Minggu, 2 April 23

Merawat Air, Merawat Peradaban

Merawat Air, Merawat Peradaban
* Isu ketersediaan air bersih telah menjadi fokus utama di seluruh dunia.

Air merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh karenanya keberadaan air menjadi titik awal munculnya peradaban. Hingga saat ini ketersediaan air juga mempengaruhi peradaban yang berkembang di sekitarnya.

Seiring berjalannya waktu, isu ketersediaan air bersih telah menjadi fokus utama di seluruh dunia. Hari Air Sedunia (World Water Day) diperingati tiap tanggal 22 Maret, perayaan yang ditujukan sebagai usaha menarik perhatian publik akan pentingnya air bersih dan usaha penyadaran dalam pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan.


Penanaman pohon untuk konservasi air.

Sebagai wujud kegiatan rutin yang sudah diperingati dari tahun ke tahun, Sekretariat Bersama Perhimpunan Pencinta Alam Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bekerja sama dengan Komunitas Kali Opak dan Komunitas Kali Kuning akan menyelenggarakan Peringatan Hari Air Sedunia Rabu, 22 Maret 2017.

Kegiatan tersebut akan dilaksanakan di Embung Tegaltirto dan Lava Bantal, Sungai Opak, Kecamatan Berbah, Sleman, DIY. Sebagai wujud Gerakan Pencinta Alam untuk Negeri, kegiatan ini juga didukung oleh pemerintah setempat dari Kecamatan Berbah, Sleman dan tiga desa yang berbatasan langsung dengan Sungai Opak yakni Desa Jogotirto, Kalitirto, dan Tegaltirto.

“Dengan melibatkan masyarakat umum, diharapkan kegiatan ini dapat mewujudkan tema yang diangkat yakni Merawat Air, Merawat Peradaban. Bahwa untuk memperoleh kehidupan yang layak, manusia harus memiliki akses pada air bersih bebas dari limbah,” ungkap Pipit Noviyani, Koordinator Konservasi Sekber PPA DIY.

Sekretaris Jenderal Sekber PPA DIY Andy Gunawan berharap terlaksananya acara peringatan hari air sedunia ini bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat umum bahwa tanggal 22 Maret merupakan hari air sedunia.

“Tentunya kita sebagai makhluk yang paling cerdas dan berakal mengetahui air sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Selain itu, bisa menyadarkan masyarakat banyak kalau sungai bukan tempat sampah masal namun sungai adalah sebagai sumber penghidupan,” imbuh Andy.

Kegiatan diawali dengan apel besar di atas air untuk menandai dibukanya peringatan hari air sedunia, dilanjutkan dengan rangkaian kegiatan penanaman pohon untuk konservasi air di sempadan Sungai Opak, kegiatan bersih sungai, pemberdayaan pelaku wisata geotubing lava bantal mengenai keselamatan berkegiatan di air, dan fun geotubing sebagai salah satu upaya untuk mepromosikan wisata alam yang ada di sana.

Pohon yang ditanam, sambung Pipit, bukanlah sembarang pohon namun jenis pohon yang dapat digunakan untuk konservasi air, seperti gayam, beringin, asam jawa, dan bambu. Jenis-jenis tanaman tersebut memiliki sistem perakaran yang luas sehingga dapat menahan air dan juga berperan untuk mencegah erosi sungai.

“Sebagai wujud komitmen dalam pelestarian air, keseluruhan peserta dari berbagai kalangan akan bersama-sama membaca dan menandatangai Maklumat Hari Air. Tak hanya itu, sore harinya juga akan dilaksanakan aksi teatrikal di KM 0, Malioboro dan penyebaran media edukasi sebagai salah satu upaya untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat mengenai pentinganya menjaga kelestarian sumber daya alam,” ujar Pipit.

Lokasi difokuskan di kawasan Lava Bantal yang ada di Sungai Opak karena lava bantal merupakan geoheritage yang harus dilestarikan.

“Lava Bantal juga merupakan fenomena geologi unik di mana lava mengalami intrusi di bawah air sehingga memunculkan bentuk bertumpuk seperti bantal. Keberadaan lava bantal ini dapat digunakan untuk meramalkan sejarah terjadinya Pulau Jawa. Oleh karena itu keberadaan kawasan ini tentunya sangat penting tak hanya untuk bidang geologi namun juga memiliki unsur kebudayaan yang kuat,” tandas Pipit.

Selain itu Sungai Opak dengan luas daerah alirannya yang mencapai 638,89 km2 menjadi penopang untuk menjaga fungsi ekologisnya di kawasan yang luas sehingga harus dilestarikan.

“Saat ini kawasan tersebut tengah dikembangkan menjadi kawasan wisata alam yang marak diburu untuk sekedar berfoto. Namun dengan adanya geoheritage di sana tentunya kawasan ini dapat dikembangkan sebagai sarana wisata edukasi,” pungkas Pipit. (Gia)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.