Muslim di India Diperlakukan seperti 'Kambing Kurban'

Muslim di India diperlakukan secara menyedihkan oleh kalangan Hindu radikal ekstrim intoleransi di negara yang mayoritas penduduknya beraga Hindu tersebut. Bahkan dalam pemilu di Negara bagian Uttar Pradesh India perburuk diskriminasi terhadap muslim. "Kami para Muslim merasa diperlakukan seperti kambing kurban'," keluh muslim di daerah tersebut. Pada pertengahan Agustus tahun lalu, sekelompok penganut Hindu menyerang warung makan populer yang dijalankan oleh tiga bersaudara Muslim di kota kuil Mathura, Uttar Pradesh, India. Mereka menuduh ketiga bersaudara Muslim itu mengambil keuntungan dari nama dewa Hindu, lalu merobek poster dan papan nama, kata Abid yang merupakan pemilik warung makan bernama Srinath Dosa Corner itu. "Mereka bilang orang Hindu makan di sini karena mengira kami orang Hindu," ujar Abid. Warung makan Abid terletak di pasar yang menjual barang-barang elektronik, hanya berjarak beberapa kilometer dari kuil yang didedikasikan untuk Dewa Krishna. Srinath merupakan nama lain Dewa Krishna, dan umat Hindu percaya bahwa Mathura merupakan tempat kelahirannya. Setiap warung makan di dekat kuil itu dinamai berdasarkan nama dewa, kecuali warung makan Abid yang kini disebut American Dosa Corner. Setelah video penyerangan warung makan itu viral, Abid melaporkannya ke polisi sehingga salah satu pelaku ditangkap. Tetapi enam bulan kemudian, dia memilih meredam insiden itu "karena tidak ingin ada masalah," menurut seorang jurnalis lokal. Kasus kekerasan terhadap Muslim di Uttar Pradesh telah berulang kali menjadi sorotan sejak 2014, setelah Partai Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi berkuasa di India. Tiga tahun kemudian, BJP juga menang telak dalam pemilu di Uttar Pradesh. BJP menunjuk Yogi Adityanath, seorang biksu Hindu yang dikenal karena sikap anti-Muslimnya, sebagai menteri utama. Beberapa hari setelah kemenangan itu, sebuah desa di Uttar Pradesh memasang poster yang meminta umat Islam untuk pergi. Uttar Pradesh juga menjadi salah satu negara bagian pertama yang mengesahkan aturan anti-pindah agama, yang kerap digunakan untuk melecehkan dan memenjarakan laki-laki Muslim dalam hubungan beda agama dengan perempuan Hindu. Muslim yang memprotes Undang-Undang Kewarganegaraan yang kontroversial itu dipukuli, bahkan harta benda mereka disita, hingga Mahkamah Agung menyatakan aturan itu ilegal. Bahkan selama pandemi, para pemimpin BJP menuduh laki-laki Muslim melakukan "jihad korona" atau diduga bertindak untuk menyebarkan virus tersebut. Diskriminasi yang berlangsung sehari-hari --dan jauh lebih berbahaya-- itu telah meminggirkan umat Islam yang berjumlah 40 juta atau sekitar 20% dari populasi Uttar Pradesh. Saat pemilu diselenggarakan di Uttar Pradesh, komunitas Muslim mengatakan kepada BBC bahwa mereka telah menjadi "warga kelas dua". Mufti Zahid Ali Khan, pensiunan profesor teologi di Universitas Muslim Aligarh, mengatakan Adityanath "berperilaku seperti politisi BJP, bukan pejabat pemerintah". "Sejak dia berkuasa, umat Islam hidup dalam ketakutan. Setiap kali anak-anak kami pergi, istri kami berdoa agar mereka kembali dengan selamat." Legislator sekaligus wakil presiden BJP di negara bagian Vijay Pathak menyatakan "tidak benar bahwa Muslim di Uttar Pradesh merasa terpinggirkan". "Pemerintah tidak mendiskriminasi berdasarkan kasta atau agama, kami akan dipilih oleh lebih banyak Muslim dalam pemilu ini," kata dia. Namun para kritikus menyoroti pernyataan-pernyataan anti-minoritas yang baru-baru ini diungkapkan oleh Yogi serta sejumlah pemimpin BJP. Seorang anggota parlemen BJP mengatakan dia akan "memastikan" umat Islam berhenti menggunakan kopiah dan memakai bubuk Sindoor, seperti yang digunakan oleh umat Hindu, apabila dia terpilih kembali. Pada bulan lalu, para pemimpin Hindu juga menyerukan serangan terhadap masjid dan ulama Muslim. Mantan legislator dari partai oposisi Samajwadi di Aligarh, Zamirullah Khan, mengatakan "kami bekerja dengan umat Hindu, kami berdagang dengan mereka, menghadiri pernikahan di keluarga masing-masing," tetapi "politik kebencian terus meningkat" dan itu menjadi kian tajam setiap kali pemilu mendekat. "Kami seperti kambing kurban -kami diberi makan dan digemukkan, kemudian disembelih untuk pesta. Politisi menggunakan sentimen anti-Muslim untuk mempolarisasi masyarakat dan memenangkan pemilu. Setelah pemilu selesai, semua orang pulang," kata dia. Merujuk pada data resmi, Muslim adalah kelompok agama termiskin di India. Hampir 46% Muslim bekerja di sektor informal sebagai tukang listrik, tukang ledeng, penjual, dan pekerja harian. Gambaran serupa juga terjadi di Uttar Pradesh. Pandemi dan kebijakan pemerintah pun hanya memperburuk situasi mereka. (Red) Sumber: BBC News