Rabu, 24 April 24

Mengukur Peluang Ical (Kembali) Jadi Ketum Golkar

Mengukur Peluang Ical (Kembali) Jadi Ketum Golkar

Posted by Arif Rahman Hakim

Jakarta – Ambisi Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie atau yang akrab dipanggil Ical untuk memenangkan Golkar pada Pemilu 2014 tak terwujud. Dalam pemilu tersebut Golkar harus puas duduk di posisi kedua setelah PDIP. Golkar memperoleh 18.432.312 suara atau 14,75%, sedangkan PDIP mendapat 23.681.471 suara (18,95%). Kegagalan Ical tidak berhenti di situ. Ia pun gagal memperoleh tiket menjadi capres karena tak berhasil menggaet parpol-parpol lain untuk mendukung dirinya. Ical lantas menawarkan dirinya kepada Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputeri untuk menjadi cawapres Joko Widodo (Jokowi). Namun, lamaran Ical ditolak. PDIP bersikukuh mengajukan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) pada Pilpres 2014.

Ical kemudian mengarahkan mesin politiknya memberikan dukungan kepada duet Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Sebelumnya Prabowo Subianto-Hatta Rajasa didukung Gerindra, PAN, PPP, dan PKS. Koalisi Golkar, Gerindra, PAN, PPP, dan PKS diberi nama Koalisi Merah Putih (KMP). Sementara itu Partai Demokrat yang awalnya menyatakan sebagai partai penyeimbang, kemudian bergabung memperkuat KMP. Sedangkan parpol-parpol yang mendukung Jokowi-JK yang terdiri dari PDIP, Nasdem, PKB, dan Hanura, diberi nama Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Dalam Pilpres 2014 Prabowo-Hatta Rajasa tak berkutik melawan Jokowi-JK.

Meskipun kalah dalam Pilpres 2014, KMP dengan motor utamanya Golkar berhasil menguasai parlemen. Di barisan pimpinan DPR Golkar berhasil menempatkan kadernya, Setya Novanto, sebagai ketua, sementara empat wakil ketuanya adalah Fadli Zon (Gerindra), Agus Hermanto (Partai Demokrat), Fahri Hamzah (PKS), dan Taufik Kurniawan (PAN). Sedangkan di barisan pimpinan MPR Zulkifli Hasan dari PAN menjadi ketua, didampingi empat wakil ketua, yaitu Mahyudin (Golkar), EE Mangindaan (Partai Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS), dan Oesman Sapta Odang (Dewan Perwakilan Daerah).

Kegemilangan Golkar sebagai aktor utama dalam KMP yang menguasai parlemen, ternyata tak mampu mengobati kekecewaan sebagian kader-kader Golkar. Bagi kader-kader Golkar ukuran keberhasilan adalah Golkar memenangkan pemilu legislatif dan pilpres. Kader-kader Golkar menilai Ical gagal memimpin Golkar karena tidak berhasil memenangkan pemilu legislatif dan pilpres. Oleh karena itu, mereka menyuarakan aspirasi untuk menggantikan Ical.

Ical terpilih menjadi ketua umum partai beringin periode 2009-2014 dalam Musyawarah Nasional (Munas) VIII Partai Golkar di Pekanbaru, Riau, Rabu, 7 Oktober 2009. Saat itu Ical mengalahkan Surya Paloh. Di bawah kepemimpinannya diharapkan Golkar sukses meraih kemenangan dalam pemilu legislatif dan pilpres tahun 2014. Di era Orde Baru dalam enam kali pemilu, yakni Pemilu 1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, dan Pemilu 1997, Golkar selalu menang. Namun, di era reformasi Golkar tidak selalu unggul. Pada Pemilu 1999 yang merupakan pemilu pertama di era reformasi Golkar menduduki posisi kedua. Sedangkan dalam Pemilu 2004 Golkar tampil sebagai jawara. Prestasi Golkar kemudian turun ke urutan kedua pada Pemilu 2009 dan Pemilu 2014.

Sementara itu pada Pilpres 2004 yang merupakan pilpres pertama yang langsung dipilih rakyat hingga Pilpres 2014 Golkar bernasib apes. Duet Wiranto-Sholahuddin Wahid yang didukung Golkar pada Pilpres 2004 tak berdaya menghadapi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK). Pada Pilpres 2009 Golkar kembali tak beruntung, karena pasangan capres-cawapres yang diusungnya, yakni JK-Wiranto, kalah melawan SBY-Boediono. Dan lebih ironis lagi kader Golkar yang juga ketua umum Golkar, Ical, tidak mampu mengantongi tiket capres pada Pemilu 2014!

Karena dianggap tak berhasil membawa Golkar meraih kejayaan, Ical pun dihujani hujatan dan dimintai mundur. Namun, bos Golkar yang juga konglomerat tersebut menganggap angin lalu berbagai kritikan pedas itu. Tentu tidak semua kader Golkar yang membencinya. Banyak juga yang membela Ical. Para pendukung Ical memintanya maju kembali memperebutkan posisi ketua umum dalam Munas IX Partai Golkar di Bandung, 30 November 2014. Ical yang sejak awal memang ingin memperpanjang masa kekuasaannya, tentu senang dengan adanya dukungan tersebut.

Keputusan Munas IX Partai Golkar di Bandung, 30 November 2014 diambil dalam Rapat Pimpinan Nasional Nasional (Rapimnas) VII Partai Golkar di Yogyakarta, 18-19 November 2014. Sebanyak 32 Ketua DPD I Partai Golkar menyetujui Munas IX dilaksanakan tanggal 30 November 2014. Sebelumnya Munas IX akan digelar tahun 2015 berdasarkan rekomendasi Munas VIII di Pekanbaru tahun 2015.

Selain Ical, ada tujuh kader Golkar yang akan maju sebagai ketua umum, yakni Agung Laksono, MS Hidayat, Priyo Budi Santoso, Hajriyanto Y Thohari, Agus Gumiwang, Zainuddin Amali, dan Airlangga Hertanto. Masing-masing calon ketua umum harus memperoleh dukungan minimal 30 persen dari DPD I dan DPD II, serta ormas pendiri Golkar.

Ical dengan pede mengklaim mendapat dukungan dari mayoritas DPD I dan DPD II. Majunya Ical dalam Munas IX mendapat dukungan dari Akbar Tandjung, mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar dan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI). Akbar memiliki jaringan yang luas dan memiliki pengaruh yang kuat, karena banyak tokoh HMI di berbagai daerah yang menduduki posisi ketua DPD I Golkar dan ketua DPD II Golkar.

Jika Ical memenangkan pertarungan dalam Munas IX, tentu dia akan mempertahankan Golkar tetap sebagai partai oposisi dan tetap berada di dalam kubu KMP. Golkar memiliki posisi terkuat di KMP dan berpengaruh besar dalam berbagai manuver yang dilakukan di parlemen. KMP yang dimotori Golkar bisa saja menjegal program-program pemerintahan Presiden Jokowi. Dan hal ini tentu membuat tidak nyaman bagi pihak pemerintah.

Sementara itu dari tujuh penantang Ical, tampaknya yang berpotensi besar bersaing ketat dengan Ical adalah Agung Laksono. Agung mengaku tak gentar menghadapi Ical. Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini memiliki jam terbang yang tinggi dan aktif melakukan konsolidasi ke berbagai daerah. Sejumlah pengamat menilai apabila mantan Menko Kesra ini terpilih menjadi ketua umum, ia akan membawa gerbong Golkar merapat ke KIH alias mendukung Jokowi. (*)

Related posts