Jakarta, Obsessionnews – Sentuhan tangan dingin sang sutradara kondang, Norbertus Riantiarno atau yang populer dengan nama Nano Riantiarno, membawa Teater Koma terus berkibar di dunia hiburan sampai sekarang. (Baca: 38 Tahun Teater Koma Tetap Eksis)
Teater Koma berdiri pada 1 Maret 1977. Dalam usianya ke-38 tahun teater ini memasuki produksi ke-142. Semua proses itu tidak lepas dari Nano, sapaan akrab sang sutradara, yang juga suami Ratna Riantiarno. Sosok Nano yang lahir di Cirebon, 6 Juni 1949 selalu memberikan sajian yang apik bagi para penggemar teater. (Baca: Naskah Klasik Rusia Dikemas dalam Konsep Perwayangan)
Pria 66 tahun ini selain pendiri dan sutradara Teater Koma, juga juga aktor, penulis, dan wartawan. Nano pernah mengalami masa kelam dalam perjalanan hidupnya.
“Dia pernah mengalami sakit stroke di akhir Agustus 2012. Akibatnya, dia harus beristirahat beberapa waktu. Padahal sebelum jatuh sakit, dia mempresentasikan naskah yang dibuatnya sendiri di depan para pemain Teater Koma,” ujar Ratna.
Teater ini pernah mengalami pelarangan pentas oleh rezim Orde Baru. Nano pernah diinterogasi. Tapi ia pantang menyerah dan terus berkarya untuk membesarkan Teater Koma.
Beberapa karyanya bersama Teater Koma batal pentas karena masalah perizinan dengan pihak yang berwajib. Yakni Maaf.Maaf.Maaf. (1978), Sampek Engtay (1989) di Medan, Sumatera, Suksesi, dan Opera Kecoa (1990), keduanya di Jakarta. Akibat pelarangan itu, rencana pementasan Opera Kecoa di empat kota di Jepang (Tokyo, Osaka, Fukuoka, Hiroshima), 1991, urung digelar pula karena alasan yang serupa. Tapi Opera Kecoa, pada Juli-Agustus 1992, dipanggungkan oleh Belvoir Theatre, salah satu grup teater garda depan di Sydney, Australia.
Pekan ini Teater Koma akan mementaskan lakon Inspektur Jendral di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Pasar Baru, Jakarta Pusat.
“Dengan teater kita dapat memberitahukan kepada orang lain, yang jelek ya jelek, dan yang bagus ya bagus,” kata Nano dalam konferensi pers mengenai rencana pementasan Inspektur Jendral di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Kamis (29/10/2015). (Mariana)