Jakarta, Obsessionnews.com – Tsunami yang menghantam wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang, Banten, dengan ketinggian rata-rata satu hingga dua meter pada Sabtu (22/12/2018) malam disebut sebagai peristiwa langka. Sebab tidak ada aktivitas gempa besar yang bisa memicu naiknya gelombang air ke permukaan.
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho. Ia mengatakan, selain tidak adanya gempa, letusan Gunung Anak Krakatau juga tidak begitu besar. Dengan begitu, pihaknya menyimpulkan bahwa tidak semua bencana bisa diketahui secara pasti penyebabnya.
“Feomena tsunami di Selat Sunda termasuk langka. Letusan Gunung Anak Krakatau juga tidak besar. Tremor menerus namun tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigaikan. Tidak ada gempa yang memicu tsunami saat itu. Itulah sulitnya menentukan penyebab tsunami di awal kejadian,” ujar Sutopo dalam akun Twitternya, @sutopo_PN Minggu (23/12/2018) malam.
Sampai saat ini pihak BNPB masih melakukan penelitian untuk mengetahui lebih dalam apa penyebab terjadinya tsunami di Selat Sunda. Bisa jadi kata dia, kemungkinan adalah adanya longsor di dalam laut pengaruh dari erupsi Gunung Anak Krakatau.
“Penyebab tsunami bukan gempabumi. Namun kemungkinan adanya longsor bawah laut pengaruh erupsi Gunung Anak Krakatau. Bersamaan dengan adanya gelombang pasang akibat bulan purnama,” tuturnya.
Sementara itu jumlah korban meninggal dunia akibat bencana tsunami di pesisir selatan Banten, Kabupaten Serang dan Pandeglang hingga Minggu sore mencapai 176 orang meninggal dan 509 orang lainnya mengalami luka-luka.
Sedangkan kerugian material sebanyak 443 rumah rusak, 11 kendaraan roda 4 (empat) serta 53 kendaraan roda 2 (dua) rusak. data tersebut berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten melalui posko-posko darurat yang didirikan di puskesmas di lokasi bencana Minggu malam. (Albar)