Rabu, 24 April 24

Menteri Edhy Dorong Sulsel Kembangkan Budidaya Udang Berkelanjutan

Menteri Edhy Dorong Sulsel Kembangkan Budidaya Udang Berkelanjutan
* Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berkunjung ke Sulawesi Selatan. (Foto: dok KKP)

Barru, Obsessionnews.com – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didampingi Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto melakukan kegiatan panen udang vaname dan meresmikan 4 unit Hatchery milik PT Esaputlii Prakarsa Utama (Esapratama Fishery Company) di Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Minggu (1/12/2019).

Turut hadir Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sulaiman Sudirman, perwakilan PT Esaputlii Prakarsa Utama Eddy Baramuli, Bupati Barru Suardi Saleh, jajaran pejabat daerah lainnya, serta para pembudidaya dan stakeholder kelautan dan perikanan lainnya.

Dalam laporannya, Eddy Baramuli menyampaikan, udang vaname sudah dikenal di Sulsel sejak tahun 2003 dan mulai diekspor pada tahun 2008 sebanyak 7.055 ton. Sulsel memiliki potensi tambak efektif untuk budidaya udang vaname seluas 96.000 hektar, udang windu 38.000 hektar, dan sisanya untuk budidaya ikan bandeng dan sebagainya.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didampingi Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto melakukan kegiatan panen udang vaname milik PT Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Barru, Sulsel. (Foto: dok KKP)

PT Esaputlii Prakarsa Utama sendiri bergerak dalam pembenihan udang vaname dan bandeng dan pembesaran udang intensif dengan kapasitas produksi yang besar. Melalui penerapan budidaya sistem intensifikasi, perusahaan ini berhasil menjadi penyuplai udang vaname terbesar di Sulsel bahkan di seluruh provinsi nusantara. Pada tahun 2014 mereka berhasil melakukan panen udang hingga 29 ton per satu kali panen untuk 1 petak tambak dengan luas 3.000 m2. Ini disebut menjadi rekor panen udang terbesar di dunia.

Saat ini mereka bahkan mampu menghasilkan udang 15,2 ton per 1.000 m2 dalam sekali panen. PT Esaputlii Prakarsa Utama juga mampu memproduksi benih udang (benur) hingga 7,2 miliar ekor per tahun.

“Mengingat besarnya potensi ini, hari ini dalam rangka mencari solusi terbaik untuk meningkatkan produksi ekspor hasil perikanan pada umumnya, dan hasil udang pada khususnya, kita berdiskusi dengan Bapak Menteri,” cetusnya.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meresmikan 4 unit Hatchery milik PT Esaputlii Prakarsa Utama di Kabupaten Barru. (Foto: dok KKP)

Sementara itu, mengawali sambutannya, Menteri Edhy menyampaikan apresiasi atas pengembangan hatchery (pembenihan) oleh PT Esaputlii Prakasa Utama.

“Saya berharap keberadaan hatchery skala besar ini akan turut berkontribusi dalam pemenuhan benur udang dan bandeng yang bermutu di seluruh Indonesia. KKP sangat mendukung apa yang dilakukan perusahaan dalam pengembangan udang di Indonesia, apalagi saat ini KKP menargetkan ada peningkatan kontribusi devisa ekspor yang lebih signifikan dari komoditas udang. Kita menargetkan nilai ekspor udang meningkat hingga 250% di tahun 2024,” papar Menteri Edhy.

Menurut Menteri Edhy, dalam RPJMN 2020– 2024, pengembangan udang dengan sistem kluster menjadi salah satu prioritas KKP. Pemerintah akan fokus pada kebijakan dan regulasi investasi udang sehingga investasi akan lebih mudah.

“Kurang lebih sebulan ini, saya berkeliling ke sentral sentral produksi perikanan. Tentu tujuannya yakni untuk mendengar masukan, keluhan dari stakeholders sebagai bahan referensi kami dalam menyusun arah kebijakan sektor kelautan dan perikanan. Saya tidak ingin, sebuah aturan tiba tiba dibuat tanpa melihat dan mendengar langsung di lapangan karena bapak/ibulah yang akan menjalankannya,” jelasnya.

Menteri Edhy menambahkan, Presiden tengah merancang penyederhanaan regulasi melalui kebijakan omnibus law, sebagai upaya menghilangkan tumpang tindih aturan dan birokrasi. Setidaknya ada 11 klaster kebijakan omnibus law untuk Cipta Lapangan Kerja, dua di antaranya yakni penyederhanaan perizinan investasi dan pengembangan inovasi dan riset.

“Kita berharap kebijakan ini akan berdampak terhadap peningkatan investasi budidaya dan mampu mengakselerasi pengembangan budidaya di kawasan-kawasan potensial,” katanya.

“Tentu akan banyak sektor yang terlibat, mulai dari obat, peralatan, serta penyerapan tenaga kerja sehingga akan banyak diperlukan investasi di sektor ini,” lanjut Menteri Edhy.

Menteri Edhy bertekad mengembalikan kejayaan Indonesia di sektor budidaya udang. Ia menilai, sudah sewajarnya ekspor udang digenjot mengingat udang memberikan share devisa hingga 40% dari total ekspor produk perikanan nasional. Tahun 2017 misalnya, nilai ekspor udang Indonesia mencapai USD1,47 miliar.

Menteri Edhy menjelaskan, ada beberapa upaya yang telah dilakukan KKP guna mendukung pengembangan budidaya tambak udang di Indonesia. Beberapa dituangkan dalam program prioritas di antaranya budidaya udang berbasis klusterisasi, Pengelolaan Irigasi Tambak Partisipatif (PITAP), bantuan induk bermutu dan benih unggul, serta bantuan eksavator.

Budidaya udang berbasis kluster merupakan bagian upaya KKP dalam mengembangkan prinsip budidaya secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.  Dengan prinsip kluster, pengelolaan budidaya udang dilakukan dalam satu kawasan dengan manajemen teknis dan usaha yang dikelola secara bersama. Tujuannya untuk meminimalisir kegagalan dan meningkatkan produktivitas namun tetap ramah lingkungan.

Adapun PITAP dilakukan untuk meningkatkan fungsi jaringan saluran irigasi tambak milik pembudidaya yang mengalami penurunan. Dukungan infrastruktur ini akan meningkatkan luas lahan tambak yang terfasilitasi sumber daya air yang baik, sehingga berdampak terhadap peningkatan produksi budidaya. Di samping itu PITAP akan mempermudah aksesibilitas dan konektivitas dalam pengembangan perikanan budidaya.

“Kita ingin daya saing udang kita naik dan target saya yakni memperluas pasar dan meningkatkan supply share kita di pasar ekspor. Ini tantangan kita ke depan,” katanya.

Oleh karena itu, KKP mendorong stakeholders perudangan nasional untuk konsisten dalam memenuhi persyaratan non tariff barrier melalui penerapan Indonesian Good Aquaculture Practice (IndoGAP), yang memuat cara budidaya ikan yang baik juga cara pembenihan ikan yang baik guna menjamin keberlanjutan pengembangan udang di Indonesia.

Pembudidaya diminta untuk mulai menghindari penggunaan induk atau calon induk udang dari tambak untuk mengantisipasi sebaran penyakit.

Penataan sistem produksi diarahkan agar lebih integratif dan efisien yakni melalui pengembangan broodstock center, naupli center, baik milik pemerintah maupun swasta dengan menghasilkan induk dan benur dengan performa bagus. Untuk mewujudkannya diperlukan pembangunan sistem logistik benur, sehingga para pembudidaya udang mendapatkan benur berkualitas dengan harga yang efisien.

Menteri Edhy juga mengimbau pelaku usaha untuk mengembangkan inovasi teknologi dengan tetap mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

Menteri Edhy berkeyakinan, berapapun jumlah udang yang diproduksi, tidak akan terjadi over supply. Alasannya, udang dapat disimpan dan ketika dijual kembali harganya masih tinggi. Udang juga bisa diolah menjadi beraneka produk bernilai ekonomi tinggi lainnya.

“Mudah-mudahan nanti berbudidaya udang bisa menjadi alternatif usaha masyarakat. Tak butuh modal besar, dengan modal minim pun bisa dilakukan,” ucapnya.

“Kalau swasta sudah terpanggil, saya rasa APBN tidak akan terlalu berarti karena pada dasarnya kekuatan APBN tidak akan lebih dari 15 persen. Di sini swastalah yang menjadi penggerak. Tentu saja APBN menjadi trigger. Jika butuh dukungan APBN, kami akan bantu,” pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman menyampaikan terima kasih atas perhatian pemerintah pusat terhadap sektor kelautan dan perikanan Sulsel. Menurutnya, dengan dukungan pemerintah berupa fasilitas direct export (ekspor langsung) produk perikanan Sulsel ke pasar luar negeri, ekspor komoditas perikanan Sulsel meningkat tajam. Misalnya rumput laut yang tahun lalu disebut meningkat hingga 550 persen.

“Sekarang kalau mau ekspor langsung saja. Dulu harus kirim dulu ke Surabaya, dari Surabaya baru dikirim ke luar negeri.  Kita sudah punya salah satu pelabuhan perikanan yang besar,” ucapnya.

Perlu diketahui, Provinsi Sulawesi Selatan berkontribusi cukup besar terhadap kinerja sektor perikanan budidaya nasional. Potensi Sulawesi Selatan, terutama budidaya laut dan payau selalu menjadi 5 besar produsen ikan hasil budidaya pada level nasional. Bahkan Sulsel menjadi produsen terbesar rumput laut nasional.

Melalui komitmen dan kerja sama yang baik pemerintah daerah, pelaku usaha, perguruan tinggi, dan stakeholders terkait lainnya, diharapkan potensi perikanan Sumsel dapat dioptimalkan.

Pengembangan budidaya udang windu berbasis ekosistem yang berhasil dilakukan di Kabupaten Pinrang juga dapat menjadi model pengembangan udang windu nasional.

Guna mempercepat pembangunan sektor kelautan dan perikanan, ia berharap dukungan alat produksi untuk kegiatan budidaya bagi masyarakat kecil Sulsel.

“Kami akan tegak lurus bersama Bapak agar Sulawesi Selatan menjadi sentra-sentra untuk perikanan dan kelautan. Karena kita untuk pangan menyuplai 27 dari 34 provinsi di Indonesia,” tandasnya.

Pada kegiatan yang sama, Bupati Barru Suardi Saleh memaparkan potensi perikanan di Kabupaten Barru. Menurutnya,

Kabupaten Barru memiliki pantai sepanjang 78 km yang terbentang bersama jalan nasional sehingga akses ke pantai relatif mudah untuk kegiatan perikanan.

Selain itu, Kabupaten Barru memiliki 7 hatchery skala besar dan 59 hatchery skala rumah tangga. Ia berharap bantuan KKP untuk pengembangan hatchery ini, khususnya hatchery skala rumah tangga.

“Hatchery skala rumah tangga perlu bantuan, perlu dukungan untuk perbaikan sarana prasarana yang sebanyak 59 unit tadi. Yang kedua, kita saksikan di sini panen per petak tambak 29 ton. Sementara di Kabupaten Barru ini ada 2.538 tambak, kurang lebih 80 persennya masih tradisional, butuh bantuan intensifikasi untuk perbaikan saluran atau perbaikan konstruksi, peralatan-peralatannya sehingga produksinya dapat meningkat. Karena kalau kita bandingkan ini jauh sekali perbedaannya dengan yang tradisional,” tuturnya.

Selain itu, ia juga meminta bantuan KKP berupa sistem bidodaya bioflok untuk dikembangkan di pesantren-pesantren yang ada di Kabupaten Barru. Ia beralasan, bioflok ini tak hanya bisa dimanfaatkan untuk mendukung perekonomian dan supply ikan di pesantren, juga sebagai media belajar wirausaha bagi para santri. (Has)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.