Jadi suatu saat mereka bisa membuka usaha atau bekerja secara mandiri,” ujarnya saat ditemui obsessionnews.com.

Suwandi kemudian menceritakan sejarah berdirinya Sunan Kuning. SK awalnya dibangun untuk mengatur peredaran PSK liar di tahun 80an. Masyarakat setempat mengenal mereka dengan sebutan Ciblek. Para wanita muda itu seringkali menjajakan kemolekan di pusat kota, seperti Simpang Lima, jalan Ahmad Yani dan dekat Stasiun Poncol. Hingga akhirnya warga menjadi resah dan menuntut agar mereka dijadikan satu di lokasi Pudak Payung.

“Tapi masyarakat Pudak Payung tidak ingin ada lokalisasi disana. Dan sy sendiri koordinasi semua PSK itu dan mediasi dengan warga RW 4 (Argorejo) untuk dibangun Resosialisasi,” terang Suwandi.

Dibawah pengelolaannya selama puluhan tahun, berbagai program telah ia terapkan mulai pengecekan HIV/AIDS setiap 3 bulan, tabungan berkala dan pengajian. Oleh sebab itu, kawasan Sunan Kuning tidaklah pantas untuk ditutup.

“Seharusnya pemerintah bicara dulu dengan saya. Lokalisasi seperti apa? Dulu MUI pernah mau nutup sini tapi mereka memanggil saya dan saya jelaskan. Akhirnya ga jadi kan?” tandasnya. (Yusuf IH)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.