Jakarta, Obsessionnews – Pengadilan Negeri (PN) Situbondo, Jawa Timur, saat ini tengah mengadili Nenek Asyani alias Bu Muaris. Warga Kecamatan Jatibanteng yang berusia 63 tahun itu dituduh mencuri kayu jati yang ditebang sekitar 5 tahun lalu. Nenek Asyani dijerat dengan Pasal 12 juncto Pasal 83 UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan berpendapat, hukum saat ini bagikan pisau yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. “Hukum dengan tajam menindak masyarakat miskin dan akan lemah jika pelakunya orang kuat seperti pejabat,” tegas Ketua Pengurus LBH Keadilan, Abdul Hamim Jauzie, kepada Obsessionnews, Sabtu (14/3/2015).
Menurut Jauzie, hukum belum ditegakkan jika aparat hanya bisa menerapkan pasal illegal logging kepada nenek renta. “Hutan gundul dikarenakan penebangan yang sistemastis dan besar-besaran. Bukan yang mengambil beberapa batang pohon yang menjadi target operasi. Aparat seharusnya membidik korporasi-korporasi nakal yang melakukan pembalakan liar secara brutal,” sindirnya.
Ia menyatakan, LBH Keadilan berpendapat diadilinya Nenek Asyani menandakan aparat penegak hukum berorientasi pada penegakan peraturan ketimbang penegakan keadilan. LBH Keadilan meminta agar hakim tidak menjadi corong undang-undang, akan tetapi mengedepankan keadilan dalam memutus perkara yang menjerat Nenek Asyani. “Hakim harus memiliki sense of justice dalam memutus perkara!” serunya.
Oleh karena itu, lanjut Jauzie, LBH Keadilan meminta Majelis Hakim yang mengadili agar segera memberikan penangguhan penahanan atas Nenek Asyani.
Nenek Asyani alias Bu Muaris, warga Dusun Secangan, Desa/Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo, harus berurusan dengan aparat berwajib setelah dituding mencuri kayu milik Perum Perhutani. Asyani dituduh mencuri tujuh batang kayu yang diduga milik Perum Perhutani.
Atas kasus yang menimpanya itu, Asyani sudah menjalani beberapa kali sidang di Pengadilan Negeri Situbondo. Pun sejak 15 Desember lalu, ia sudah dipenjarakan pihak berwajib. Selain terdakwa Asyani, kasus itu menyeret menantunya bernama Ruslan (23), tukang kayu Cipto (43), dan pengemudi pick up Abdus Salam (23). Nenek Asyani dijerat pasal pembalakan liar, terancam dipenjara lima tahun. Padahal, ia merasa tidak bersalah karena menebang kayu di tanahnya sendiri.
Sementara itu, pakar hukum Asep Warlan Yusuf menilai, kasus pengadilan terhadap nenek Asyani menunjukkan potret buram penegakan hukum di Tanah Air. Penegak hukum semestinya mengedepankan restorative justice (keadilan restoratif) dalam menangani kasus dugaan pencurian 7 batang kayu jati tersebut.
Ia pun prihatin karena sang nenek didakwa dengan pasal illegal logging karena tidak dilakukan secara terorganisasi dengan jumlah yang besar. Karena itu mereka berharap hakim nantinya bisa cermat melihat kasus tersebut.
“Ini kan dugaan pencurian 7 batang kayu, apalagi terdakwa (nenek Asyani) memiliki bukti kepemilikan tanah dan ini bukan tuduhan pengambilan lahan. Khawatirnya ada kriminalisasi, yang semula bukan kejahatan dijadikan kejahatan,” tegas Asep.
Menurut Asep, dakwaan jaksa yang menjerat nenek Asyani dengan Pasal 12 juncto Pasal 83 Undang-Undang (UU) Tahun 2013 tentang IllegalLogging dengan ancaman 5 tahun penjara tidak tepat, bahkan keterlaluan. (Asma)