
Jakarta, Obsessionnews.com – Duet Joko Widodo (Jokowi) – Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang diusung PDI-P dan Partai Gerindra memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2012. Dalam Pilkada dua putaran tersebut Jokowi – Ahok mengalahkan Gubernur petahana DKI Fauzi Bowo alias Foke yang berpasangan dengan Nachrowi Ramli yang diusung Partai Demokrat. Dengan demikian Jokowi – Ahok mengemban amanah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI periode 2012 – 2017.
Banyak harapan dari warga terhadap Jokowi – Ahok, antara lain di bidang perhubungan, yakni melakukan peremajaan bus angkutan umum reguler melalui pengadaan bus baru untuk menggantikan bus lama atau bus tidak layak jalan. Juga mendorong percepatan transportasi bentuk kepengusahaan angkutan umum dari perorangan menjadi badan usaha.
Namun, sayangnya Jokowi tak bisa optimal mewujudkan obsesi warga di bidang transportasi tersebut. Pasalnya, mantan Wali Kota Solo tersebut terpilih menjadi Presiden RI pada Pilpres 2014. Ia dilantik sebagai Presiden RI di Gedung MPR/DPR pada Senin, 20 Oktober 2014. Ahok kemudian menggantikan Jokowi. Ahok dilantik sebagai Gubernur DKI oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Rabu, 19 November 2014.
Kembali ke masalah perhubungan di DKI, peneliti senior Network for South East Asian Studies (NSEAS), Muchtar Effendi Harahap, melalui keterangan tertulis yang diterima Obsessionnews.com, Selasa (14/3/2017), membeberkan data, fakta dan angka kondisi tranmsportasi umum era Jokowi dan Ahok.

Mengacu Perda No. 2 tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI 2013-2017, target capaian tiap tahun peremajaan bus angkutan umum sebagai berikut: 1.000 unit pada 2013, 1.000 unit (2014), 1.000 unit (2015), 1.000 unit (2016), dan 1.000 unit ( 2017).
“Kondisi kinerja capaian peremajaan bus ini tahun 2017 akhir sebanyak 5.000 unit. Sedangkan kondisi sebelumnya, tahun 2012, belum ada jumlah peremajaan armada angkutan umum,” kata Muchtar.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI di bawah kepemimpinan Ahok tak mampu meraih target capaian tiap tahun dan juga komulatif lima tahun (akhir 2017).
“Kendaraan umum tidak laik masih banyak berseweran di jalanan,” tandas mantan aktivis mahasiswa 1977-1978 ini.
Pemprov DKI tahun 2013-2017, tambahnya, tidak melaksanakan dan gagal total mencapai target capaian setiap urusan peremajaan angkutan umum.
Muchtar menjelaskan, Laporan Pertanggungjawaban Gubernur Provinsi (LPGP) DKI tahun 2013 sama sekali tak menyajikan data capaian peremajaan bus. LPGP 2014 juga tidak menyajikan sama sekali data capaian peremajaan bus. Demikian pula dengan LPGP 2015. Namun, sumber lain menyebutkan pada tahun 2015 berhasil diremajakan 320 bus Kopaja sedang berstandar Transjakarta. Padahal target pencapaian 1.000 unit bus baru.
Kondisi Metromini 2015 sebanyak 1.400 unit. Dan yang bisa beroperasi diperkirakan 1.000 unit.
Sementara itu pada Desember 2015 Pemprov DKI akan mengoperasikan 1.500 bus untuk menyaingi Metromini. Bus itu akan beropersi di sejumlah trayek selama ini menjadi rute Metromini. Tapi, masih belum faktual hingga berakhirnya tahun 2016.
Menurut Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI, kini ada 13.000 ribu unit bus kecil dan 5.000 bus sedang.
“Dapat dinilai arah kebijakan peremajaan angkutan umum ini tidak dikerjakan. Tidak ada satu tahun target capaian dipenuhi, bahkan hanya 50% saja,” kritik Muchtar.
Mengapa Pemprov DKI tak melakukan peremajaan bus? Muchtar mengungkapkan paling tidak ada dua alasan utama. Pertama, Pemprov DKI tidak serius bekerja untuk peremajaan bus umum. Pada November 2015 Ahok pernah menyalahkan PT Transjakarta karena lamban dalam mendorong peremajaan angkutan umum di Jakarta. Ia mengklaim sudah pernah meminta agar PT Transjakarta membantu pengusaha angkutan umum yang ingin meremajakan angkutannya. Caranya membantu pengusaha mendapatkan pinjaman dari bank di mana PT Transjakarta menjadi pihak menjadi jaminan.
Kedua, stakeholders menolak kebijakan Pemprov DKI. Organda sebagai stakeholder menilai masih belum ada kejelasan soal konsep peremajaan angkutan umum yang akan diterapkan Pemprov DKI. Butuh riset dan perencanaan matang sebelum aturan itu benar-benar diterapkan. Sebagai misal menggantikan empat angkutan kecil dan dijadikan satu bus ukuran sedang. Organda DKI tak sepakat. Butuh waktu tidak sebentar karena aturan ini harus disosialisasikan kepada seluruh pemilik kendaraan agar mereka menyetujui.
“Para pendukung buta Ahok membesar-besarkan Ahok telah melakukan revitalisasi transportasi umum di DKI Jakarta, mulai dari peremajaan bus-bus umum, sampai menyediakan Transjakarta lebih baik dan layak untuk digunakan warga dengan harga murah. Apa istimewanya Ahok? Itu kan kewajiban seorang gubernur,” ujar Muchtar.
Alumnus Program Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tahun 1986 ini menilai ocehan pendukung Ahok tak sesuai fakta. Ahok justru belum melakukan peremajaan bus, juga gagal dan tak mampu mengurus proyek budaya, TransJakarta. Bahkan kebijakan Pemprov DKI.
“Kebijakan Pemprov DKI bikin banyak orang hidup terombang-ambing. Kebijakan umur bus 10 tahun harus berhenti operasi. Padahal kebanyakan armada Metromini di atas 29 tahun. Untuk itu diminta Pemprov DKI mencabut kebijakan penertiban terhadap usia kendaraan minimal 10 tahun. Bila Metromini dihapuskan dari peredaran, ribuan orang yang bergantung nafkah pada armada dimaksud akan terombang-ambing,” ujarnya.
Hingga kini, lanjutnya, belum ada kerja nyata Pemprov DKI meremajakan bus umum. “Masih sangat jauh dari target capaian. Sesuai Perda No.2 Tahun 2012, pada awal 2017 ini seharusnya sudah tercapai peremajaan 4.000 unit bus umum. Faktanya? 1.000 unit saja tidak! Rakyat DKI masih menggunakan bus tak laik dan tak nyaman,” tegasnya.
Muchtar mengungkapkan, warga mengeluh terhadap buruknya kondisi angkutan umum di Jakarta. Kursi jauh dari kata nyaman, kondisi mobil sudah tidak stabil, dan peralatan keselamatan buruk.
“Kondisi keluhan kendaraan umum ini tak berubah, masih seperti tahun 2012,” ucapnya dengan prihatin.
Muchtar menyimpulkan meremajakan bus umum di DKI masih jauh dari target capaian. Pemprov DKI tak mampu dan gagal urus peremajaan bus umum.
“Hal ini dapat dijadikan bukti, bahwa sesungguhnya Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Ahok tidak kerja nyata untuk peremajaan bus umum dan revitalisasi transportasi umum. Dari sisi kepentingan rakyat DKI di masa mendatang, rasional rakyat DKI membutuhkan gubernur baru. (arh)
Baca Juga:
TEMPO Ungkap Ahok Terima Uang e-KTP
Kasus e-KTP , Nama Ahok Ada di Nomor 30