Kamis, 25 April 24

Nenek Tinah dan Rasa Kemanusiaan yang Tergugah

Nenek Tinah dan Rasa Kemanusiaan yang Tergugah
* Nenek Tinah.

Jakarta, Obsessionnews.com – Nenek Tinah harus menerima kenyataan telah kehilangan pekerjaan sebagai pekerja harian lepas (PHL) atau yang disebut pasukan orange. Nenek Tinah tak lolos seleksi ulang hingga membuatnya tergusur. Gajinya pun melayang dan hidupnya kini terluntang-lantung.

Sebelumnya Nenek Tinah bertugas membenahi sampah di seputaran Senayan dan Gelora Bung Karno dengan gaji sekitar Rp3 juta per bulan. Seiring dengan cutinya Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sejumlah kebijakan baru pun bergulir di DKI. Satu di antaranya adalah seleksi ulang anggota pasukan orange pada Januari ini.

Tak ayal jika kabar ini lantas menjadi buah bibir di kalangan pengguna sosial media dan banyak dibahas di aplikasi chatting. Ceritanya lantas menjadi viral dan menggugah rasa kemanusiaan dari netter mengenai kisah sedih yang dialami Nenek Tinah.

Pemilik akun Facebook Eko Sulistyanto mulanya menceritakan kisah sang nenek yang kehilangan pekerjaan itu dan kini menganggur. Tepatnya pada 12 Januari lalu, Eko menceritakan kisah tersebut. Eko menggambarkan sosok Tinah yang duduk termangu di trotoar tanpa pakaian jingga yang biasa dikenakannya.

Nenek Tinah sendiri menjelaskan mengapa dirinya diberhentikan sebagai pekerja atau petugas kebersihan. Ia mengatakan jika yang ikut dan terpilih sebagai pekerja adalah orang yang masih muda dan bisa membaca.

Nenek Tinah termasuk dari 27 orang PHL yang diberhentikan. Mereka telah mengadu kepada Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono. Mereka mengeluhkan pemberhentian secara mendadak, padahal mereka sudah bekerja lama. Di saat mereka diberhentikan pun ada penerimaan 200 PHL baru.

Pemberhentian Nenek Tinah Karena Terpaksa
Lurah Gelora, Mediawati, mengatakan pemberhentian Nenek Tinah dari pekerjaan ini merupakan jalan terakhir yang dia pilih. Menurutnya, Tinah diberhentikan karena masalah ketidakdisiplinan. Dalam waktu tujuh jam kerja, Tinah bekerja sekitar dua jam saja. Selain itu, Tinah juga tampak lebih sering duduk daripada bekerja, hal itu membuat dirinya dinilai kurang produktif.

“Ada yang satu bulan tidak masuk sampai enam hari. Kayak begitu kan enggak bisa kami pakai. Ada juga yang double job, habis nyapu pukul 07.00 sudah enggak ada di tempat, tahu-tahu ngojek,” ujar Media seperti dikutip dari sebuah situs online, Senin (16/1/2017).

Perubahan Sistem Rekrutmen
Proses rekrutmen pasukan orange Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan tahun ini memang berbeda. Pihak yang bertanggung jawab atas seleksi ini adalah kelurahan. Pada tahun sebelumnya, kelurahan hanya bertindak sebagai pengawas.

PHL atau pasukan orange adalah salah satu sosok yang ikut andil dalam kebersihan Jakarta. Perubahan sistem perekrutan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta membuat para calon pekerja yang berminat harus berupaya ekstra keras lagi agar bisa diterima.

Soalnya ada mekanisme eliminasi dalam proses penerimaan demi menyesuaikan diri dengan kuota PHL yang tersedia. Jadi meski pelamar sudah memenuhi syarat dan mendapat poin tinggi, belum tentu diterima.

Nenek Tinah di trotoar.

Sistem perekrutan memungkinkan semua orang untuk melamar sebagai PHL. Selain itu, konsekuensi yang timbul adalah PHL yang sudah bekerja lama harus ikut tata cara perekrutan dan kembali bersaing dengan pelamar baru.

“Kalau dulu kan sistemnya yang sudah jadi PHL tinggal perpanjang kontrak, kalau (sistem) sekarang ikut rekrutmen lagi dari awal,” kata Staf Seksi Sarana di Sudin Lingkungan Hidup Jakarta Timur, Benny Nugraha.

Ada setidaknya 15 syarat untuk melamar sebagai PHL Dinas Lingkungan Hidup. Ada syarat yang khusus untuk penempatan tertentu (seperti operator, nahkoda, dan sebagainya) dan ada persyaratan umum.

Persyaratan umum mencakup pendidikan minimal SD atau sederajat, punya rekening Bank DKI, surat keterangan sehat dari puskesmas atau rumah sakit pemerintah, SKCK legalisir, surat keterangan bebas narkoba, tidak berstatus PNS, pengalaman kerja minimal satu tahun, dan bersedia ditempatkan di mana saja.

Masing-masing syarat dihitung sebagai poin, dengan rentang dari 0 sampai 100. Benny tidak merinci berapa nilai poin untuk sejumlah syarat tersebut. Namun, ada syarat yang dihitung dengan poin tinggi, seperti 10 poin jika memiliki KTP DKI Jakarta.

Setelah dapat poin, seleksi dilakukan berdasarkan urutan absen pendaftaran sehingga poin yang tinggi bukan jaminan untuk diterima sebagai PHL Dinas Lingkungan Hidup atau yang dikenal sebagai pasukan oranye.

“Misalkan ada 50 orang yang dapat poin 90, itu nanti diambil absen paling atas. Pelamar yang daftar paling awal lebih punya peluang buat diterima,” kata Benny.

Kuota penerimaan pasukan oranye yang baru direkrut hanya 542 orang. Adapun 27 PHL yang sudah pernah bekerja tidak lolos seleksi rekrutmen karena poinnya yang terlalu rendah. Menurut Benny, 27 PHL yang belum diterima itu dapat melamar lagi pada rekrutmen berikutnya sekitar Maret atau April tahun ini.

Pasukan Orange Jadi Objek Kampanye
Aksi pasukan orange semakin menjadi sorotan masyarakat. Sepak terjang mereka membersihkan sampah di sungai-sungai Jakarta menampakkan hasil nyata dan diapresiasi warga. Keberadaan mereka pun tak lepas sebagai objek kampanye para calon gubernur.

Kasus mencuat baru-baru ini pasukan orange berfoto dengan memegang spanduk dukungan pasangan cagub-cawagub nomor pemilihan satu Agus-Sylvi. Mereka menaiki alat berat Dinas Kebersihan DKI dan mengacungkan jari. Para anggota “pasukan orange” tidak sadar kalau hal itu ternyata melanggar.

“Meskipun tidak ada pengaduan, tetapi ini kan temuan, harus ditelusuri, dipanggil,” kata calon wakil gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat ketika itu. (Has)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.